tirto.id - Rapel kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) yang ditargetkan cair beberapa hari sebelum hari “H” Pilpres 2019 menjadi polemik. Beberapa pihak menuding rencana tersebut sengaja dilakukan untuk mendompleng suara kandidat petahana, Joko Widodo, pada hari pencoblosan.
Kritik yang bermunculan di media sosial juga bermuara pada pertanyaan serupa: mengapa kenaikan 5 persen gaji para PNS tersebut baru dibayarkan pada pertengahan April?
Pertanyaan itu muncul karena kenaikan gaji PNS itu sudah diwacanakan sejak 2018. Sebab, bila pemerintah berdalih pencairannya perlu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai alas hukum, tapi kenapa beleid tersebut baru terbit pada Maret 2019 dan bukan pada akhir 2018?
Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, Ahmad Riza Patria menyebut bahwa pencairan gaji jelang pencoblosan itu bisa dinilai sebagai "serangan fajar" kubu 01.
Kata Riza, pemanfaatan fasilitas fiskal untuk mendulang suara seperti itu dinilai tak mencerdaskan masyarakat dan justru mereduksi nilai-nilai edukasi dalam politik.
"Jadi Pak Jokowi memang menggunakan APBN hanya untuk kepentingan kampanye dan pencalonannya. Sekarang menjelang Pilpres baru naikkan. Kenapa tidak setelah Pilpres, tanggal 18 misalnya,” kata politikus Partai Gerindra yang juga anggota Komisi II DPR RI itu, Kamis malam (4/4/2019).
Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya mengatakan, kenaikan gaji PNS memang berpengaruh terhadap elektabilitas kandidat presiden dan wakil presiden nomor 01.
Hal itu tergambar dari sigi Charta Politika periode 1-9 Maret 2019, yang menyebut elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di kalangan PNS berada di angka 39,5 persen, unggul dari Prabowo-Sandiaga yang hanya sekitar 36,8 persen. Sementara 23,7 persen PNS lainnya mengaku belum menentukan pilihan.
Hasil survei itu menunjukkan tren peningkatan elektabilitas pasangan 01 di kalangan PNS. Sebab, survei Charta Politika pada Januari 2019 menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'ruf di kalangan PNS hanya sebesar 40,4 persen, lebih rendah dari pasangan Prabowo-Sandi mencapai 44,4 persen PNS.
"Satu-satunya variabel baru yang muncul dalam program atau kebijakan atau janji kampanye terkait dengan PNS selama dua bulan terakhir Januari dan survei sekarang, mungkin hanya itu [kenaikan gaji PNS] yang ada,” kata Yunarto saat memaparkan hasil survei lembaganya, pada 24 Maret 2019.
Hanya Masalah Teknis
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Marwanto membantah pencairan kenaikan gaji PNS tersebut berkaitan dengan Pilpres 2019.
Sebab, kata dia, PP Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil itu baru diteken presiden pada 13 Maret 2019.
Saat ini, kata dia, Kementerian Keuangan juga masih menunggu satuan kerja (Satker) dari seluruh instansi untuk segera mengajukan pencairan gaji tersebut. Sebab, jika belum dilaporkan, maka pencairan itu juga bisa molor dari target yang ditetapkan atau bahkan setelah Pilpres 2019.
Karena itu, Marwanto meminta satker instansi yang belum mengajukan pencairan segera mengajukannya ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
"Kalau belum mengajukan gaji pokok baru tersebut, diminta agar segera mengajukan gaji pokok baru dan kekurangan gaji di KPPN," kata Marwanto saat dikonfirmasi reporter Tirto.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga melontarkan alasan yang sama. Ia menyebut kenaikan gaji PNS baru dapat direalisasikan pada pertengahan April ini karena masalah teknis administrasi.
"Gaji PNS, alokasi sudah dilakukan. Kemarin mulai tanggal 1 April ini sebagian besar dari K/L menyerahkan dalam bentuk dokumen untuk pembayaran gaji yang masih belum masuk rapelnya," kata Sri Mulyani, di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta Pusat, Selasa (2/3/2019).
Sri Mulyani berharap satuan kerja dari seluruh instansi mulai mengajukan pencairan gaji baru dan rapel tersebut. Sehingga, pembayaran atas kenaikan gaji berkala dengan lancar.
"Karena rapelnya memang hampir mendekati 1 April, sehingga mereka [kementerian/lembaga] masih belum sempat merevisi," kata dia.
Kenaikan gaji PNS yang berlaku sejak Januari itu baru bisa dicairkan dengan sistem rapel lantaran harus menunggu penerbitan PP yang menjadi alas hukumnya.
Berhubung pembahasan PP tentang kenaikan gaji PNS itu baru pada Januari, maka pembahasan PP yang dilakukan Kemenkeu bersama Kemenpan-RB baru bisa selesai Maret lalu.
Namun, Sri Mulyani tak menyebut tanggal pasti pencairan gaji yang dirapel selama 4 bulan itu akan dilakukan. Yang jelas, kata dia, pencairannya bakal mulai dilakukan sebelum pertengahan bulan ini.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Abdul Aziz