Menuju konten utama

Klaim Unggul di Survei Internal: Propaganda Tim Prabowo Gaet Suara?

BPN Prabowo-Sandi mengklaim elektabilitas jagoan mereka unggul dalam survei internal dan Google Trends. Tapi mereka ogah menjelaskan metodologi surveinya.

Klaim Unggul di Survei Internal: Propaganda Tim Prabowo Gaet Suara?
Herman Heizer Direktur Eksekutif CRC (kanan), Bambang Susatyo, SE, MBA Politisi Golkar (dua kiri), Prof. Asep Saifuddin, MSC Rektor universitas Al-Azhar (tengah), Anggawira Jubir Prabowo-Sandi (dua kiri), dan Adi Prayitno, MSI Pengamat Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memberikan pemaparan pada Rilis Survei Nasional, Celebes Research Center (CRC)

tirto.id - Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno punya cara merespons kekalahan jagoan mereka dalam sejumlah lembaga survei. Caranya yakni dengan mengklaim jagoan mereka telah unggul sebesar 54 persen dari calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. Dari mana sumbernya? survei internal yang tak ada penjelasan detail perihal metodologi dan pemetaan respondennya.

"Hasil survei kami, justru saat ini sudah crossing, Prabowo-Sandi sudah di angka 54 persenan sedang Jokowi 40an [persen]," ucap Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandi Dahnil Anzar Simanjuntak lewat pesan singkat kepada wartawan, Senin (11/3/2019).

Dahnil bahkan sangat yakin pasangan Prabowo-Sandi akan keluar sebagai pemenang di Pilpres 2019 dengan total perolehan suara di atas 60 persen.

Sehari selanjutnya pendapat serupa dikatakan jubir BPN lainnya, Ferry Juliantono. Namun, Ferry memberi penekanan jika keunggulan Prabowo-Sandi itu berdasarkan Google Trends. Ia mengklaim lewat Google Trends, Prabowo-Sandiaga sudah meraih 67 persen suara per Selasa (12/3/2019).

Google Trends merupakan grafik statistik popularitas topik pencarian di Google pada kurun waktu tertentu. Hasil dapat ditampilkan menurut kota, wilayah, atau bahasa.

"Google Trends bisa di-searching, itu open source, kok. Google Trends menyebutkan pasangan Prabowo-Sandiaga menang 67 persen dan menurut saya Google Trends lebih mampu mengelaborasi undecided voters," kata Ferry saat ditemui di Seknas BPN, Menteng, Selasa (12/3/2019) siang.

Bisa Dianggap Propaganda

BPN Prabowo-Sandiaga boleh saja mengklaim demikian. Namun, menurut Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komarudin, mereka sebaiknya menerima hasil survei yang dirilis lembaga lain, meskipun hasilnya tak menguntungkan.

Survei lembaga lain, kata Ujang, bisa menjadi bahan evaluasi bagi kubu Prabowo-Sandiaga untuk menaikkan elektabilitasnya dan bisa saja menyalip Jokowi-Ma'ruf.

"Dalam politik, harusnya kubu 02 juga terbuka untuk menerima hasil survei dari lembaga yang kredibel yang dilakukan dengan objektif dan menggunakan metodologi yang benar," jelas Ujang kepada reporter Tirto.

Ia pun menanggap wajar jika ada pihak yang mempertanyakan klaim dari tim sukses pasangan nomor urut 02 tersebut. Ini karena kubu 02 dianggap tidak terbuka dalam hal metodologi dan responden survei yang mereka klaim.

"Karena survei yang tertutup di kubu 02 bisa dianggap sebagai sebuah propaganda dan kebohongan," ucap Ujang.

Apa yang disampaikan Ujang selaras dengan tanggapan Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Salah satu Juru Bicara TKN, Ace Hasan Syadzily angkat bicara soal klaim tersebut. Ia menanggapi klaim itu dengan sinis serta balik mempertanyakan kredibilitas lembaga survei internal mereka.

Bila Prabowo-Sandi diklaim hanya unggul di survei internal saja, Ace membalas klaim tersebut dengan mengatakan ada 7 lembaga survei nasional yang justru menempatkan Prabowo-Sandiaga di bawah Jokowi-Ma'ruf.

"Jadi, kalau ada lembaga survei yang berbeda dengan 7 lembaga survei lainnya, maka patut dipertanyakan kredibilitasnya," ucap Ace melalui keterangan tertulisnya yang diterima reporter Tirto, Senin (11/3/2019).

Ia juga meminta masyarakat untuk membandingkan hasil survei internal Prabowo-Sandiaga dengan hasil survei lembaga lain, jika merasa tak yakin dengan klaim tersebut.

Hasil survei teranyar yang dirilis Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA pada awal Maret 2019, menunjukkan elektabilitas calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo-Ma'ruf Amin sebesar 58,7 persen. Sementara elektabilitas Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebesar 30,9 persen.

Angka hampir serupa juga tampak dari hasil survei Cyrus Network dan Roy Morgan sebelumnya. Hasil survei Cyrus Network menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf sebesar 55,2 persen dan Prabowo-Sandiga sebesar 36 persen, sedangkan hasil survei Roy Morgan menyebut Jokowi-Ma'ruf unggul di atas Prabowo-Sandiaga dengan angka 58 persen berbanding 42 persen.

"Kalau hasil surveinya nyeleneh sendiri, patut diduga lembaga survei tersebut sedang membangun framing politik," jelas Ace.

Menang Tapi Masih Panik

Kendati Ace tampak meragukan klaim kemenangan Prabowo dan lebih mempercayai hasil survei, namun hal itu bukan tanpa kritik. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah misalnya mempertanyakan mengapa pemerintah misalnya tidak menunjukkan sikap sebagai pihak yang unggul.

"Kalau sudah unggul ya cuti..gak usah curang..gak usah larang konser orang...tapi kok malah semakin nampak ketakutan di lapangan... #SurveyVsSuaraRakyat," ujar Fahri di akun twitternya.

Tak hanya itu, Jokowi pun tampaknya bersikap kebalikan dengan Ace. Saat bertemu dengan pengurus dan anggota Tim Kampanye Daerah (TKD) Sulawesi Tenggara di Kendari, Sabtu (2/3/2019), Jokowi sempat mengeluhkan penurunan elektabilitasnya.

Jokowi menyebut ada penurunan elektabilitas dirinya dan khususnya terjadi di Jawa Barat, provinsi dengan pemilih terbesar di Indonesia dan sering dikunjungi Jokowi.

"Di Provinsi Jawa Barat, saat itu, 1,5 bulan yang lalu, kami sudah menang 4 persen. Dulu, kan, [Pilpres 2014] kami kalah telak tuh, ini sudah menang 4 persen. Enggak ada hujan, enggak ada angin, tahu-tahu anjlok 8 persen," kata Jokowi.

Untuk Menggiring Opini

Pengajar ilmu politik dan pemerintahan dari Universitas Gadjah Mada, Arya Budi, mengatakan tidak seperti survei terkait pemilu pada umumnya yang bertujuan untuk mengetahui apa sebenarnya kecenderungan masyarakat, survei-survei internal ini memang tak terkait langsung dengan tujuan itu.

Menurut Arya pada dasarnya survei internal memang untuk konsumsi internal. Tujuannya, misalnya, untuk stimulus agar tim sukses bekerja lebih optimal.

"Itu untuk mereka sendiri. Untuk stimulus mereka sendiri. Mereka bicara untuk mereka sendiri. Agar apa? Agar mesin politik mereka bekerja dengan maksimal," kata Arya kepada reporter Tirto, Selasa (26/2/2019).

Meski untuk konsumsi internal, pengaruh lainnya survei jenis ini adalah dalam rangka "perang urat saraf"--terutama jika itu diumumkan ke media massa.

"Bisa jadi juga ini cara untuk menggertak lawan. Untuk menjatuhkan mental lawan," tambah Arya. Cara lain yang biasa dilakukan untuk tujuan yang sama, misalnya, dengan membangun posko di basis lawan.

Juga dalam rangka menggiring opini pemilih. Meski, kata Arya, "efek kampanyenya bisa jadi tidak signifikan."

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari Mufti Sholih

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Mufti Sholih
Editor: Mufti Sholih