tirto.id - Hidrasi yang sehat berpengaruh terhadap hampir semua aspek kehidupan manusia. Itulah sebabnya kebutuhan tubuh akan air begitu penting dipenuhi. Selain air putih, ada pilihan lain untuk memenuhi kebutuhan harian tubuh kita, yakni mengonsumsi teh.
Meskipun tradisi minum teh bukan berasal dari Indonesia, teh sudah cukup lama menjadi “minuman pokok” masyarakat. Ia sobat relaksasi yang sekaligus punya fungsi sosial: pelengkap kegiatan bertamu, mengobrol, berdiskusi. Pendek kata, teh merupakan minuman pengakrab diri.
Nuran Wibisono, dalam laporannya, menjelaskan: “Sejak dikonsumsi oleh Dinasti Tang di Tiongkok pada Abad ke-8, teh kini menjadi minuman yang digemari di dunia, termasuk di Indonesia. Jika awalnya digunakan sebagai bahan pengobatan, kini teh menjadi minuman yang identik dengan gaya hidup, juga minuman yang dikonsumsi sama banyak dengan air putih. Demi kemudahan konsumsi, teh pun hadir dalam beragam kemasan dan olahan, mulai dari teh bubuk, teh seduh, hingga teh botol.”
Seiring meningkatnya popularitas teh, minuman ini tidak lagi hanya disediakan dalam cangkir, tapi juga dalam kemasan yang praktis dibawa ke mana pun. Berdasarkan data Nielsen Indonesia, sepanjang Januari sampai Agustus 2019, penjualan teh kemasan mencapai Rp12,37 triliun; meningkat dibandingkan periode yang sama pada 2017 dan 2018.
Kesegaran Alami dalam Genggaman
Manfaat dan kebaikan teh kerap kali berbenturan dengan anggapan bahwa minuman berwarna tidak cukup sehat karena memiliki kandungan lain yang berisiko bagi tubuh, seperti: pewarna buatan, perisa, pemanis, hingga pengawet. Padahal, tidak semua minuman menggunakan bahan-bahan yang disebutkan, apalagi minuman teh kemasan.
Cara paling mudah untuk mengeceknya adalah dengan membaca label kemasan sebelum membeli suatu produk, terutama soal komposisi dan informasi nilai gizi. Ironisnya, survei BPOM pada 2013 menunjukkan informasi nilai gizi justru paling kurang diperhatikan oleh konsumen; sedangkan informasi ini penting untuk menakar asupan harian, selain memastikan ada-tidaknya bahan-bahan berisiko di atas.
Seiring dengan kemajuan teknologi sterilisasi seperti UHT, hot-filling, retort, dan aseptic filling, bahan pengawet pada minuman kemasan pun mulai tergantikan. Produsen minuman memiliki kebebasan untuk memilih teknologi yang sesuai dengan target kualitas, sekaligus biaya yang dibutuhkan.
Perusahaan teh terkemuka asal Jepang, Ito En, memilih teknologi aseptic filling—pengemasan produk pangan steril ke dalam kemasan steril di ruangan bersuhu 25° yang juga telah disterilkan—untuk mengemas Oi Ocha di Indonesia. Oi Ocha sendiri merupakan merek minuman teh hijau premium dalam kemasan botol yang terbuat dari daun teh hijau terbaik Jepang. Teknologi ini dipilih agar aroma dan rasa tetap terjaga sampai di tangan konsumen.
Minuman teh kemasan menjadi primadona karena nilainya yang praktis, namun sekaligus sensitif bila dikaitkan dengan isu kesehatan. Indonesia sendiri merupakan pasar besar bagi produk minuman ringan dan minuman energi. Di sektor tersebut, permintaan tumbuh sekitar 8 hingga 10% setiap tahun. Total penjualan bahkan diperkirakan mencapai Rp180 triliun pada 2019, atau sekitar 39 liter per kepala. Sebuah riset yang dipublikasikan The Conversation mengungkap kelompok berpenghasilan tinggi menghabiskan 27 kali lebih banyak minuman manis dibandingkan dengan yang berpenghasilan rendah.
Meski terbilang kecil dibandingkan dengan asupan kalori dari karbohidrat (51,4%), lemak (34,2% persen), dan protein (14,5% persen), asupan kalori dari minuman manis (6,5%) yang berlebihan dapat meningkatkan risiko kerusakan gigi, kemunculan penyakit degeneratif, hingga memicu gangguan metabolik yang mengarah pada obesitas dan diabetes.
“Pola konsumsi gula sudah cukup mengkhawatirkan dan harus ditindaklanjuti,” kata Ketua Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI) DKI Jakarta, dr.Elvina Karyadi M.Sc., Ph.D., SpGK. Ia merekomendasikan agar masyarakat mulai memerhatikan keseimbangan asupan dan keluaran kalori dalam tubuh untuk meminimalisasi risiko penyakit akibat pola konsumsi yang keliru.
Berita bagusnya, tak semua minuman kemasan mengandung gula. Sejak didirikan pada 1966, Ito En melihat budaya minum teh hijau tanpa gula di Jepang sebagai warisan budaya arif yang perlu dibagikan ke seluruh dunia. Dengan komitmen terus memperdalam seni menjaga hasil panen teh dalam kondisi terbaik—demi mempertahankan keutuhan semua khasiat baik teh dan kesegaran cita rasa alaminya—secara konsisten Ito En mendukung gaya hidup sehat di masyarakat mana pun. Bukankah tanpa pemanis, hidup kita sudah cukup “manis”?
Teman Hidup yang Berkualitas
Keputusan untuk memilih produk berkualitas ada pada tangan konsumen. Seperti disinggung di atas, dengan membaca komposisi dan informasi nilai gizi pada kemasan, konsumen sekarang bisa lebih kritis dan bijak memilih minuman kemasan yang bukan sekadar nikmat, tapi juga aman dikonsumsi dan bermanfaat bagi kesehatan. Semua produk teh kemasan Ito En di Indonesia bebas dari gula dan bahan-bahan kimia yang membahayakan tubuh. Artinya, ini seperti minum air putih ditambah “bonus” seluruh khasiat teh dan cita rasanya yang nikmat.
Teh hijau kaya akan khasiat untuk kesehatan. Kandungan katekin, antioksidan alami dalam teh hijau, bisa mencegah radikal bebas, menurunkan kolesterol dalam darah dan lemak tubuh. Teh hijau juga mengandung kafein yang dapat menghilangkan rasa kantuk dan menyegarkan tubuh. Selain itu, tanaman yang dalam ungkapan Latin disebut Camellia sinensis ini juga memiliki unsur asam amino yang disebut L-theanine. Zat yang hanya ada di teh hijau tersebut mampu memberikan efek relaksasi dengan menstimulasi gelombang otak alpha, sehingga membantu meningkatkan kualitas tidur.
Meskipun sama-sama mengandung kafein, mengonsumsi teh hijau di malam hari relatif lebih aman dibandingkan dengan mengonsumsi kopi di waktu yang sama karena adanya efek relaksasi dari theanine. Jadi, layaknya air putih, produk teh hijau Ito En dalam kemasan yang alami dan bebas gula ini bisa diminum kapan pun dan di mana pun.
Kisah sukses Ito En di Jepang dimulai ketika perusahaan “nekat” masuk ke pasar minuman kemasan yang kala itu didominasi oleh minuman yang manis. “Kenekatan” ini berbuah manis karena Ito En, dalam kurun waktu beberapa tahun saja, berhasil mengubah paradigma orang Jepang dalam mengonsumsi minuman dari yang serba-manis menjadi yang tidak manis. Capaian tersebut sekaligus menempatkan Ito En sebagai perusahaan teh nomor 1 di Jepang selama beberapa dekade. Sampai sekarang.
Berbekal semangat dan “kenekatan” yang sama, Ito En berharap dapat turut serta ambil bagian menyehatkan masyarakat Indonesia. Sejak 2013, Ito En telah hadir di Indonesia dan bekerja sama dengan PT Ultrajaya Milk Industry & Trading Company Tbk. Keduanya punya komitmen memberikan produk berkualitas tinggi tanpa kompromi.
Saat ini, produk-produk teh Ito En tersedia di supermarket premium dan convenient store di beberapa kota besar—Jabodetabek, Bandung, Bali, Surabaya, Medan, dan Pekanbaru—serta bisa dibeli di sejumlah vending machine maupun secara online. Seiring dengan bertambahnya populasi orang Indonesia yang ingin hidup lebih sehat, Ito En Indonesia berharap bisa meningkatkan distribusi produk-produknya ke wilayah yang lebih luas lagi.
Jika William Ewart menyebut teh sanggup menghangatkan sekaligus mendinginkan, menghibur sekaligus menenangkan; Ito En lebih dari itu. Ia hadir untuk membantu orang-orang mendapatkan hidup yang lebih sehat dan berkualitas.
(JEDA)
Penulis: Tim Media Servis