Menuju konten utama

Kenapa Hilal 3 Derajat tapi Awal Puasa Kemungkinan Beda Hari?

Tinggi hilal diperhitungkan mencapai 3 derajat. Namun, awal puasa kemungkinan bisa saja beda hari. Apa alasannya? Simak keterangannya.

Kenapa Hilal 3 Derajat tapi Awal Puasa Kemungkinan Beda Hari?
Petugas LDII NTB bersama BMKG Stasiun Geofisika Mataram dan Kanwil Kementerian Agama NTB memantau hilal Ramadhan melalui teleskop di pantai Loang Baloq, Mataram, NTB, Selasa (9/4/2024). Tim Gabungan Rukyatul Hilal 1 Syawal 1445 Hijriah di NTB menyatakan tidak dapat melihat hilal karena tertutup awan. ANTARA FOTO/Dhimas Budi Pratama/nz

tirto.id - Ketinggian hilal sudah mencapai 3 derajat berdasarkan perhitungan hisab. Tapi, awal puasa Ramadhan 2025 kemungkinan berpotensi beda beda. Apa yang menjadi penyebabnya?

Salah satu alasan terjadi perbedaan awal puasa adalah terkait metode penentuan awal Ramadhan. Ada pihak yang menggunakan rukyat. Selain itu, terdapat pula yang memakai sistem hisab (perhitungan astronomi).

Pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag) dan Nahdlatul Ulama (NU) menggunakan metode rukyat bil fi'li atau pengamatan langsung terhadap hilal. Sedangkan Muhammadiyah memakai metode hisab wujudul hilal dalam menentukan awal Ramadhan.

Kemenag RI nantinya menggelar Sidang Isbat penentuan awal Ramadhan 1446 H pada hari Jumat, 28 Februari 2025. Jika hilal tidak terlihat pada 28 Februari 205, kemungkinan besar pemerintah bakal menetapkan 1 Ramadhan 1446 H jatuh pada hari Minggu, 2 Maret 2025.

Potensi Awal Puasa Ramadhan 2025 Beda Hari Meski Hilal 3 Derajat

Penetapan awal puasa dengan kriteria hilal 3 derajat berasal dari kesepakatan Menteri Agama Brunei, Indonesia, Malaysia, dan Singapura (MABIMS) sebagai standar baru dalam menentukan awal bulan Hijriah.

MABIMS menetapkan bahwa hilal dianggap terlihat jika ketinggian minimal 3 derajat dengan elongasi (jarak sudut antara bulan dan matahari) minimal 6,4 derajat. Hal itu didasarkan pada kajian astronomis mengenai kemungkinan visibilitas hilal dengan mata telanjang atau alat bantu optik di berbagai wilayah Asia Tenggara.

Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag RI, Arsad Hidayat, sempat menyebutkan bahwa hasil hisab menunjukkan Ijtimak terjadi pada Jumat 28 Februari 2025 pukul 07.44 WIB dengan ketinggian hilal di seluruh Indonesia berkisar 3° 5,91’ hingga 4° 40,96’, dengan sudut elongasi 4° 47,03’ hingga 6° 24,14’.

Di lain sisi, data hisab berdasarkan perhitungan Lembaga Falakiyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LF PBNU) menyatakan ketinggian hilal mar’ie +3 derajat 49 menit 45 detik.

Sedangkan elongasi hilal haqiqi 6 derajat 06 menit 12 detik. Namun, hasil hilal masih dibawah kriteria imkanur rukyah mengingat hasil elongasi belum mencapai 6,4 derajat.

Sementara itu, Muhammadiyah melalui metode hisab hakiki wujudul hilal telah menetapkan 1 Ramadhan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Hal tersebut termuat dalam Maklumat PP Muhammadiyah Nomor 1/MLM/I.0/E/2025 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah 1446 H.

Pemantauan Hilal

Petugas mengamati posisi hilal (bulan) saat dilakukan rukyatul hilal guna menentukan awal bulan Ramadhan 1440 H. di IAIN Madura, Pamekasan, Jawa Timur, Minggu (5/5/2019). Antara Jatim/Saiful Bahri/zk.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) turut melakukan perhitungan awal Ramadhan 1446 H berdasarkan prediksi hilal di 37 lokasi di Indonesia. Menurut data BMKG, dalam penentuan awal bulan Ramadhan 1446 H, konjungsi akan terjadi pada hari Jumat, 28 Februari 2025 pukul 0.44.38 UT, 7.44.38 WIB, 8.44.38 WITA, dan 9.44.38 WIT, dengan nilai ekliptika matahari dan bulan tepat sama 339,67°.

Pada hari yang sama, ketinggian hilal saat matahari terbenam di Merauke berkisar 3.02° sampai dengan 4.69° di Sabang, Aceh, dengan elongasi antara 4.78° di Waris, Papua sampai 6.4° di Banda Aceh, Aceh.

Secara astronomis, pelaksanaan rukyat hilal sebagai penentu awal bulan Ramadhan 1446 H bagi pihak yang menggunakan rukyat akan dilaksanakan setelah matahari terbenam pada 28 Februari 2025.

Namun, bagi pihak yang menetapkan awal Ramadhan 1446 H berdasarkan hisab, perhitungan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan kriteria hisab pada saat matahari terbenam di hari yang sama.

Menurut Thomas Djamaluddin, peneliti pada Pusat Penelitian Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), memang terdapat potensi perbedaan awal Ramadhan 1446 H.

Awal Ramadhan bisa terjadi pada 1 Maret atau 2 Maret 2025. Katanya, seperti dikutip via blog pribadi, hal ini bisa saja terjadi karena posisi bulan di batas kriteria. Menurut Thomas Djamaluddin, hanya wilayah Aceh saja yang kemungkinan dapat melihat.

Kondisi potensi perbedaan awal Ramadhan 1446 H bisa terjadi disebabkan kriteria baru MABIMS terpenuhi di wilayah perbatasan atau sekitar wilayah Aceh.

Potensi gagal rukyat cukup besar. Dijelaskan bahwa selain hilal sangat tipis dengan elongasi geosentrik 6,4 atau sesuai batas kriteris, juga bisa jadi disebabkan kemungkinan besar faktor cuaca yang mengganggu.

Andai rukyat terjadi kegagalan, diterangkan bahwa Sidang Isbat Kemenag nantinya bakal memperdebatkan dua hal. Pertama, masih tetap sesuai kriteria dan Fatwa MUI 1981, yakni tetap mengambil hisab yang sudah memenuhi kriteria seperti yang terjadi di Aceh. Artinya, 1 Ramadhan bisa jatuh pada 1 Maret.

Sedangkan yang kedua adalah Sidang Isbat Kemenag RI mengambil keputusan sesuai hasil rukyat. Alasannya hilal tidak mungking di rukyat di sebagian besar wilayah di Indonesia. Maka, 1 Ramdhan bisa saja bertepatan pada Minggu, 2 Maret 2025.

Baca juga artikel terkait RAMADHAN 2025 atau tulisan lainnya dari Mar'atus Sholikhah

tirto.id - Edusains
Kontributor: Mar'atus Sholikhah
Penulis: Mar'atus Sholikhah
Editor: Beni Jo & Fitra Firdaus