tirto.id - Jenazah Dali Wassink dikremasi dan abunya dilarung ke laut. Apakah praktek seperti ini boleh dilakukan dalam Islam? Bagaimana hukumnya?
Dali Wassink meninggal dunia akibat kecelakaan tunggal pada Kamis, 18 Juli 2024, pukul 02.00 WITA. Ia mengalami kecelakaan ketika menaiki sepeda motor Kawasaki nomor polisi DK 5555 KSW.
Jenazah suami Jeniffer Coppen lantas dikremasi dan dilarung ke laut. Melalui Instagram story, Coppen membagikan momen pelarungan abu jenazah Dali Wassink di sebuah pinggir pantai.
Katanya, upacara tersebut dihadiri ribuan orang. Hal ini tak disangka-sangka sebelumnya. Jeniffer Coppen juga turut membagikan acara berupa kirim doa buat sang suami yang dilakukan anak yatim piatu.
"Sayangg aku udh kirim doa lagi melalui anak" yatim piatu, semoga sampai ke kamu ya sayang doanya ini bakal aku lakuin terus" an buat kamu," tulis Coppen.
Agama Dali Wassink & Hukum Kremasi dalam Islam
Berdasarkan pengakuan Jeniffer Coppen, sang suami Dali Wassink disebutkan sudah muallaf. Artinya, Dali bisa dikatakan sebenarnya beragama Islam.
Proses muallaf atau masuk Islam Dali Wassink, masih menurut keterangan Coppen, terjadi sebulan sebelum acara pernikahan. Pasangan Dali Wassink-Jeniffer Coppen diketahui menikah pada 10 Oktober 2023.
Sebagai seorang Muslim, jenazah Dali Wassink yang keturunan Belanda-Thailand justru dikremasi pada Jumat, 19 Juli 2024 atau sehari setelah meninggal.
Abu jenazah Dali bahkan dilarung ke laut. Hal ini lantas perdebatan. Bagaimana hukum kremasi menurut Islam?
Menjawab pertanyaan kenapa jenazah Dali Wassink malah dikremasi, konon sesuai dengan permintaan sang suami. Menurut Jeniffer Coppen, Dali memiliki wasiat atau permintaan terakhir agar dikremasi setelah meninggal.
Selain itu, keputusan tersebut katanya sudah melewati diskusi dan pertimbangan dengan melibatkan seluruh anggota keluarga dalam memenuhi wasiat Dali.
Menurut sebuah hadis dari Aisyah RA, Rasulullah SAW bersabda:"Pematahan tulang jenazah seperti pematahan tulangnya ketika ia hidup," (HR Abu Dawud dengan sanad seperti syarat Muslim).
Sebagaimana mengutip laman NU Online melalui artikel berjudul "Hukum Melakukan Kremasi Jenazah" yang ditulis Alhafiz Kurniawan, praktik yang dapat menyakiti jenazah manusia selain pemakaman tidak diperbolehkan. Islam tetap menghormati manusia ketika hidup maupun sudah meninggal.
Diterangkan bahwa Lembaga Darul Ifta Al-Mishriyyah juga pernah mengeluarkan fatwa nomor 1896 tanggal 26 Juni 2001. Isinya mengenai kremasi untuk jenazah Muslim.
Menurut Dr Nashr Farid Washil, mufti Darul Ifta, kalangan ulama sepakat bahwa bentuk kehormatan untuk manusia setelah wafat salah satunya berupa pemakaman di liang lahat sesuai syariat Islam.
"Praktik kremasi jenazah umat Islam tidak boleh dalam keadaan apapun. Kremasi tidak dikenal kecuali dalam tradisi Majusi. Sedangkan kita diperintahkan untuk menyalahi apa yang mereka lakukan, yaitu praktik yang tidak sesuai dengan syariat kita yang mulia," ujarnya.
Lalu, bagaimana jika seseorang mempunyai wasiat agar jenazahnya dikremasi? Dalam Fatwa Al-Azhar oleh Husnaini M Makhluf yang dikeluarkan tanggal 29 Juli 1953, kremasi jenazah Muslim tidak diperbolehkan meskipun tertera dalam sebuah wasiat.
"Kalau seseorang berwasiat untuk itu (praktik kremasi untuk jenazahnya), maka wasiatnya batal yang tidak perlu dieksekusi," ungkapnya.
Laman Tarjih Muhammadiyah menjelaskan, kewajiban seorang Muslim terhadap jenazah umat Islam terdari dari memandikan, mengkafani, sholat jenazah, dan menguburkan.
Dari Abu Hurairah [diriwayatkan] dari Nabi saw. beliau bersabda:"Siapa saja yang menshalatkan jenazah, maka baginya pahala satu qirath dan siapa yang mengantarnya hingga jenazah itu diletakkan di liang kubur, maka baginya pahala dua qirath. Saya bertanya: Wahai Abu Hurairah, seperti apakah qirath itu? Ia menjawab: Yaitu seperti gunung Uhud," (HR. Muslim).
Selain itu, terdapat sejumlah amalan lain berupa pelepasan jenazah diiringi doa bersama, adzan jenazah, talqin mayit setelah dikubur, hingga berdoa untuk jenazah.
Hal ini sesuai hadis riwayat Abu Dawud dari Usman bin ‘Affan. Nabi SAW apabila telah selesai mengubur jenazah, maka beliau berhenti/berdiri di dekat kubur itu dan berkata:"Mohonkanlah ampun dan keteguhan hati bagi saudaramu ini karena ia sekarang sedang ditanya," (HR. Abu Dawud).