tirto.id - Keberadaan masyarakat yang majemuk dapat memicu konflik sosial.
Konflik muncul dilatarbelakangi perbedaan individu maupun kelompok saat berinteraksi, misalnya perbedaan adat istiadat, keyakinan, pengetahuan, fisik, dan lainnya.
Konflik dapat terjadi antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, dan individu dengan kelompok.
Definisi konflik sosial menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah proses sosial yang dialami individu atau kelompok saat mereka berusaha memenuhi tujuannya dengan melawan pihak lawan yang disertai ancaman dan/atau kekerasan.
Terjadinya konflik menandakan perseteruan berupa benturan fisik dan/atau verbal.
Selain Soerjono, Kornblurn memiliki gagasan mengenai konflik sosial. Menurutnya, konflik sosial adalah fenomena yang menjadi bagian hidup masyarakat yang bersosial dan berpolitik.
Konflik tersebut dapat menjadi pendorong perubahan di dalam masyarakat.
Konflik Sosial dalam Masyarakat Modern: Penyelesaian Menurut Hukum Positif, Politik, dan Adat memaparkan, konflik selalu hadir dalam hidup individu maupun kelompok merupakan realitas yang diterima sebagai kewajaran dan sangat biasa.
Namun, konflik dapat menjadi hal yang tidak wajar jika mengakibatkan korban jiwa dan kehancuran masyarakat.
Jadi dapat disimpulkan, peran individu dan kelompok dalam masyarakat majemuk dapat menciptakan konflik yang mendorong perubahan sosial dan politik, baik ke arah negatif dan positif.
Untuk memahami lebih lanjut mengenai konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat, para sosiolog mendefinisikan klasifikasi konflik sosial berdasarkan kriteria tertentu.
Berikut adalah klasifikasi konflik sosial menurut ahli yang dirangkum dari Modul Sosiologi Kelas IX (2020).
Teori Menurut Ranjabar
Merangkum dari Ranjabar, konflik sosial dalam masyarakat terbagi menjadi dua, yakni konflik individual dan konflik kolektif.
Konflik individual adalah konflik yang terjadi dalam mental atau diri seseorang. Konflik ini dapat muncul karena adanya pilihan yang berbeda dengan kata hati. Umumnya konflik ini bersifat informal dan tersembunyi.
Individu yang mengalami konflik ini biasanya melakukan tindakan negatif, seperti melakukan sabotase, penipuan, dan lainnya.
Contohnya, seseorang menyesal menjadi pencuri untuk melunasi utang-utang keluarganya. Dalam dirinya, ia mengalami benturan antara nilai moral dengan tekanan ekonomi yang harus dipenuhi.
Sedangkan konflik kolektif adalah konflik yang pihak-pihak terlibat di dalamnya berjumlah lebih dari satu, serta memiliki tujuan dan kepentingan yang sama.
Konflik ini memiliki dorongan kuat dibandingkan konflik individu. Sifat konflik kolektif cukup rumit karena memiliki benturan dari berbagai individu yang memiliki tingkat emosi yang tinggi.
Contoh dari konflik ini adalah tawuran antarsiswa dari sekolah yang berbeda.
Teori Menurut Ralf Dahrendorf
Ralf Dahrendorf menilai konflik muncul melalui relasi-relasi sosial yang terdapat dalam sistem. Dahrendorf mengklasifikasikan konflik sosial ke dalam lima bentuk, yaitu sebagai berikut.
- Konflik peran. Dalam konflik ini seseorang mendapati kondisi realitas yang berlawanan dengan perannya dalam kehidupan nyata. Contohnya, pekerja yang ditekan untuk mengerjakan pekerjaan yang bukan tanggung jawabnya.
- Konflik kelompok sosial. Konflik yang terjadi antara kelompok sosial ini terjadi karena perbedaan kepentingan dalam upaya mencukupi kebutuhan kelompok tersebut. Misalnya, konflik antarkeluarga yang disebabkan karena perbedaan kepentingan di dalam keluarga.
- Konflik antarkelompok yang terorganisir dan kelompok yang tidak terorganisir. Pihak terorganisir memiliki kekuasaan yang lebih dalam menentukan kebijakan. Sedangkan pihak tidak terorganisir tidak memiliki kekuasaan. Konflik ini biasanya terjadi saat melakukan aksi unjuk rasa, yakni polisi dengan massa demonstrasi.
- Konflik antarsatuan nasional. Konflik ini disebut sebagai konflik antarkepentingan organisasi. Konflik ini umumnya terjadi di dalam badan politik baik di tingkat RT, RW, desa, hingga tingkat nasional sekali pun.
- Konflik antaragama. Konflik ini terjadi karena adanya benturan intoleransi antaragama.
Penulis: Khansa Nabilah
Editor: Dhita Koesno