Menuju konten utama

Kisah Tersangka Korupsi Berpidato di Acara Pemberantasan Korupsi

Zumi Zola telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi sejak awal Februari lalu. Namun, baru-baru ini dia malah membuka pidato pada acara anti korupsi–meski tidak diundang.

Kisah Tersangka Korupsi Berpidato di Acara Pemberantasan Korupsi
Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli memberikan kesaksian saat sidang lanjutan kasus suap pengesahan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi Jambi Tahun Anggaran 2018 di Pengadilan Tipikor Jambi, Jambi, Rabu (14/3/18). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww/18.

tirto.id - "Saya ingin KPK hadir mulai dari Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang). Nanti kami akan undang [KPK] pada musrenbang provinsi untuk memberikan masukan," kata Zumi Zola di Kantor Gubernur Jambi, Senin (19/3) lalu.

Sepintas tidak ada yang salah dari pernyataan pria lulusan Institut Pertanian Bogor (IPB) sekaligus bekas artis tersebut. Sampai kemudian kita tahu apa statusnya saat ini selain sebagai Gubernur Jambi: tersangka kasus korupsi sejak 2 Februari lalu.

Zumi Zola, bersama Plt Kepala Bidang Bina Marga PUPR Provinsi Jambi, Arfan, diduga menerima suap terkait proyek-proyek di Jambi dan penerimaan lain dengan jumlah mencapai Rp6 Milliar.

Jadi apa yang terjadi pada tanggal 19 kemarin bisa dirangkum sebagai berikut: seorang tersangka korupsi memberikan sambutan sekaligus membuka sebuah acara yang tujuannya justru untuk memberantas korupsi.

KPK langsung bereaksi. Rabu (21/3) pagi kemarin, Kabiro Humas KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa pimpinan KPK telah menugaskan Direktorat Pengawasan Internal KPK untuk menyelidiki kegiatan tersebut. KPK ingin tahu secara detail apa yang terjadi ketika itu.

"Jadi, kronologis dan penugasan yang dilakukan tersebut akan dicek kembali. Kami memperhatikan juga keseimbangan pelaksanaan tugas penindakan dan pencegahan," kata Febri.

Melanggar Undang-undang KPK?

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menilai kehadiran Zumi Zola dalam acara itu merusak citra komisi antirasuah tersebut. Ia menilai peristiwa tersebut sebagai "ironi"–situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi.

"Mengundang apalagi meminta tersangka korupsi membuka acara dan melibatkannya dalam satu forum anti korupsi merupakan sebuah keteledoran," kata Adnan kepada Tirto, Rabu (21/3) kemarin.

Merujuk pada Pasal 36 dan 37 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, apa yang terjadi ketika itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran.

Penilaian Adnan didasarkan pada landasan hukum ini.

Dijelaskan bahwa pimpinan, tim penasihat, dan pegawai yang bertugas di KPK dilarang "mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apa pun."

Kritik yang sama juga dilontarkan oleh Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Dadang Tri Sasongko. Menurutnya kasus ini membuktikan bahwa tidak ada koordinasi yang baik antara Deputi Pencegahan yang bertugas menyiapkan rumusan dan melaksanakan kebijakan di bidang pencegahan korupsi dengan Deputi Penindakan.

"Pertama karena itu [kurangnya koordinasi antara pencegahan dan penindakan]. Yang kedua ada kemungkinan beda pandangan soal apa yang boleh dan tidak boleh. Mungkin bagian pencegahan tidak melihat bahwa [acara] itu ada konflik kepentingan," kata Dadang kepada Tirto.

Dadang juga melihat ada potensi pelanggaran sebagaimana yang dikemukakan Adnan. Meski begitu harus tetap dilakukan verifikasi lebih dalam dari kalangan internal KPK sendiri.

"Jadi pengawas internal harus verifikasi itu. Apakah memang didesain atau tidak; apakah itu sengaja atau karena kurang koordinasi saja. Jadi kalau saya sih melihatnya lebih pada pembenahan pada sistem KPK sendiri. Komunikasi dan koordinasi," katanya.

Menurutnya, kejadian itu juga mungkin terjadi karena Zumi Zola tak juga ditahan meski telah ditetapkan sebagai tersangka. Zumi Zola bisa saja ditahan, namun menurut Dadang itu sepenuhnya kewenangan penyidik. "Jadi tidak bisa dipaksa begitu juga," katanya.

"Yang penting sebetulnya menghindari interaksi. Itu yang penting," kata Dadang.

"Tidak Ada Kesalahan"

Rabu sore (21/03) usai mengumumkan 19 tersangka baru kasus korupsi penyusunan APBD-Perubahan Kota Malang 2015, Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan angkat bicara mengenai kejadian ini.

Basaria menilai jika tidak ada yang salah dari kegiatan Deputi Pencegahan Korupsi di Provinsi Jambi tersebut.

"Mereka [Deputi Pencegahan KPK] itu melaksanakan tugas. Tidak ada kesalahan di sana, yang [acaranya diselenggarakan] dalam rangka pembenahan monitoring dan evaluasi semua pekerjaan yang ada di sana," kata Basaria di Gedung Merah Putih, Kuningan.

Ia tidak menyinggung sama sekali soal UU KPK yang tidak memperbolehkan orang KPK berelasi seperti apapun dengan tersangka korupsi. Ia juga tidak menyinggung sama sekali soal apakah persoalan ini karena lemahnya koordinasi atau bukan.

Basaria cuma bilang kalau ia tidak menyangka jika acara itu bakal dihadiri Zumi Zola. Katanya, kalau acara yang sama diselenggarakan di provinsi atau kota lain, pejabat setingkat gubernur tak pernah hadir. Paling-paling hanya pejabat setingkat sekretaris daerah.

Basaria menegaskan jika tidak ada undangan resmi dari KPK untuk Zumi Zola agar datang ke acara tersebut.

"Biasanya di tempat-tempat lain tingkat monitoring dan evaluasi (monev) ini tidak dihadiri oleh gubernur. Paling tinggi sekda. Nah kita tidak bisa salahkan karena di sana kemudian ada gubernur dan ini bukan masalah diundang atau tidak karena acara monev memang tidak ada undangan," ucap Basaria.

Meski demikian, Basaria mengatakan wajar-wajar saja kalau Zumi Zola kemudian datang. Sebagai gubernur yang masih aktif, tidak ada salahnya bagi Zumi Zola datang untuk melihat jajarannya berkolaborasi dengan KPK dalam pemberantasan korupsi. Kata Basaria, itu tidak ada kaitannya dengan status Zumi Zola sebagai tersangka.

Terkait desakan untuk segera menahan Zumi Zola agar kejadian kemarin tidak terulang kembali, Basaria mengaku akan mempertimbangkannya.

"Ini tentu menjadi pertimbangan kami untuk segera melakukan penahanan. Nanti akan kami bicarakan dulu dengan penyidik," tutupnya.

Sejauh ini memang tidak ada ketentuan yang mengatakan kalau setiap tersangka harus dan pasti ditahan. Begitu juga dengan Zumi Zola.

KPK memang telah mengumumkan untuk tidak dulu melakukan penahanan terhadap Zumi Zola sejak ditetapkan sebagai tersangka. Penahanan baru bisa dilakukan setelah memenuhi prosedur yang ditetapkan dalam Pasal 21 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam aturan ini, penahanan terhadap tersangka yang diduga keras melakukan tindak pidana karena telah dilengkapi dengan bukti yang cukup dilakukan karena tiga alasan: kekhawatiran kalau tersangka akan melarikan diri; kekhawatiran tersangka bakal merusak atau menghilangkan barang bukti; dan kekhawatiran kalau tersangka akan mengulangi tindak pidana.

Baca juga artikel terkait ZUMI ZOLA atau tulisan lainnya dari Naufal Mamduh

tirto.id - Hukum
Reporter: Naufal Mamduh
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Rio Apinino