Menuju konten utama
Pilgub Jawa Timur 2018

Khofifah dan Gus Ipul Untungkan Jokowi di Pilpres 2019

Khofifah maupun Gus Ipul yang menjadi pemenang Pilgub Jawa Timur 2018, keduanya sama-sama menguntungkan Jokowi dalam Pilpres 2019.

Khofifah dan Gus Ipul Untungkan Jokowi di Pilpres 2019
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf atau Gus Ipul menyerahkan sejumlah dokumen kepada Koordinator Divisi Pendaftaran, Administrasi dan Koordinasi Wilayah Desk Pilkada DPD Partai Demokrat Maskur di Surabaya, Senin (31/7). ANTARA FOTO/Moch Asim.

tirto.id - Bursa kandidat Pilgub Jawa Timur 2018 mulai panas setelah Khofifah Indar Parawansa memastikan diri maju sebagai salah satu kandidat calon gubernur. Perempuan kelahiran Surabaya ini akan bersaing dengan Saifullah Yusuf (Gus Ipul) yang pada Pilgub Jatim 2008 dan 2013 menjadi kompetitornya.

Sejauh ini, baik Khofifah maupun Gus Ipul sama-sama dinilai memiliki elektabilitas tinggi dan diprediksi bersaing ketat dalam Pilgub Jatim 2018. Keduanya juga telah mengantongi dukungan dari partai politik. PKB misalnya, menggandeng PDIP untuk mengusung Gus Ipul, sementara Golkar dan Nasdem telah resmi memberikan dukungan untuk Khofifah.

Namun demikian, peneliti Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menilai, siapapun di antara Khofifah dan Gus Ipul yang menjadi pemenang Pilgub Jawa Timur 2018, keduanya sama-sama menguntungkan Jokowi dalam Pilpres 2019.

“Pak Jokowi akan aman saja di 2019. Bu Khofifah dekat dengan Pak Jokowi, Gus Ipul juga didukung PDIP dan PKB,” kata Sirojudin saat dihubungi Tirto, Rabu (4/10/2017).

Atas pertimbangan itu, kata Sirojudin, maka tidak ada alasan bagi Presiden Jokowi untuk lebih condong ke salah satu kandidat, seperti halnya yang digembor-gemborkan Partai Golkar yang mengklaim bahwa Khofifah telah mendapat restu dari Jokowi.

“Saya kira, poinnya itu cara Golkar memainkan isu. Karena Pak Jokowi tidak bisa memberikan dukungan kepada orang per orang,” kata Sirojudin.

Dalam hal ini, Sirojudin menilai istilah restu pun tidak tepat untuk dimaknai sebagai dukungan politik Jokowi kepada Khofifah. Melainkan, kata dia, hal itu hanya sebatas izin dari Presiden Jokowi kepada Khofifah untuk mundur dari menteri sosial terkait keinginannya maju pada Pilgub Jatim.

“Kalau Pak Jokowi mencegah Khofifah tidak ikut Pilkada, dia salah. Karena menghalangi hak politik Khofifah,” kata Sirojudin.

Baca juga:

Kans Gus Ipul Lebih Besar

Sirojudin menilai peluang Gus Ipul memenangi Pilgub Jatim lebih besar. Sirojudin beralasan karena dukungan PDIP kepada Wakil Gubernur Jawa Timur itu dapat menambah suara dari golongan abangan, sementara suara NU terpecah dengan majunya Khofifah.

“Kekuatan ini lebih besar dibanding koalisi Golkar, Nasdem, dan Demokrat,” kata Sirojudin.

Peluang tersebut, kata Sirojudin, akan lebih kuat lagi apabila Walikota Surabaya, Tri Risma Harini bersedia menjadi calon wakil gubernur Jawa Timur mendampingi Gus Ipul.

Sirojudin menuturkan, Risma mempunyai kemampuan untuk mengkonsolidasikan basis abangan PDIP di akar rumput. “Ada memang nama Bupati Ngawi. Tapi menurut saya Risma lebih kuat basisnya,” kata dia menambahkan.

Hal tersebut, kata Sirojudin, setidaknya terkonfirmasi dari dari hasil survei yang dilakukan SMRC. Berdasarkan survei tersebut, elektabilitas Gus Ipul lebih unggul daripada Khofifah. “Hanya terpaut sedikit. Tapi Gus Ipul lebih unggul,” ujarnya.

Namun demikian, kata Sirojudin, Khofifah memiliki kekuatan yang tidak dipunyai Gus Ipul. Misalnya, secara struktural di NU, Khofifah masih tercatat sebagai Ketua PP Muslimat dan memiliki akses untuk mengkonsolidasikan kadernya di Jawa Timur.

“Tapi Gus Ipul punya PKB yang dekat dengan PBNU. Sekjen PBNU saja kader PKB,” kata Sirojudin.

Baca juga: Menilik Kans Khofifah di Pilgub Jawa Timur 2018

Berbeda dengan Sirojudin, peneliti SMRC lainnya, Arya Fernandez menilai Khofifah bukan lawan yang bisa dianggap enteng oleh Gus Ipul. “Dari dua kali kekalahan sebelumnya, Khofifah pasti banyak melakukan evaluasi. Selain itu dia juga menteri sosial," kata Arya saat dihubungi Tirto, Rabu.

Dalam hal ini, Arya menilai persaingan ketat akan terjadi di Pilgub Jatim mendatang, terutama dalam memperebutkan basis suara NU. “Menurut saya wakil dari tokoh non NU akan menentukan,” kata Arya.

Selain itu, kata Arya, sebagai calon perempuan, Khofifah bisa memenangkan sentimen gender pada kelompok pemilih dan hal itu lebih besar efeknya ketimbang figur perempuan yang maju sebagai cawagub.

"Di Pilkada hal semacam itu masih berpengaruh. Figur lebih berpengaruh daripada partai,” kata Arya.

Sebagai informasi, berdasarkan Peraturan KPU No. 9 tahun 2016 tentang Pencalonan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, syarat pertama bagi partai yang ingin mengusung calon sendiri adalah harus memiliki jumlah perolehan kursi di DPRD sebanyak 20 persen atau 25 persen perolehan akumulasi suara sah dalam pemilihan legislatif terakhir.

Berdasarkan data KPUD Jawa Timur, total kursi di DPRD sebanyak 100 kursi, antara lain: PKB (20 kursi), PDI Perjuangan (19 kursi), Gerindra (13 kursi), Demokrat (13 kursi), Partai Golkar (11 kursi), PAN (7 kursi), dan PKS (6 kursi). Sementara PPP hanya memiliki 5 kursi, Nasdem 4 kursi, dan terakhir Hanura 2 kursi.

Artinya, melihat data perolehan kursi di DPRD Jawa Timur, maka Gus Ipul yang mendapatkan dukungan dari PKB dan PDIP telah memenuhi 20 persen suara untuk maju Pilgub Jatim. Sementara, Khofifah baru mendapatkan dukungan dari Golkar (11) dan Nasdem (4) dan masih butuh tambahan kursi lagi untuk bisa bertarung pada Pilgub Jatim mendatang.

Baca juga: PDIP Siapkan 4 Nama untuk Dampingi Gus Ipul di Pilgub Jatim

Baca juga artikel terkait PILGUB JATIM 2018 atau tulisan lainnya dari Abdul Aziz

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz