Menuju konten utama

KPK Tetapkan Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi PT Amarta Karya

Guntur menjelaskan penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil persidangan terdakwa mantan Dirut BUMN AK Catur Prabowo.

KPK Tetapkan Dua Tersangka Baru Kasus Korupsi PT Amarta Karya
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu (kiri) dan Jubir KPK Ali Fikri (kanan) mengumumkan penetapan tersangka saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (28/11/2023). ANTARA FOTO/Reno Esnir/foc.

tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua karyawan PT Amarta Karya (Persero) Pandhit Seno Aji dan Deden Prayoga sebagai tersangka. Penetapan tersangka baru tersebut terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya Persero tahun 2018-2020.

Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur menyampaikan, penetapan tersangka tersebut berdasarkan hasil persidangan terdakwa mantan Dirut BUMN PT Amarta Karya, Catur Prabowo. Dalam sidang tersebut, terungkap ada keterlibatan aktif dari pihak lain.

"Dalam persidangan terdakwa Catur Prabowo dkk, terungkap adanya keterlibatan aktif dari pihak lain, sehingga menguatkan adanya peran maupun kerja sama yang erat dan berakibat timbulnya kerugian keuangan dalam proyek pengadaan subkontraktor fiktif PT AK Persero termasuk ikut serta menikmati aliran sejumlah uang," kata Asep saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (15/5/2024).

Asep menjelaskan, penahanan para tersangka dilakukan selama 20 hari ke depan.

"Untuk kebutuhan proses penyidikan, dilakukan penahanan para tersangka masing-masing 20 hari pertama mulai 15 Mei 2024 hingga 3 Juni 2024 di Rutan Cabang KPK," ucap Asep.

Asep menyebut, Pandhit dan Deden disinyalir orang kepercayaan Catur Probowo. Mereka ditugaskan untuk memenuhi kebutuhan pribadi Catur.

"Untuk merealisasikan perintah dimaksud, PSA dan DP berkoordinasi dengan Trisna Sutisna selaku Direktur Keuangan PT AK Persero," ujar Asep.

Lebih lanjut, dari penjelasan Asep, peran Pandhit dan Deden mendirikan dan mencari perusahaan berbentuk CV yang akan dijadikan subkontraktor fiktif dari PT AK Persero dan menerima pembayaran.

Menurut Asep, ada 3 CV sebagai subkontraktor fiktif yang komisaris dan direkturnya adalah keluarga dari Pandhit dan Deden.

"Selain itu, pekerjaan yang dicantumkan dalam dokumen pembayaran pekerjaan atas 3 CV tersebut adalah pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan maupun yang tidak pernah dilaksanakan," tutur Asep.

"Pekerjaan proyek dari tahun 2018-2020, PT AK Persero mencairkan sejumlah dana untuk pembayaran subkontraktor fiktif ke 3 CV yang sepenuhnya atas sepengetahuan dan persetujuan dari Catur Prabowo dan Trisna Sutisna," lanjut Asep.

Kemudian, Asep menyebut kerugian negara mencapai Rp46 miliar. Terdapat juga aliran dana yang dinikmati oleh Pandhit dan Deden, sehingga masih akan dilakukan pendalaman lebih lanjut.

"Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," tutup Asep.

Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung menyatakan Catur Prabowo dan Trisna Sutisna terbukti bersalah bersama-sama melakukan korupsi proyek fiktif di PT Amarta Karya.

Catur divonis sembilan tahun penjara dan denda Rp1 miliar dengan subsider delapan bulan penjara. Selain itu, terdakwa harus membayar uang pengganti sebesar Rp30,1 miliar.

Sementara itu, Trisna Sutisna divonis penjara lima tahun empat bulan serta bayar denda Rp1 miliar dan uang pengganti Rp1,3 miliar.

Baca juga artikel terkait KASUS KORUPSI atau tulisan lainnya dari Auliya Umayna Andani

tirto.id - Hukum
Reporter: Auliya Umayna Andani
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Maya Saputri