Menuju konten utama

Kiprah Dewas & Pemimpin Danantara, Ada Erick Thohir hingga Rosan

Publik mempertanyakan alasan Prabowo menunjuk CEO dan COO dari Danantara diambil dari menteri dan wakil menteri. Apa tujuannya?

Kiprah Dewas & Pemimpin Danantara, Ada Erick Thohir hingga Rosan
Presiden Prabowo Subianto secara resmi menandatangani tiga produk hukum yang berperan penting dalam pengelolahan Badan Usaha Milik Negara dan Investasi Strategis Nasional di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (24/2/2025). (FOTO/Kris - Biro Pers Media dan Informasi Sekretariat Presiden)

tirto.id - Presiden Prabowo Subianto resmi meluncurkan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau BPI Danantara, Senin (24/2/2025). Peluncuran ini didahului dengan penandatanganan Undang-undang No 1 Tahun 2025 tentang Perubahan ketiga atas UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peraturan Pemerintah No 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Danantara.

Entitas baru ini nantinya akan mengelola tujuh aset BUMN besar, diantaranya Bank Mandiri, BRI, BNI, Pertamina, PLN, Telkom, dan MIND ID dengan total nilai mencapai 900 juta dolar AS atau sekitar Rp14.715 triliun. Jumlah itu sekaligus menjadikan Danantara sebagai salah satu Sovereign Wealth Fund (SWF) terbesar di dunia.

“Apa yang kita luncurkan hari ini bukan sekadar sebuah dana investasi, melainkan instrumen alat pembangunan nasional yang harus bisa mengubah cara kita mengelola kekayaan bangsa demi kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia,” kata Prabowo dalam sambutannya saat peluncuran Danantara, di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Untuk menjalankan lembaga super holding BUMN tersebut, Prabowo telah mempercayai beberapa nama untuk mengisi Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana (BP) Danantara. Prabowo menunjuk Erick Thohir sebagai Ketua Badan Pengawas. Erick didampingi Muliaman D Hadad sebagai Wakil Ketua Badan Pengawas.

Selain itu, Prabowo juga menunjuk Rosan Roeslani sebagai Kepala Badan Pelaksana/Chief Executive Officer (CEO). Rosan dibantu oleh Dony Oskaria yang menjabat Holding Operasional/Chief Operating Officer (COO) dan Pandu Patria Sjahrir sebagai Holding Investasi/Chief Investment Officer (CIO).

“Nanti mantan-mantan presiden [juga] akan diajak untuk menjadi penasehat agar lembaga ini betul-betul dikawal, dijaga oleh figur-figur yang penuh integritas dan memang cinta Indonesia,” ujar Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi, di Istana Kepresidenan Jakarta saat disinggung nama-namanya pengurus Danantara.

Bila melihat nama-nama di atas, sebenarnya bukan wajah baru. Erick Thohir, sendiri adalah Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejak periode kedua Presiden Joko Widodo hingga saat ini di pemerintahan Prabowo-Gibran. Erick juga dipercaya sebagai Ketua Umum Masyarakat Ekonomi Syariah/MES dan anggota Dewan Pengawas Lembaga Pengelola Investasi (LPI).

Di luar pemerintahan, ia juga menduduki beberapa jabatan lainnya cukup penting. Sejak 16 Februari 2023, Erick terpilih menjadi Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Erick juga merupakan wakil Indonesia di Komite Olimpiade Internasional (IOC), dan Federasi Bola Basket Internasional (FIBA).

Sebelum masuk ke dunia politik, Erick dikenal sebagai pengusaha di industri media dan olahraga. Lulusan Master of Business Administration di National University of California ini sempat mendirikan Mahaka Media dan menjabat sebagai Komisaris Utama perusahaan itu pada 2010-2019.

Sedangkan Muliaman D Hadad, kiprahnya di ekonomi RI terbilang moncer. Ia pernah menjabat sebagai Deputi Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Muliaman juga sempat menjabat sebagai Duta Besar Indonesia untuk Swiss.

Kendati begitu, Muliaman D Hadad sempat terlibat dalam beberapa skandal besar. Ia pernah diperiksa secara intensif oleh KPK terkait mega skandal Bank Century. Saat menjabat sebagai Ketua OJK, Muliaman juga dianggap gagal mengawasi kasus Jiwasraya, yang merugikan negara hingga belasan triliun rupiah. Ini semakin memperburuk citranya.

Jejak Rosan, Dony, hingga Pandu

Bergeser ke badan pelaksana, karir Rosan Roeslani di pemerintahan saat ini juga terbilang moncer. Pria kelahiran Jakarta, 31 Desember 1968 itu kini menjabat sebagai Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang dilantik tanggal 21 Oktober 2024.

Sebelumnya, Rosan juga menjabat sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM sejak 19 Agustus-21 Oktober 2024 dan menjabat sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sejak 17 Juli-24 Oktober 2023. Rosan juga sempat menjadi Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat ke-21 pada tahun 2021-2023.

Rosan dikenal sebagai pengusaha Tanah Air, memulai perjalanan profesionalnya di bidang keuangan dan kewirausahaan. Rosan pernah menjadi penasihat Keuangan Asosiasi Koperasi Batik Indonesia (1997-2002) dan Wakil Bendahara Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (2005-2008). Hingga akhirnya memimpin Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pada periode 2015-2021.

Nama Dony Oskaria juga bukan sosok baru. Ia merupakan Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Kabinet Merah Putih, yang telah menjabat sejak Oktober 2024. Pada akhir 2014, ia sempat diangkat menjadi anggota Dewan Komisaris Garuda Indonesia, posisi yang dipegangnya hingga 2019, yang mana sebelumnya, ia juga telah menjabat sebagai Wakil Direktur Utama Garuda Indonesia.

Pada Januari 2016, pria kelahiran 26 September 1969 itu, mendapat kepercayaan dari Presiden Joko Widodo untuk menjadi anggota Dewan Penasehat Presiden Bidang Ekonomi dan Industri di Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), yang mana ia bertanggung jawab atas pengembangan industri pariwisata di Indonesia.

Sejak 2021, Dony dipercaya untuk menjabat sebagai Direktur Utama PT Aviasi Pariwisata Indonesia atau InJourney, perusahaan yang menjadi holding dari beberapa BUMN di bidang pariwisata Di bawah kepemimpinannya, perusahaan ini berfokus pada integrasi dan sinergi antara sektor aviasi dan pariwisata untuk meningkatkan daya saing Indonesia di kancah internasional.

Sedangkan Pandu Patria Sjahrir, rekam jejaknya di dunia usaha juga cukup baik. Pria kelahiran 17 Mei 1979 sempat menjabat sebagai Wakil Direktur Utama di PT Toba Bara Sejahtera (TBS), Tbk sejak 2021. Sebelum posisi ini, Pandu juga sempat menduduki jabatan Direktur Perseroan.

Peluncuran Danantara

Presiden Prabowo Subianto (kelima kiri) didampingi Wapres Gibran Rakabuming Raka (ketiga kiri) bersama Presiden ketujuh Joko Widodo (keempat kanan), Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (keempat kiri), Wapres ke-13 Ma'ruf Amin (kedua kanan), Wapres ke-12 Jusuf Kalla (ketiga kanan), Wapres ke-11 Boediono (kedua kiri), Menteri BUMN Erick Thohir (kiri), serta Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Rosan Roeslani (kanan) meluncurkan secara simbolis badan pengelola investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin (24/2/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/app/nz

Sebelum bergabung TBS, keponakan Luhut Binsar Pandjaitan ini diketahui memiliki profesi sebagai Analis Senior dengan spesialisasi sektor energi dan pertambangan di sejumlah perusahaan. Berdasarkan catatan biografisnya, Pandu tercatat pernah menjadi Analis Senior di perusahaan internasional Matlin & Patterson (2007-2010), Principal di Byun & Co, Alternative Energy Funs Asia (2002-2005), hingga analis di Lehman Brothers (2001-2002).

Bahkan hingga kini, Pandu juga masih menduduki sejumlah posisi jabatan strategis, seperti Komisaris Utama PT Adimitra Baratama Nusantara (sejak 2013), Komisaris PT Adimitra Baratama Niaga (sejak 2017), Komisaris Utama PT Perkebunan Kaltim Utara I (sejak 2018), dan Komisaris PT Karya Baru TBS (sejak 2018).

Kemudian Komisaris PT Bursa Efek Indonesia atau BEI (sejak 2020), Komisaris Utama GoTo Financials (2021), hingga Ketua Umum Dewan Pengurus Harian di Asosiasi Fintech Indonesia (sejak 2021).

Di balik rekam jejak beberapa personel Danantara di atas, tentu menjadi pertanyaan saat ini apakah mereka mampu beradaptasi dengan perubahan ini dan mencapai hasil yang sesuai harapan? Sebab, mereka dihadapkan pada tugas besar untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam mengelola BUMN di tengah dinamika yang semakin kompleks.

“Bukan nama-nama baru yang sudah kita tahu bersama kinerjanya selama ini dalam mengurus BUMN. Tinggal kita challenge dengan sistem dan entitas yang baru ini apakah beliau-beliau bisa berhasil sesuai harapan atau tidak?,” ucap Direktur Eksekutif Sinergi BUMN Institute, Achmad Yunus, kepada Tirto, Senin (24/2/2025).

Paradoks di Balik Penunjukan Personil Danantara

Pengamat Ekonomi dari Indonesia Strategic and Economic Action Institution/ISEAI, Ronny P Sasmita, justru mempertanyakan alasan Prabowo menunjuk CEO dan COO dari Danantara diambil dari menteri dan wakil menteri. Padahal semangat reformasi BUMN seharusnya memisahkan antara tiga hal, yakni antara negara dan pemerintah sebagai regulator, negara dan pemerintah sebagai pemilik saham (shareholder), dan BUMN sebagai entitas bisnis.

Dengan masuknya Erick dan Rosan di dalam tubuh Danantara, negara dan pemerintah tidak saja mencampuradukan kapasitasnya sebagai regulator sekaligus pemilik saham, tapi juga sekaligus menjadi operator. Karena menteri-menterinya yang sejatinya bertindak sebagai perwakilan regulator, juga bertindak sebagai perwakilan pemilik saham sekaligus operator.

“Tidak jelas lagi siapa regulator, pengawas, pemilik saham, dan operator, semuanya lebur menjadi satu. Padahal Ketiga hal ini semestinya dipisah secara sendiri-sendiri, justru disatukan secara bulat-bulat di dalam Danantara,” jelas Ronny kepada Tirto, Senin (24/2/2025).

Menurut Ronny, negara sebagai regulator, tidak bisa bertindak sekaligus sebagai pemilik saham, apalagi sebagai pelaku atau operator. Ini karena akan membuat posisi negara sebagai regulator akan rancu, lantaran harus mengatur dirinya sendiri. Sehingga yang akan terjadi adalah negara sebagai regulator akan mengeluarkan regulasi yang akan menguntungkan dirinya sendiri di saat Danantara memutuskan untuk berinvestasi, dan akan membuat pelaku pasar lain terpinggirkan.

“Dengan kata lain, pasar akan terdistorsi sedemikian rupa, karena negara akan berpihak kepada entitas bisnis yang ia miliki. Di mana negara adalah juga pemilik sahamnya dan operatornya,” jelas dia.

Bahkan tak menutup kemungkinan, lanjut Ronny, Danantara akan menjadi instrumen politik untuk menyingkirkan pelaku pasar-pelaku pasar yang dianggap berada di posisi berlawanan dengan pemerintah. Arti lainnya, fairness di pasar akan hilang, karena negara dengan aset dan anggaran yang besar mengintervensi ekonomi, yang diperlengkapi dengan kapasitas regulator dan shareholder.

“Dalam hemat saya, Danantara akan sangat berpeluang untuk mengalami distorsi di tengah jalan, terutama untuk kepentingan politik dan pemerintahan di arena ekonomi, yang berpotensi mengganggu kesehatan perekonomian nasional secara keseluruhan,” pungkas dia.

Baca juga artikel terkait HOLDING BUMN atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - News
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang