tirto.id - Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengaku pihaknya tengah mengkaji aturan terkait peralihan status para pengemudi ojek online (ojol) dari mitra menjadi pekerja.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer Gerungan, membidik aturan tersebut terbit setelah Lebaran 2025.
“Ke depan ini, kita akan membangun yang namanya regulasi terkait legal standing mereka. Bahwa mereka adalah sebagai pekerja, bukan lagi mitra. Itu penting sekali. (kapan?) Setelah lebaran,” ucap Immanuel di Kantor Kemnaker, Jakarta, Senin (17/2/2025).
Immanuel belum menjelaskan secara rinci aturan yag akan diterbitkan tersebut. Namun, Kemnaker, kata dia, aturan itu bisa melalui Peraturan Pemerintah (PP), ataupun Peraturan Menteri (Permen).
"Kita sedang merumuskan, dan juga kita lagi mengkaji hal itu. Kalau permen boleh, PP boleh, atau apa pun. Artinya harus ada legal standing mereka. Posisi mereka itu harus penting untuk kawan-kawan driver,” ungkap Immanuel.
Menurutnya, pengkajian aturan mengenai kenaikan status driver ojol menjadi pekerja ini mengingatkannya pada kebijakan di negara Eropa yang sudah menetapkan hal serupa.
“Beberapa negara Eropa melihat bahwa kawan-kawan driver ini adalah pekerja dan kemudian juga kita mengacu daripada ILO, International Labour Organization, itu posisi driver juga sebagai pekerja,” jelasnya.
Selain itu, Immanuel juga menyoroti para aplikator atau perusahaan penyedia aplikasi mesti memberikan THR pada tahun ini dan harus dalam bentuk uang tunai. Dalam hal ini bukan berupa bantuan pokok sepeti sembako.
“Bukan lagi beras dan lain-lainnya, kita mau itu berbentuk duit atau uang, agar apa? Yang namanya hari raya itu benar-benar ada di rumahnya kawan-kawan driver. Tidak lagi yang namanya gula atau apapun lah,” terang Immanuel.
Usai mengunjungi para demonstran di depan Kantor Kemnaker, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Yassierli danWamenaker, Immanuel, menerima para demonstran di lobby Kantor Kemnaker.
Sembari semuanya duduk bersila di lobby, Yassierli kemudian mendengarkan beragam keluh kesah para massa ojol. Dalam sesi mendengarkan aspirasi dari masing-masing demonstran, terdapat salah satu driver ojol yang mengatakan dirinya dan keluarganya sangat mengharapkan THR menjelang Lebaran 2024.
Driver ojol yang tidak disebutkan namanya itu melontarkan harapannya kepada Kemnaker agar aplikator dapat memberikan THR kepada pekerjanya.
“THR itu ada suatu keinginan, angan-angan buat saya, apakah ini bisa terealisasi atau tidak. Bahkan anak istri saya juga berharap,” curhatnya.
Menanggapi hal itu, Yassierli, menuturkan bahwa THR sejatinya adalah bagian dari kebudayaan masyarakat Indonesia. Dia meminta para massa untuk bersabar dan memberikan pihaknya waktu untuk dapat bernegosiasi dengan aplikator.
“Saya katakan THR itu adalah kebudayaan jadi pertimbangannya kami akan mengedepankan yang pertama adalah ayo kita sama-sama duduk kita mendiskusikan bahwa ini bukan permasalahan apa-apa tapi ini adalah bentuk pemihakan bentuk kepedulian dari pengusaha kepada pekerja,” terang Yassierli.
Kemudian, Yassierli menyatakan budaya itulah yang menjadi salah satu bentuk acuan Kemnaker terkait pemberian bonus hari raya bagi pekerja angkutan daring pada saat menjelang Lebaran 2025.
“Kata kuncinya, THR ini adalah budaya kita, dan kita jadikan momentum THR ini sebagai bukti bahwa pengusaha (platform) dan kemudian driver itu memang (harus) harmonis (dan saling menguntungkan) bersama-sama,” tukas Yassierli.
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama