tirto.id - Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengubah syarat program rumah DP 0 rupiah dinilai mengingkari janji kampanyenya sendiri pada Pilgub 2017 lalu. Program tersebut sebelumnya dijanjikan dapat diakses mereka yang berpenghasilan maksimal Rp7 juta, kini meningkat lebih dari dua kali lipat, Rp14,8 juta.
Kebijakan tersebut tertera dalam Keputusan Gubernur (Kepgub) Nomor 588 Tahun 2020 tentang Batasan Penghasilan Tertinggi Penerima Manfaat Fasilitas Pembiayaan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Kepgub tersebut ditandatangani Anies pada 10 Juni 2020.
Meski telah diteken lama, peraturan tersebut baru ramai dibicarakan publik terutama setelah ada isu korupsi pengadaan lahan di lingkungan Pemprov DKI.
Salah satu yang menyebut Anies mengingkari janji politiknya adalah Ketua Forum Warga Kota Jakarta (fakta) Azas Tigor Nainggolan. "Warga miskin mana yang penghasilan minimalnya Rp14 juta? Aneh, kan, penetapan dan cara berpikir Anies Baswedan?" kata Tigor melalui keterangan tertulis, Rabu (17/3/2021).
Dalam visi dan misinya, Anies--dan Sandiaga Uno--menyebut program ini memang untuk "masyarakat termiskin." DP 0 rupiah ini merupakan program andalan yang selalu dibanggakan Anies-Sandi saat mencalonkan diri. Mereka menargetkan akan membangun sebanyak 232.214 rusunami.
Dalam situs resmi jakartamajubersama.com, mereka juga menjelaskan perbedaan antara DP 0 rupiah dan DP nol persen. Bedanya ialah: pada DP 0 rupiah bank tetap mendapatkan uang muka, hanya saja disubsidi oleh Pemprov DKI Jakarta; sedangkan DP 0 persen bank tidak mendapatkan uang muka sama sekali.
Tigor pun menyayangkan kenaikan batas gaji ini baru diketahui setelah Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan dan tiga orang lainnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga merugikan uang negara sebesar Rp100 miliar dari program rumah tersebut. Ia meminta Anies juga diperiksa.
"KPK agar memeriksa Anies Baswedan sebagai pemilik proyek dan Prasetyo Edi Marsudi ketua DPRD Jakarta yang merupakan pengawas penggunaan APBD Jakarta," ucapnya.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Eneng Malianasari juga menilai Anies mengingkari janji politiknya sendiri. "Itu bisa dinilai oleh masyarakat. Komitmen Pak Gubernur tidak bisa dipegang, selalu berubah-ubah. Dia tidak melakukan janji kampanyenya," kata Eneng kepada reporter Tirto, Rabu.
"Kenaikan batas penghasilan ini bisa membuat orang-orang kelas menengah ke bawah akan tergeser oleh mereka yang penghasilannya lebih tinggi. Pertanyaan saya, kenapa kasih subsidi ke kalangan menengah atas?" ucapnya.
Politikus PSI itu menilai kenaikan batas gaji tersebut lantaran peminat program DP 0 rupiah masih sedikit. Berdasarkan catatannya, hingga November 2020 saja rusun DP Rp0 yang terjual masih sedikit, yaitu hanya 481 unit.
Hal yang paling disayangkan, kata Eneng, Pemprov DKI tidak pernah berkoordinasi dan tak ada konfirmasi perihal kenaikan batas gaji ini. "Kami tidak pernah diajak duduk bareng perihal ini," akunya.
DPRD fraksi PSI juga menyoroti langkah Gubernur DKI yang menyunat target rumah DP 0 rupiah dari 232.214 menjadi 10.460 unit atau berkurang berkurang 95,5 persen--terungkap dari draf perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang diajukan Anies ke DPRD.
Rinciannya, target rusunami sebanyak 232.214, 14.000 unit di antaranya diadakan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI ditambah 218.214 unit melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dan pengembang swasta. Sementara di draf perubahan RPJMD, target rusunami sebanyak 10.460 unit akan disediakan oleh BUMD sebanyak 6.971 unit dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 3.489 unit. Sedangkan target rusunami yang disediakan oleh pengembang swasta tidak disebutkan angkanya.
Eneng lantas menyimpulkan bahwa "Anies tidak ada kemauan dan keseriusan untuk menjalankan program." Sebab, "di tahun ini kita tidak melihat ada anggaran yang dimaksimalkan" padahal masa jabatan dia tinggal satu tahun lagi.
Pembelaan Pemprov
Anies Baswedan enggan mengomentari para komentator yang menyebut dia melanggar janji kampanye. "Nanti dulu ya," kata Anies di Balai Kota DKI Jakarta Pusat, Rabu.
Sementara Wakil Gubernur DKI Riza Patria mengatakan kenaikan batas gaji tersebut mengikuti kebijakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). "Kami menyesuaikan dengan kebijakan [pemerintah pusat]. Kami ini di pemprov tidak bisa berdiri sendiri," kata Riza di lokasi yang sama.
Plt. Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman DKI Sarjoko menjelaskan lebih jauh bahwa kenaikan batas gaji menyesuaikan dengan perhitungan Peraturan Menteri PUPR 10/PRT/M/2019 tentang Kriteria Masyarakat Berpenghasilan Rendah dan Persyaratan Kemudahan Perolehan Rumah Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MRB) pada lampiran II. Batas penghasilan rumah tangga MBR dalam peraturan itu sebesar Rp12,3 juta, sebelumnya Rp7 juta.
"Naiknya harga ini akan memperluas penerima manfaat dari DP 0 [rupiah] mengingat mereka yang berpenghasilan 14,8 juta merupakan pekerja yang juga membutuhkan hunian di DKI Jakarta," klaim Sarjoko melalui keterangan tertulis, Rabu.
Ia menampik perubahan ini lantaran sepi peminat sebagaimana yang dikatakan politikus PSI. "Hunian DP nol untuk unit 36 m2 yang sudah terjual 95 persen. Sisa unit yang belum terjual adalah unit dengan ukuran studio,” klaim dia.
Kendati batas dinaikkan, Sarjoko menyatakan warga dengan penghasilan sampai dengan Rp7 juta tetap diakomodasi. Pemprov DKI, kata dia, tengah menyiapkan mekanisme agar kelompok dengan penghasilan tersebut dapat sesuai dengan ketentuan perbankan dan sistem cicilan yang tetap ringan serta terjangkau.
"Kelompok yang sementara masih belum sesuai dengan ketentuan perbankan kami utamakan untuk mendapatkan rusunawa sambil menata kondisi keuangan mereka," tuturnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Rio Apinino