Menuju konten utama
Naskah Khotbah Jumat

Khutbah Jumat Singkat: Hari Santri & Resolusi Jihad 22 Oktober

Khutbah Jumat singkat Hari Santri dan penjelasan soal 'resolusi jihad' 22 Oktober 1945.

Khutbah Jumat Singkat: Hari Santri & Resolusi Jihad 22 Oktober
Santri mengikuti parade dalam rangkaian peringatan Hari Santri Nasional Tahun 2018 di Kudus, Jawa Tengah, Minggu (28/10/2018). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho

tirto.id - Khutbah Jumat singkat hari ini mengambil tema tentang hari santri dan sejarah dilakukannya 'resolusi jihad' pada 22 Oktober 1945 silam.

Bismillaahirrahmaanirrahiim,

Assalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh..

الحَمْدُ للهِ الَّذِيْ خَلَقَ الزّمَانَ وَفَضَّلَ بَعْضَهُ عَلَى بَعْضٍ فَخَصَّ بَعْضُ الشُّهُوْرِ وَالأَيَّامِ وَالَليَالِي بِمَزَايَا وَفَضَائِلَ يُعَظَّمُ فِيْهَا الأَجْرُ والحَسَنَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِي بِقَوْلِهِ وَفِعْلِهِ إِلَى الرَّشَادِ. اللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ علَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمّدٍ وَعَلَى آلِه وأصْحَابِهِ هُدَاةِ الأَنَامِ في أَنْحَاءِ البِلاَدِ. أمَّا بعْدُ، فيَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ تَعَالَى بِفِعْلِ الطَّاعَاتِ

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah mempertemukan kita kembali dalam majelis salat dan khotbah Jumat hari ini, 21 Oktober 2022.

Salawat dan salam kita sampaikan kepada junjungan kita, Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan para sahabatnya, para pembimbing alam semesta di seluruh negeri.

Khutbah Jumat Singkat Hari Santri

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Sesuai tema yang diangkat mengenai Hari Santri, perlu diingat Hari Santri jatuh setiap tanggal 22 Oktober, yang tahun ini bertepatan pada besok, hari Sabtu, 22 Oktober 2022.

Berbicara mengenai Hari Santri, maka ini tidak terlepas dengan 'Resolusi Jihad' umat Islam yang terjadi pada 22 Oktober 2022.

Karenanya penetapan pada tanggal 22 Oktober ini terinspirasi dari peran para ulama dan perjuangan kaum santri melawan penjajah pasca-kemerdekaan. Presiden Joko Widodo, melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 menetapkan Hari Santri jatuh pada 22 Oktober.

Tokoh yang menyuarakan Resolusi Jihad ini salah satunya adalah KH. Hasyim Asyari, ia kakek dari Presiden Republik Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sekaligus pendiri Nahdlatul Ulama (NU).

Pada masa itu, perjuangan tidaklah mudah, karena setelah Indonesia merdeka tentara sekutu masih terus berusaha menjajah RI, dan hal ini sepertinya sudah terbaca oleh para ulama pesantren.

Para ulama pun sebenarnya sudah menyiapkan jauh-jauh hari kalau-kalau terjadi perang senjata saat Jepang menyerah kepada Sekutu.

Mengutip situs resmi NU Online, disebutkan bahwa terjadi kesepakatan diplomatik antara tentara sekutu dan KH. Hasyim Asyari yang saat itu menjabat sebagai Ketua Jawatan Agama (Shumubu) yang diwakilkan kepada anaknya KH Abdul Wahid Hasyim.

Masa itu, tentara Nippon Jepang menyampaikan gagasannya itu kepada Kiai Hasyim yang melalui berbagai pertimbangan, akhirnya menyetujui langkah Jepang tersebut, yakni Jepang akan memberikan pelatihan militer kepada para pemuda, di mana pemuda yang dimaksud adalah para santri.

Ini pula yang menjadi awal terbentuknya Laskar Hizbullah, yang turut dikobarkan semangatnya melalui Resolusi Jihad NU.

Di saat sejumlah orang memandang bahwa keputusan Kiai Hasyim merupakan simbol ketundukan kepada Jepang karena menyetujui para santri dilatih militer oleh Jepang. Namun di balik semua itu, guru para kiai di tanah Jawa ini ingin mempersiapkan para pemuda secara militer melawan agresi penjajah ke depannya.

Betul saja apa yang ada di dalam pikiran Kiai Hasyim, Jepang menyerah kepada sekutu. Namun Indonesia menghadapi agresi Belanda II.

Di saat itulah para pemuda Indonesia melalui Laskar Hizbullah, dan lain-lain sudah siap menghadapi perang dengan tentara sekutu dengan bekal gemblengan ‘gratis’ oleh tentara Jepang.

Martin van Bruinessen dalam NU: Tradisi, Relasi-Relasi Kuasa, Pencarian Wacana Baru (1994) menuliskan, pada tanggal 21 dan 22 Oktober 1945, wakil-wakil cabang NU di seluruh Jawa dan Madura berkumpul di Surabaya dan menyatakan perjuangan kemerdekaan sebagai jihad (perang suci) melawan penjajah.

Beberapa pentolan yang dikumpulkan K.H. Hasyim Asyari di dua hari itu adalah Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Bisri Syamsuri, dan para kiai lainnya. Mereka berkumpul di kantor PBNU, Bubutan, Surabaya.

Pertemuan itu turut dihadiri panglima Hizbullah, Zainul Arifin, dan forum pun menyepakati untuk mengeluarkan Resolusi Jihad yang secara umum berisikan dua kategori dalam berjihad.

Dua kategori jihad itu berbunyi:

"Berperang menolak dan melawan penjajah itu fardu ain [harus dikerjakan tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempuan, anak-anak, bersenjata atau tidak] bagi yang berada dalam jarak lingkaran 94 km dari tempat masuk dan kedudukan musuh. Bagi yang berada di luar jarak lingkaran tadi, kewajiban itu jadi fardu kifayah [yang cukup dikerjakan sebagian orang Islam saja]".

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Akhirnya pertempuran mencapai puncaknya di Surabaya pada 10 November 1945 yang saat ini diresmikan menjadi Hari Pahlawan Nasional.

Momen tersebut tidak terlepas dari pencetusan Fatwa Resolusi Jihad NU oleh KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Resolusi Jihad Kiai Hasyim Asy’ari menggerakkan seluruh elemen bangsa untuk mempertahankan kemerdekaan dari Agresi Militer Belanda kedua yang membonceng Sekutu.

Sebelumnya, pada 19 September 1945 banyak orang rela mati dalam peristiwa penyobekan bagian biru dari bendera Belanda di Hotel Yamato Surabaya.

Sebelum datang Brigade 49 Divisi India Tentara Inggris pimpinan Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby, kalangan santri merasa tentara asing akan datang dan perang tak bisa dihindarkan.

Di Surabaya yang panas pada akhir Oktober 1945, para kiai pun berkumpul. Mereka terus berkomitmen bagi kemerdekaan bangsa Indonesia dari segala bentuk penjajahan.

Orang-orang Pesantren yang mulanya bertujuan untuk belajar ilmu agama, dalam perkembangannya diajarkan nilai-nilai nasionalisme untuk berkhidmat kepada bangsa dan negara.

Karena itulah, pesantren kemudian menjadi wadah untuk melatih kesadaran kolektif untuk membangun cita-cita persatuan umat dan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Resolusi Jihad NU lantas melahirkan spirit perlawanan yang menggerakkan semangat "kaum bersarung" untuk terjun berpartisipasi angkat senjata melawan penjajah.

KH Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang dari Pesantren (2001) menjelaskan bahwa hampir bersamaan ketika terjadi perlawanan dahsyat dari laskar santri dan rakyat Indonesia di Surabaya pada 10 November 1945, rakyat Semarang mengadakan perlawanan yang sama ketika tentara Sekutu juga mendarat di ibu kota Jawa Tengah itu.

Dari peperangan tersebut, lahirlah pertempuran di daerah Jatingaleh, Gombel, dan Ambarawa antara rakyat Indonesia melawan Sekutu. Kabar pecahnya peperangan di sejumlah daerah tersebut juga tersiar ke daerah Parakan.

Dengat niat jihad fi sabilillah untuk memperoleh kemerdekaan dan menghentikan ketidakperikemanusiaan penjajah, Laskar Hizbullah dan Sabilillah Parakan ikut bergabung bersama pasukan lain dari seluruh daerah Kedu.

Pondok pesantren berubah menjadi markas perjuangan Hizbullah dan Sabilillah.

Sebagian besar kelompok santri dan rakyat di daerah itu, baik kalangan tua dan muda mempertaruhkan nyawa untuk kepentingan bangsa.

Setelah pertempuran 10 November 1945 berlalu, Resolusi Jihad NU terus digelorakan.

Dalam buku Jihad Membela Nusantara: Nahdlatul Ulama Menghadapi Islam Radikal dan Neo-Liberalisme (2007) disebutkan, KH Hasyim Asy'ari kembali menggelorakan semangat jihad di hadapan para peserta muktamar NU ke-16 di Purwokerto pada tahun 1946.

“Tidak akan tercapai kemuliaan Islam dan kebangkitan syariatnya di dalam negeri-negeri jajahan,” kata Kiai Hasyim Asy’ari.

Hadirin jamaah Jumat rahimakumullah,

Perjuangan ini merupakan kristalisasi dan wujud cinta tanah air bagian dari iman yang juga dicetuskan Kiai Hasyim Asy’ari. Perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara merupakan kewajiban agama.

Demikianlah khotbah Jumat hari ini, semoga apa yang disampaikan dapat kita ambil pelajaran dan hikmahnya.

Wassalamu'alaikum warahmatullaahi wabarakatuh.

Baca juga artikel terkait EDUKASI DAN AGAMA atau tulisan lainnya dari Dhita Koesno

tirto.id - Pendidikan
Penulis: Dhita Koesno
Editor: Addi M Idhom