tirto.id - September tahun lalu, seorang mahasiswi musik bernama Jessy McCabe terkejut setelah melihat tak ada satu pun komposer wanita yang berada di antara 63 komposer, dalam sebuah silabus A-level musik, sebuah program akademik yang disusun Edexcel, Inggris, untuk pembelajaran musik.
Ia merasa heran, padahal komposer perempuan abad ke-19 seperti Clara Schumann dan Barbara Strozzi tak kalah hebat dibanding komposer laki-laki lain.
Melihat hal itu, McCabe mulai berkeluh kepada sesama mahasiswa Edexcel. Namun, ia tak kunjung mendapatkan tanggapan. Akhirnya McCabe berinisiatif menyampaikan langsung kepada Edexcel dan mendapat jawaban yang cukup mengejutkan.
"Mengingat bahwa komponis perempuan tidak menonjol dalam tradisi klasik barat, akan ada sangat sedikit komponis perempuan yang bisa dimasukkan,” jelas Edexcel dikutip dari Musicases.com.
McCabe berang dan kembali menjawab, komponis perempuan tidak dikenal layaknya komponis laki-laki, karena jarang dipejalari di bangku sekolah.
Ia juga mengatakan, program BBC Radio 3 berhasil memutar seluruh lagu komposer perempuan selama satu hari penuh sebagai penghormatan Hari Perempuan Internasional. Edexcel pun seharusnya bisa memilih satu dari sekian banyak komposer wanita untuk dipelajari ke dalam silabus A-level musik. Namun, ketika keluhannnya tak kunjung didengar. Pada September 2015 silam, McCabe mulai melangkah jauh dengan cara meluncurkan petisi online.
Usahanya mulai tampak. Salah satu pendukung petisi berkomentar: “Sebagai dosen musik saya sering amati bahwa siswa tahu sedikit dari tubuh besar musik dan membuat asumsi seperti Edexcel bahwa perempuan tidak terlibat di Western Art Music sebagai komposer.” katanya dikutip dari Daily Mail.
Sementara pendukung lain mengatakan: "Aku menandatangani karena sebagai seorang pendidik dan orang tua dari anak perempuan, saya ingin mereka mempelajari dan terinspirasi oleh perempuan besar sesering mereka tentang dan oleh orang-orang besar."
Terkait dengan petisi itu, McCabe bahkan mengakui beberapa gadis yang menandatangani tidak menyadari jika perempuan bisa menjadi seorang komposer.
Setelah berhasil menarik 3.300 tanda tangan, ia menerima permintaan maaf pribadi dari Mark Anderson, direktur perusahaan induk Edexcel. Anderson akhirnya menyanggupi permintaan McCabe.
Diskriminasi Komposer Perempuan
Apa yang terjadi pada Edexcel hanyalah satu dari sekian banyak kasus diskriminasi komposer perempuan. Seorang jurnalis musik, Ivan Hewett menulis di Telegraph mengatakan, betapa rendahnya proporsi pemain perempuan dibanding laki-laki di dunia orkestra. Dari beberapa orkestra, hanya beberapa konduktor kepala perempuan.
Streotipe gender benar-benar buruk dan telah mengakar. Dalam satu kasus, Gillian Moore, seorang Kepala Musik Klasik di Southbank Centre, pernah mengingatkan tentang konduktor laki-laki Rusia yang mengumumkan bahwa perempuan yang menjadi konduktor hanyalah melawan kodrat alamnya sebagai wanita.
Begitu juga saat pianis jazz dan komposer Carla Bley memulai tur sebagai pemimpin band di tahun delapan puluhan. Ia terpaksa harus menyaksikan botol bir dan buah beterbangan, bersama dengan teriakan: "Kembalilah ke dapur!"
Alex Ross, seorang kritikus musik klasik juga menulis hal yang sama di The New Yorker. Ia menyoroti mengenai kurangnya perwakilan perempuan di jajaran konduktor terkemuka, serta kekuasaan laki-laki yang begitu tertanam dalam mitologi konduktor yang masih sering terjadi.
Selain itu, Harriet Langley, seorang pemain biola juga menulis di sebuah journal Hear Here. Melalui tulisan berjudul “Gender Discrimination In The Classical Music World” itu, Harriet memaparkan dunia musik klasik terus didominasi oleh laki-laki.
Ia mengatakan, meskipun jumlah antara laki-laki dan perempuan relatif sama di sekolah-sekolah musik besar, tapi faktanya perempuan masih susah menembus sebuah posisi penting layaknya laki-laki.
Harriet mengatakan, persoalan itu bukan semata-mata kebencian terhadap wanita, tetapi lebih kepada urusan bisnis. Industri musik klasik seolah-olah tidak mau menerima hal-hal baru semacam, hadirnya konduktor perempuan, konduktor muda, musik baru, hingga gaun konser pasca-1900.
Keengganan untuk melepaskan tradisi ini juga membuat sebagian dari mereka kesulitan menerima karya-karya kontemporer dan bahkan memandang rendah. Mereka menganggap karya itu sebagai suara yang tidak layak bergabung dengan jajaran musik besar dari abad-abad terakhir.
Keengganan ini juga berasal dari kenyataan historis, dimana laki-laki terus mendominasi dan perempuan tidak pernah memiliki peran dalam setiap aspek dunia musik klasik profesional, seperti menjadi komposer, pemain orkestra, konduktor, manajer, agen, dan penyelenggara konser.
Dalam satu kasus, komposer wanita seperti Maria-Magdalena Bach dan Clara Schumann, bahkan disambut dengan skeptis dan harus berjuang agar musiknya didengar dan dimainkan. Bahkan, banyak diantara orang-orang yang berpendapat bahwa penerimaan itu hanya berdasarkan ketenaran dan jenius suami mereka.
Rose, seorang musikologi juga mengungkapkan di Autostraddle, setiap bidang seni memang mengurangi prestasi perempuan, terutama di bidang musik klasik. Hal itu juga terjadi di saat ada banyak komponis perempuan yang mampu menciptakan karya hebat.
Ketika mempelajari musik klasik di perguruan tinggi, dia masih mendapatkan orang yang merasa heran melihat wanita mempelajari musik klasik: "Wow, seorang perempuan menulis musik klasik! Saya belum pernah mendengar tentang itu!”
Diskriminasi benar-benar terjadi. Menurut laporan Classic FM, komposer Suby Raman melihat adanya ketidaksetaraan gender dalam 20 orkestra terbesar di Amerika. Dari 1.833 musisi yang ada, 63 persen laki-laki dan 37 persen diisi oleh perempuan. Hanya satu orkestra yang dianalisis memiliki lebih banyak perempuan, yakni St Louis Symphony.
Komposer Perempuan
Melihat begitu banyaknya paparan atas dominasi laki-laki dalam musik klasik, bagaimana peran komposer perempuan dalam sejarah musik klasik?
Dilaporkan oleh Classical-music.com, setidaknya ada beberapa komposer wanita yang tercatat dalam sejarah, mereka antara lain: St. Hildegard von Bingen, Francesca Caccini, Barbara Strozzi, Elisabeth Jacquet de La Guerre, Duchess Anna Amalia of Brunswick-Wolfenbüttel. Sementara nama lain Louise Farrenc, Fanny Mendelssohn, Clara Schumann, Ethel Smyth, Ruth Crawford Seeger.
Salah satu tokoh musik paling dominan adalah kepala biara Jerman St. Hildegard von Bingen (1098-1179). Ia adalah Kepala Biara, penyair, dramawan, herbalis, dan komposer. Hildegard menonjol dalam sejarah musik sebagai seniman mengendalikan zamannya. Semasa hidup, ia telah menyumbangkan 80 karya termasuk drama moralitas Ordo Virtutum.
Selain itu adapula Barbara Strozzi (1619-1677). Ia adalah salah satu penyanyi paling terkenal abad ke-17. Dia adalah komposer wanita paling produktif dan terkenal karena bakat komposisinya yang puitis. Hampir tiga perempat dari karya-karyanya dicetak untuk vokal soprano, tapi dia juga menerbitkan karya untuk suara lainnya.
Clara Schumann (1819-1896). Clara adalah istri dari komposer terkenal Robert Schumann, ia melakukan konser pertamannya pada 8 November 1830 di Leipzig, Jerman. Clara juga telah menelurkan banyak karya, antara lain: 9 Caprices en forme de valse, Romance variée dan Valses romantiques.
Sementara komposer wanita yang cukup diperhitungkan saat ini adalah Marin Alsop. Wanita kelahiran 16 Oktober 1956 ini adalah seorang konduktor, pemain biola serta merangkap sebagai direktur musik di Baltimore Symphony Orchestra dan musik direktur São Paulo State Symphony Orchestra.
Pada 2009, Alsop merilis album Mass karya Leonard Bernstein dan memperoleh nominasi Grammy untuk Album Klasik Terbaik. Pada tahun 2010, rekamannya bersama London Philharmonic Orchestra dan solois Colin Currie berhasil memenangkan Grammy Award untuk kategori Best Classical Contemporary Composition.
Faktanya, para sosok perempuan pernah memiliki peran dalam dunia musik klasik, wajar saja jika Jessy McCabe menggugat Edexcel yang akhirnya menuai keberhasilan dari apa yang diperjuangkannya. Komposer perempuan memang layak mendapatkan tempatnya.
Seperti kata Mark Anderson, direktur perusahaan Edexcel kepada The Guardian: "Kami telah memperbarui musik kami dan spesifikasi A-level untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik dari komposer wanita dan pria. Kami mengambil umpan balik dari Jessy dan berbagai ahli untuk memastikan kami menemukan keseimbangan yang tepat. Jessy layak menerima pengakuan dan selamat untuk kampanye yang sukses."
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Suhendra