tirto.id - Petang itu, Hilmi Aziz, 20 tahun, melepas lelah usai beradu futsal, sekitar pukul 18.00, Minggu (23/9/2018). Dia rebahan di sofa rumahnya. Tiba-tiba ia mendapati kabar, ada seorang The Jakmania yang dikeroyok suporter Persib hingga meninggal, di Stadion Gelora Bandung Lautan Api (GBLA).
Hilmi tertegun menyaksikan video pengeroyokan suporter yang viral. Ingatannya langsung tertuju pada Haringga Sirla, 23 tahun, teman dekatnya yang berencana menonton laga tandang Persija melawan Persib di GBLA.
"Saya kaget, saya sempat tidak percaya. Itu benar dia [Haringga] apa bukan. Tapi saya lihat di video, lihat sepatu yang dikenakan sama dengan sepatu dia. Mirip banget badannya dengan teman saya," katanya saat dihubungi reporter Tirto, Selasa (25/9/18) pagi.
Sekitar dua jam setelahnya, Hilmi mendapat informasi resmi dari Ikbal, Ketua The Jakmania Cengkareng. Bisa dipastikan bahwa Haringga menjadi korban tindakan bengis dari penganiayaan yang dilakukan bersama-sama.
Iyoss Fachrozy, 21 tahun, juga kerabat teman dekat Haringga dan Hilmi. Saat melihat video pengeroyokan, Iyoss mengamati ciri-ciri fisik korban. Dia yakin betul orang yang dipopor ramai-ramai itu Haringga.
"Saya langsung nangis. Perawakannya benar-benar mirip,” kata Iyoss pada reporter Tirto.
Ketika kabar resmi soal Haringga menjadi korban dia dapatkan, kesedihannya berlipat ganda. “Saya langsung yang tadinya mau makan juga enggak jadi makan," tuturnya.
Mengantar ke Peristirahatan Terakhir
Dalam suasana getir, Hilmi berunding dengan Iyoss dan Gustiawan Angga. Mereka berbagi tugas. Antara yang menjaga rumah, dengan siapa yang akan menyusul keluarga korban yang membawa jenazah Haringga ke Indramayu.
Dini hari, Hilmi bersama Gustiawan dan rekan-rekannya yang lain menyewa mobil. Mereka berangkat menuju Indramayu, pukul 02.00, Senin (24/9/2018). "Takutnya ada orang yang datang dan enggak tahu kalau lagi ke Indramayu semua," kata Hilmi.
Sekitar pukul 07.00 pagi, mereka baru sampai tempat jenazah Haringga di semayamkan di Blok Jembatan, Desa Kebulen, Kecamatan Jatibarang, Kabupaten Indramayu.
Empat jam setelahnya, mereka berbarengan mengantar Haringga ke tempat peristirahatan terakhir di TPU Blok Jembatan.
"Di lokasi pemakaman saya cuma bisa sedih dan nangis. Enggak ada terlintas dipikiran kalau Khepen bisa meninggal seperti itu," kata Hilmi dengan suara yang parau. Khepen atau Ari adalah panggilan bagi Haringga.
Hilmi dan Haringga melewati masa kanak-kanak bersama selama belasan tahun. Meski umur mereka bertenggang tiga tahun, kedekatan terjalin erat karena rumah yang berdekatan.
"Saya sudah kenal dia dari TK. Rumah kami memang berdekatan, mungkin hanya beda 20 rumahan. Walau saya lebih muda tiga tahun, tapi kami memang akrab kayak seumuran," tuturnya.
Hilmi menganggap Haringga sebagai teman yang loyal. Menurutnya Haringga ulet merawat jejaring pertemanan.
"Dia enggak pernah sekali pun perhitungan sama teman. Jika ada teman susah atau minta tolong, minta tolong apa pun, sebisa mungkin dia bantu. Saya salah satunya yang sering dibantu," kenangnya.
Iyoss juga mengatakan hal yang sama. Menurut Iyoss, Haringga bukan orang yang pelit. "Dia kalau ngajak nonton Persija, selalu bayarin. Mulai dari tiket kendaraan, tiket nonton, sampai hotel dia nyari. Yang penting teman-temannya pasang badan," kenang Iyoss.
Haringga Ikut Persija Bertandang ke Luar Negeri
Hilmi menuturkan, Haringga sudah ikut dalam komunitas The Jakmania Cengkareng saat masih kelas 6 Sekolah Dasar (SD). Saat itu Hilmi masih kelas empat SD. Mereka berdua, bersama teman-teman lainnya, rajin menonton setiap Persija bertanding.
"Kami selalu nonton Persija bareng. Namun memang Ari [Haringga] sering berangkat sendiri kalau away. Setahu saya ketika ke Bandung kemarin pun sendiri," kata Hilmi.
Di antara teman-temannya, Haringga dikenal sebagai suporter yang militan. Ia pergi ke mana saja untuk mendukung secara langsung laga tandang Persija. Beberapa kota seperti Yogyakarta, Semarang, dan lain-lain, kata Hilmi, sudah Haringga sambangi. Bahkan Hilmi dan Haringga sudah berencana menonton Persija di Bali pada Desember mendatang.
"Saya salut sama dia, ke mana aja kalau main away. Kalau Persija main di luar negeri pun, dia sudah siap, sudah ada paspor. Dia selalu pakai biaya sendiri," tuturnya.
Bahkan tiga hari sebelum menonton Persija di Bandung akhir pekan lalu, kata Hilmi, Haringga datang ke pertandingan Persija di Semarang.
Untuk mendukung tim kesayangannya, Haringga juga kerap bolos kerja. "Meski dia bekerja di bengkel bareng abang iparnya," lanjut Hilmi.
Iyoss juga mengungkapkan hal serupa. Semenjak kerja dan mendapat penghasilan, Haringga jadi lebih fanatik terhadap Persija.
Maka tak heran, teman sesama The Jakmania di seluruh Indonesia banyak yang kenal dengan Haringga. Sepenuturan Hilmi, jaringan The Jakmania yang Haringga kenal tersebar di Yogyakarta, Malang, hingga Kalimantan.
Tindak Kekerasan Jangan Terulang
Kejadian brutal yang menimpa Haringga memang membekas di hati siapa pun, tak terkecuali Hilmi. Dia paham betul, Haringga bukan tipe suporter yang doyan melakukan tindak kekerasan.
"Saat kami masih kecil, jadi The Jakmania masih selalu emosi, tapi dia [Haringga] beda,” katanya Hilmi.
Hilmi dan Iyoss tak ingin ada nyawa lagi yang melayang karena rivalitas antar-suporter yang kebablasan. Dia berharap Haringga, rekan dekatnya adalah korban yang terakhir.
"Kemenangan enggak ada harganya dibanding nyawa, apalagi sahabat sendiri. Jika memang liga dan klub harus dibekukan, saya setuju," kata Iyoss.
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Dieqy Hasbi Widhana