tirto.id - Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, mempertanyakan kinerja Fraksi PDIP DPR RI mengenai revisi Undang-Undang Mahkamah Konstitusi (MK) yang lolos pembahasannya di DPR RI. Menurutnya, revisi UU MK tidak benar secara prosedural dan dilakukan secara diam-diam di masa reses.
"Lalu bayangkan dong pakai revisi UU MK yang menurut saya prosedurnya saja tidak benar. Tiba-tiba di masa reses," kata Megawati dalam pidato pembukaan Rakernas-V PDIP di Kawasan Ancol, Jakarta Utara, Jumat (24/5/2024).
Megawati menanyakan kepada Ketua Fraksi PDIP DPR RI, Utut Adianto, mengenai produk legislasi tersebut. Menurutnya, hal itu terjadi saat putrinya yang juga menjabat Ketua DPR RI, Puan Maharani, melakukan kunjungan kerja ke luar negeri.
"Lalu saya tanya beliau, ini apa sih? Mbak Puan lagi pergi. Yang saya bilang ke Meksiko," kata dia.
Ia menyebut saat ini MK telah menjadi alat kekuasaan dan diintervensi demi kepentingan politik sesaat. Megawati mengingat putusan MK nomor 90 yang menyebabkan Gibran Rakabuming Raka menjadi calon wakil presiden di Pilpres 2024.
"Mengapa [MK] bisa dintervensi oleh kekuasaan. Nampak jelas melalui keputusan terhadap perkara nomor 90 yang menimbulkan begitu banyak antipati karena ambisi kekuasaan, sukses mematikan etika moral dan hati nurani hingga tumpang tindih kewenangan," ungkapnya.
Megawati menambahkan, dalam negara dengan iklim politik seperti di Indonesia, seharusnya hanya ada satu lembaga yang mengurusi legislasi, yakni DPR RI. Ia mengkritisi banyaknya langkah judicial review yang disalahgunakan lewat MK.
"Dengan demikian setiap penambahan materi muatan undang undang harusnya hadir melalui proses legislasi di DPR RI, bukan melalui judicial review di MK sebagaimana terjadi akhir-akhir ini," ujarnya.
Selain mengenai revisi UU MK yang menurutnya dilakukan secara serampangan, Megawati juga menyoroti revisi UU Penyiaran yang membatasi kebebasas pers dan demokrasi.
Menurutnya, produk perundang-undangan tersebut dapat membatasi kerja-kerja jurnalis dalam melakukan investigasi masalah di akar rumput.
"Makanya saya selalu mengatakan, kamu tuh ada Dewan Pers loh, lalu harus mengikuti yang namanya kode etik jurnalistik. Kok nggak boleh ya investigasinya," kata dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Irfan Teguh Pribadi