tirto.id - Khatib salat Iduladha Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) menyebut golongan putih (golput) saat pemilu adalah hal yang haram. Hal tersebut disampaikan khatib Cholil Ridwan di masjid Al Fuqran, Jalan Kramat Raya.
"Golput itu haram, dari mimbar Iduladha ini saya mengatakan agar umat Islam harus niat ikut pileg dan pilpres, fardhu a'in, ini wajib," kata Cholil di masjid Al Fuqran, Jakarta, Selasa.
Pukul 07.07 WIB ratusan umat mengikuti salat Iduladha yang dipimpin oleh Imam Hasbullah Fachri. Jemaah yang terlambat bahkan mengikuti salat Id gelombang kedua yang berlokasi di lantai 3 masjid pada pukul 08.00 WIB.
"Umat Islam dihadapkan dua pilihan menang atau kalah. Umat Islam wajib meneladani dakwah dalam politik ketimbang yang lainya karena politik adalah lokomotif yang menarik gerbong-gerbong dakwah, syariah ukuwah, umat Islam tidak boleh pasif," ujar Cholil.
Cholil meminta agar umat Islam melek politik dengan memasukkan mata pelajaran politik maupun ajaran syariah dan kitab kuning ke dalam kurikulum lembaga pendidikan Islam maupun pesantren.
"Haram hukumnya untuk golput, kita wajib mengawal ketat pileg dan pilpres dari ketidakadilan. Jadikan pileg dan pilpres sebagai ibadah, dengan membaca bismillah pilihkan capres dan caleg yang membela Islam," ungkap Cholil.
Cholil juga berpesan agar umat memilih pemimpin yang diusulkan ijtima ulama.
"Dari mimbar Iduladha ini saya katakan, pilihlah pemimpin yang dipilih oleh ijtima ulama, pilihlah pemimpin yang dipilih ulama. Allah tidak mengubah nasib umat Indonesia kalau tidak diubah oleh umat Islam itu sendiri," kata Cholil.
Bila umat Islam miskin-miskin, kata dia, maka bangsa Indonesia juga akan miskin, bila umat Islam bodoh-bodoh, maka bangsa Indonesia juga bodoh karena umat Islam adalah mayoritas di Indonesia.
"Umat islam di Indonesia mayoritas, tapi mayoritas yang tidak berkualitas, tidak dapat berbuat banyak untuk urusan bangsa, negara, agama dan umat Islam sendiri," tambah Chotib.
Istilah golput baru muncul menjelang Pemilu yang dihelat pada 5 Juli 1971. Pemilu itu adalah pesta demokrasi pertama di era Orde Baru.
Pada kemunculan pertamanya, istilah golput relatif merujuk sesuatu yang lebih spesifik. Menurut Ekspres edisi 14 Juni 1971, golput adalah sebuah gerakan untuk datang ke kotak suara dan menusuk kertas putih di sekitar tanda gambar, bukan gambarnya. Hal itu akan mengakibatkan suaranya jadi tidak sah, dan tak dihitung. Jadi, para pemilih tetap pergi ke bilik suara. Tidak pasif.
Gerakan ini dikumandangkan para pemuda dan mahasiswa yang memprotes penyelenggaraan Pemilu 1971. Mereka mendeklarasikan gerakan ini pada awal Juni 1971, sebulan sebelum pemilu pertama Orba itu. Kelompok pemuda ini juga membuat semacam simbol golput bikinan seniman Balai Budaya.
Sekarang golput cenderung diartikan secara plastis dan lentur. Kadang mereka yang tidak menggunakan hak pilihnya karena alasan-alasan apolitis, seperti memilih berlibur, dipersamakan dengan mereka yang dengan kesadaran politis tertentu memilih tidak datang ke TPS atau datang ke TPS tapi merusak kertas suara.
Penulis: Dipna Videlia Putsanra
Editor: Sarah Rahma Agustin (Magang)