tirto.id - Minum susu pada awalnya bukan menjadi kebiasaan bagi kebanyakan masyarakat Indonesia. Namun, seiring berkembangnya kesadaran akan kebutuhan nutrisi demi kesehatan termasuk untuk tumbuh kembang anak, tidak sedikit orang Indonesia yang mulai menjadikan aktivitas minum susu sebagai rutinitas. Lantas, bagaimana sejarah susu dan data konsumsi susu di Indonesia?
Banyak kebaikan yang terdapat di dalam susu, seperti salah satunya susu pertumbuhan. Susu pertumbuhan menjadi salah satu sumber nutrisi terpenting bagi tumbuh kembang anak dan memiliki manfaat lebih daripada jenis susu lainnya. Di dalam segelas susu fortifikasi terkandung berbagai macam nutrisi yang diperlukan untuk mendukung pertumbuhan serta perkembangan anak.
Di Indonesia, riwayat konsumsi susu punya sejarah panjang dan telah melahirkan beberapa produsen susu legendaris yang tetap berdiri tegak sampai saat ini. Data juga menunjukkan bahwa tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia dari masa ke masa relatif mengalami peningkatan kendati belum terlalu signifikan.
Sejarah Konsumsi Susu di Indonesia
Sejarah susu di Indonesia, khususnya industri susu, setidaknya dapat dibagi menjadi tiga periode utama, yakni periode pengembangan sebelum tahun 1980, kemudian periode peningkatan populasi yang cepat dari tahun 1980 hingga 1997, serta periode stagnasi mulai tahun 1997 hingga saat ini.
Dikutip dari buku Beternak Sapi Perah (1974) yang diterbitkan oleh Yayasan Kanisius, usaha pemerahan susu sapi di Nusantara mulai dikenal sejak abad ke-17 bersamaan dengan datangnya orang-orang dari Belanda. Kala itu, sapi- sapi khususnya sapi perah mulai didatangkan untuk memenuhi kebutuhan asupan gizi tentara Belanda yang ditugaskan di Hindia Belanda atau Indonesia.
Menjelang abad ke-20, susu sapi di Indonesia semakin dikenal lantaran mulai berkembangnya industri susu lokal. Konsumsi susu sapi di tanah air relatif meningkat walaupun masih dalam taraf yang rendah. Hanya orang-orang pribumi dari kalangan tertentu, misalnya kaum priyayi (bangsawan) atau kaum terpelajar, yang mencoba minum susu, meniru kebiasaan orang-orang Belanda.
Kebanyakan masyarakat Indonesia kala itu terbiasa minum kopi hitam atau teh untuk keseharian dan cenderung menghindari alias asing dengan produk Barat termasuk olahan susu seperti keju atau mentega. Selain itu, faktor pendidikan dan pemahaman informasi juga berpengaruh. Saat itu, masih amat sedikit orang lokal yang mengerti bahwa susu mengandung banyak manfaat untuk kesehatan.
Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945 dan Kementerian Kesehatan terbentuk untuk pertama kalinya, salah satu yang menjadi perhatian adalah masalah gizi buruk atau malnutrisi. Gizi buruk melanda akibat kondisi kurang ideal berkepanjangan yang dialami rakyat Indonesia.
Menurut tulisan M. Fazil Pamungkas berjudul "Stunting dan Sejarahnya di Indonesia" yang dimuat di laman Historia (17 Mei 2019), pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), tidak ada sedikitpun ruang untuk pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia.
Maka, setelah Indonesia merdeka, Kementerian Kesehatan berupaya untuk segera mengatasi persoalan gizi buruk tersebut. Namun, usaha ini tidak mudah karena kondisi dalam negeri kala itu yang belum stabil akibat kembalinya pasukan Belanda ke Indonesia dan kemudian berlanjut dengan rangkaian polemik internal yang mengancam disintegrasi bangsa.
Situasi mulai membaik usai pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia pada akhir tahun 1949. Tak lama kemudian, yakni pada 1950, dibentuklah Lembaga Makanan Rakyat (LMR) yang bertugas merintis berbagai program gizi nasional, seperti penyuluhan, penanggulangan, dan pendidikan untuk para ahli gizi.
Pada 1951, LMR mendirikan Sekolah Juru Penerang Makanan untuk menghasilkan ahli-ahli gizi di tanah air. Demi mempercepat program kerja LMR, pada 1954 dicetuskan slogan "4 Sehat 5 Sempurna" yang terdiri dari makanan pokok, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan, serta susu.
Sejalan dengan itu, industri susu dalam negeri pun mulai berkembang. Perusahaan atau produsen susu nasional yang berperan sebagai perintis di masa itu adalah Naamloze Vennootschap atau NV (nantinya setara dengan Perseroan Terbatas atau PT) Saridele, cikal-bakal Sarihusada, yang dibangun di Yogyakarta.
A.M Lilik Agung melalui buku berjudul CEO Wisdom: Belajar dari 26 Pemimpin Asli Indonesia (2011) menuliskan, berdiri pertama kali tahun 1954, PT Sarihusada atau yang saat itu bernama NV Saridele merupakan pabrik susu pertama yang asli dimiliki Indonesia. Jika dicermati, NV Saridele lahir pada tahun yang sama dengan tercetusnya slogan “4 Sehat 5 Sempurna”.
NV Saridele berawal inisiatif dari pemerintah Indonesia kala itu yang bekerjasama dengan dua badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yakni United Nations Children's Fund (UNICEF) dan Food and Agriculture Organization (FAO). Dikutip dari Almanak Pertanian 1954 (hlm. 281), Saridele dari Indonesia mempunyai formula yang hampir sama dengan susu sapi. Jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara lainnya seperti Thailand atau Filipina, Indonesia persiapannya sudah lebih jauh dengan mendirikan pabrik susu Saridele atas bantuan UNICEF dan FAO.
Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Sukarno sempat keluar dari keanggotaan PBB pada awal tahun 1965. Sebagai konsekuensinya, sejak saat itu PBB tidak menyalurkan bantuan lagi kepada Indonesia, Saridele pun terkena imbasnya. Maka, dimulailah usaha-usaha untuk menghasilkan susu sendiri.
Arsip Departemen Penerangan RI bertajuk 20 Tahun Indonesia Merdeka Volume 4 (1965) menyebutkan, sejak 17 Maret 1965, telah dimulai produksi susu bubuk secara kontinyu. Pabrik Saridele di Yogyakarta juga merombak produksinya ke pembuatan susu bubuk untuk anak dengan harapan usaha-usaha tersebut dapat memenuhi kebutuhan susu bubuk anak di dalam negeri.
Di era itu pula produk SGM diluncurkan oleh Saridele -yang sejak 1972 berganti nama menjadi Sarihusada- dan langsung diminati oleh masyarakat. SGM adalah salah satu pelopor susu pertumbuhan di tanah air. Hingga kini, SGM masih menjadi produk andalan Sarihusada untuk memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat Indonesia.
Kenapa Orang Indonesia Mulai Suka Minum Susu?
Pada dekade 1970-an itulah, konsumsi susu di Indonesia kian meningkat. Prabowo, H.S. lewat makalah bertajuk “Susu Berkualitas untuk Produk Berkualitas” yang disampaikan dalam Seminar Healthy Milk for Body and Money di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga Surabaya (20 September 2006), memaparkan data perkembangan konsumsi susu masyarakat Indonesia dari masa ke masa.
Tahun 1970, dikutip dari makalah tersebut, konsumsi susu masyarakat Indonesia tercatat sebanyak 1,82 kg/kapita/tahun. Angka ini mengalami peningkatan di dekade setelahnya yaitu pada 1980 sebesar 4,36 kg/kapita/tahun namun turun menjadi 3,44 kg/kapita/tahun pada 1990. Sebagai catatan, yang dimaksud dengan konsumsi per kapita adalah jumlah suatu komoditas tertentu yang digunakan per orang. Angka tersebut didapat dengan membagi total konsumsi dengan total populasi.
Selanjutnya menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia pada 2000 di angka 6,4 kg/kapita/tahun, kemudian pada 2005 sebanyak 9,3 kg/kapita/tahun, pada 2010 cukup meningkat menjadi 13,2 kg/kapita/tahun, dan pada 2012 jadi 14,6 kg/kapita/tahun.
Pada 2014, tingkat konsumsi susu orang Indonesia sempat agak menurun yaitu 13,2 kg/kapita/tahun. Tahun 2016, kembali terjadi peningkatan yakni menjadi 16,5 kg/kapita/tahun. Masih berdasarkan data konsumsi susu di Indonesia BPS, tingkat berikutnya cenderung stagnan: 16,29 kg/kapita/tahun pada 2017, 16,49 kg/kapita/tahun di 2018, 16,23 kg/kapita/tahun pada 2019, 16,27 kg/kapita/tahun di 2020, dan tetap bertahan di angka 16,27/kg/kapita/tahun pada 2021.
Adapun tingkat produksi susu di Indonesia menurut data BPS terbaru (2021-2023) adalah sebagai berikut: produksi susu di Indonesia tahun 2021 tercatat 946.388,17 ton, kemudian menurun jadi 824.273,20 ton pada 2022, lalu sedikit meningkat pada 2023 dengan 837.223,20 ton.
Tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia di level dunia sebenarnya masih sangat rendah. Mengacu pada rumusan dari Food and Agriculture Organization (FAO), tingkat konsumsi susu termasuk dalam kategori rendah apabila kurang dari 30/kg/kapita/tahun.
Kabar baiknya, permintaan akan susu yang aman dan berkualitas kini cenderung meningkat. Proyeksi masa depan menunjukkan bahwa tren positif ini akan terus berlanjut seiring dengan peningkatan tingkat pendidikan dan pendapatan masyarakat.
Itu artinya, sudah lebih banyak orang Indonesia yang sadar akan manfaat susu bagi kesehatan, terlebih selama dan setelah pandemi COVID-19. Orang-orang mulai paham bahwa minum susu secara rutin merupakan kebutuhan, termasuk untuk menjaga imun tubuh.
“Susu sebagai bagian dari gizi seimbang merupakan sumber makanan yang kaya akan zat gizi penting baik untuk tumbuh kembang maupun daya tahan tubuh,” sebut Ketua Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan FKM Universitas Indonesia, Ir. Ahmad Syafiq, M.Sc, Ph.D, dikutip dari Antara.
Bahan dasar susu pertumbuhan terbuat dari susu sapi namun berbeda dengan susu sapi biasa. Dengan kandungan gizi yang lebih lengkap dan tinggi, susu pertumbuhan merupakan salah satu sumber protein, lemak, vitamin, dan mineral terbaik. Nilai protein susu bahkan setara dengan protein yang terkandung di dalam daging dan telur.
Susu pertumbuhan atau susu fortifikasi berperan penting dalam tumbuh kembang anak, termasuk perkembangan jaringan tulang dan otot. Bahkan, susu fortifikasi juga dapat mencegah stunting dalam tumbuh kembang anak.
Untuk membentuk generasi yang sehat dan cerdas, asupan susu fortifikasi diperlukan meskipun bukan sebagai sajian utama. Tjatur Lestijaman dalam Foodreview Indonesia(2012) menuliskan, susu pertumbuhan tidak hanya mengandung kalori dan protein yang cukup, tetapi juga memiliki tingkat fortifikasi vitamin dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan anak pada usia tertentu di masa pertumbuhannya.
Dikutip dari KumparanMOM, Indonesian Nutrition Association (INA) mengimbau agar kandungan nutrisi yang terdapat pada susu perlu diperhatikan dan dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) anak. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28 Tahun 2019 juga menjelaskan bahwa AKG digunakan pada tingkat kecukupan energi, protein, lemak, karbohidrat, serat, air, vitamin, dan mineral. Angkanya pun berbeda-beda sesuai dengan usia serta berat dan tinggi badan anak.
Di dalam susu pertumbuhan terkandung hampir semua zat gizi yang tercantum dalam daftar Angka Kecukupan Gizi Indonesia sebagai acuan kebutuhan gizi untuk masyarakat Indonesia seperti yang direkomendasikan oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI).
Protein, Vitamin D, kalsium, dan serat pangan yang terkandung di dalam susu pertumbuhan bermanfaat untuk mendukung perkembangan pertumbuhan fisik anak. Susu fortifikasi juga mengandung DHA ,dari asam lemak Omega 3, Omega 6, maupun minyak ikan, yang dapat mendukung daya pikir anak dan tumbuh kembangnya pun menjadi lebih optimal.
Zat besi juga menjadi unsur penting yang terkandung dalam susu pertumbuhan. Penelitian oleh LA Atkins bertajuk “Iron Intakes of Australian Infants and Toddlers: Findings from the Melbourne Infant Feeding, Activity and Nutrition Trial (InFANT) Program” (2016) menyebutkan bahwa zat besi penting untuk membentuk pertahanan tubuh. Kekurangan zat besi bisa menyebabkan anemia bahkan meningkatkan risiko anak mengalami stunting.
Riset lainnya berjudul “Effect of Fortified Formula on Growth and Nutritional Status in Young Children” oleh PG Brooker, dkk. (2022) mengungkapkan bahwa susu pertumbuhan menawarkan nutrisi pelengkap yang aman dan diterima sebagai strategi untuk mengatasi kekurangan nutrisi. Menurut riset tersebut, susu fortifikasi dapat meningkatkan sedikit penambahan berat badan pada populasi rentan bila diberikan dalam jangka waktu lebih dari 6 bulan.
Maka itu, anak sebaiknya diberikan makanan bernutrisi dan susu pertumbuhan sebagai pelengkap gizi demi menurunkan risiko stunting. Susu fortifikasi kaya pula akan kalsium dan mineral yang sangat penting untuk perkembangan tulang dan kerangka tubuh. Penelitian dari National Library of Medicine pun menunjukkan bahwa susu pertumbuhan memiliki banyak manfaat yang paling dibutuhkan anak.
Damayanti Rusli Sjarif dan kawan-kawan dalam penelitian bertajuk “Daily Consumption of Growing-up Milk is Associated with Less Stunting Among Indonesian Toddlers” (2019) menyebutkan bahwa pemberian susu fortifikasi sebanyak 300 ml setiap hari bermanfaat mencegah stunting pada balita atau anak usia 1 sampai 3 tahun.
Susu pertumbuhan dinilai memiliki gizi yang lebih baik ketimbang susu instan, termasuk susu UHT (Ultra High Temperature), meskipun dua jenis susu ini sama-sama bermanfaat untuk tumbuh kembang anak. Susu UHT memang lebih mudah untuk langsung disajikan, namun struktur protein susu sapi yang terkandung di dalamnya bisa rusak akibat pemanasan pada suhu yang sangat tinggi.
Di sisi lain, seperti dikutip dari theAsianparent, kandungan gizi dalam susu pertumbuhan dinilai lebih lengkap karena diformulasikan dengan berbagai nutrisi tambahan seperti zat besi, vitamin C, DHA, dan nutrisi penting lainnya yang sangat diperlukan untuk mendukung periode tumbuh kembang anak.
Jika dibandingkan dengan susu instan, semisal susu UHT, susu pertumbuhan punya beberapa kelebihan. SGM Eksplor 1+, sebagai contoh susu pertumbuhan, per sajiannya dapat memenuhi hingga 20% kalsium yang dibutuhkan anak, sedangkan susu UHT hanya sekitar 15% saja. Kemudian, kandungan protein dalam per sajian susu UHT hanya sekitar 3 gram, sedangkan kandungan protein di SGM Eksplor 1+ adalah 5 gram per sajian.
Perbandingan kandungan sesuai Informasi Nilai Gizi yang tertera pada label produk susu anak yang tersedia di pasaran menunjukkan, susu pertumbuhan atau susu yang difortifikasi mengandung mikronutrien yang lebih lengkap dan lebih tinggi ketimbang susu UHT.
Susu pertumbuhan diperuntukkan bagi anak usia 1 tahun ke atas. Ada pula jenis susu fortifikasi untuk seluruh keluarga serta untuk ibu hamil dan menyusui. Salah satu produk susu pertumbuhan dan sekaligus perintis produsen susu Indonesia adalah SGM. Bernaung di bawah PT Sarihusada, SGM menyediakan rangkaian produk susu pertumbuhan sesuai kebutuhan usia anak, dari 1 tahun, 3 tahun, hingga 5 tahun, maupun susu untuk seluruh keluarga serta asupan bagi ibu hamil dan menyusui.
Seiring dengan kesadaran dan pemahaman yang semakin baik terhadap kebutuhan kesehatan, dan kepedulian akan hadirnya generasi yang sehat dan cerdas, minum susu pertumbuhan bisa menjadi rutinitas bahkan gaya hidup dalam peradaban manusia yang kian modern, termasuk bagi masyarakat Indonesia.
Editor: Yantina Debora