tirto.id - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengungkapkan keinginannya mengubah sistem pemilihan presiden kembali dilakukan oleh MPR. Menurutnya, sistem pemilihan langsung seperti Pemilu 2019 justru lebih banyak kerugian.
"Saya pribadi sudah menghitung secara kalkulasi politik kalau ini dipertahankan akan banyak mudaratnya dari pada manfaatnya," kata Bambang di kawasan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat pada Jumat (9/8/2019).
Calon Ketua Umum Golkar ini mengaku sering mendapat masukan senada. Menurutnya, banyak yang resah lantaran sistem pemilihan presiden secara langsung riskan merusak persatuan dan juga berbiaya besar. Kendati begitu, ia tidak menyebut siapa orang yang memberinya masukan itu.
Untuk itu, ia berharap wacana pemilihan presiden oleh MPR bisa didiskusikan oleh publik sehingga bisa didengar bagaimana pendapat masyarakat soal ini.
"Apakah ada dukungan dari publik? Kalau publik menghendaki kembali ke MPR, maka mau tidak mau kita amandemen UUD 1945 ini," ujar Bambang.
Bambang menilai, idenya ini sudah memiliki landasan filosofis yakni sila keempat Pancasila. Menurutnya, sejak awal memang para pendiri bangsa menginginkan pemilihan presiden dilakukan secara musyawarah bukan pemilihan langsung.
Namun, ia juga mengakui pasti akan ada tentangan akan hal ini, baik itu dari dunia internasional atau lembaga-lembaga swadaya masyarakat pro-demokrasi.
"Tapi menurut saya, harusnya kita bersikap tidak ada urusan. Kita harus mengedepankan kepentingan bangsa," katanya.
Sebelumnya, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) AM Hendropriyono juga mengusulkan jabatan presiden kembali dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), tak lagi langsung oleh rakyat. Usulan ini ia sampaikan saat menyambangi Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
"Menurut saya kalau mau konsekuen pemilihan itu harus dikembalikan ke MPR. Kalau enggak, rakyatnya juga jadi rusak mentalnya," kata Hendro.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Alexander Haryanto