tirto.id - Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) Willy Aditya menyatakan rancangan aturan itu akan mencakup isu kekerasan seksual di dunia digital.
“Dalam (dunia) digital, kami melakukan sinkronisasi dengan Undang-Undang Pornografi dan Undang-Undang ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik),” kata Willy Aditya, Kamis (22/7/2021).
Willy mengatakan langkah sinkronisasi yang dilakukan adalah menambahkan poin-poin yang belum diatur dalam UU Pornografi maupun UU ITE. Poin-poin ini masih dalam proses peninjauan oleh Panja untuk mencegah terjadinya tumpang-tindih antara satu peraturan dengan peraturan yang lainnya.
“Kita hidup sudah bertransformasi ke era digital. Maka kemudian, kekerasan seksual juga terjadi di (dunia) digital,” ujarnya.
Terlebih, kata dia, munculnya fenomena-fenomena prostitusi dalam jaringan (daring) yang juga melibatkan anak di bawah umur.
Berdasarkan buku panduan Kekerasan Berbasis Gender Online yang disusun oleh Kusuma dan Arum (2020), terdapat enam aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai jenis kekerasan yang dilakukan secara daring, yaitu: pelanggaran privasi, pengawasan dan pemantauan, perusakan reputasi, online harassment, ancaman dan kekerasan, serta community targeting.
Menurut Willy, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) masih belum cukup untuk menjadi payung hukum dalam memproses kekerasan seksual yang terjadi secara terperinci, sehingga dibutuhkan RUU PKS untuk menutup kekurangan-kekurangan tersebut.
Willy juga menambahkan bahwa sinkronisasi yang dilakukan dalam penyusunan RUU PKS tidak hanya pada bidang digital, namun juga pada produk-produk hukum lainnya.
“Kami juga melakukan sinkronisasi dengan KUHP, Undang-Undang KDRT, dan Undang-Undang Perkawinan,” katanya memaparkan.
Lebih dari delapan tahun, RUU PKS masih berada dalam proses diskusi dan belum disetujui untuk disahkan dalam forum legislatif. Sementara kasus kekerasan seksual di Indonesia terus meningkat. Pada tahun 2020 tercatat 2.945 kasus kekerasan seksual yang menimpa perempuan di ranah publik dan pribadi.
Untuk itu, Willy menekankan pentingnya memperjuangkan RUU PKS sebagai respons dari pemerintah atas situasi darurat kekerasan seksual, sebagaimana yang telah diserukan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.
Willy menyatakan bahwa Panja akan berupaya semaksimal mungkin untuk mengesahkan RUU PKS di tahun 2021. “Kami tidak boleh menutup mata tentang ancaman kekerasan seksual pada perempuan, anak, dan laki-laki,” kata dia.
Penulis: Gilang Ramadhan
Editor: Gilang Ramadhan