Menuju konten utama

Kementan Usul Kedelai hingga Singkong Masuk Komoditas Lartas

Larangan terbatas untuk mengendalikan impor diharapkan jadi masukan pada rancangan PP sebagai tindak lanjut diberlakukannya UU Ciptaker.

Kementan Usul Kedelai hingga Singkong Masuk Komoditas Lartas
Pekerja mengangkat karung berisi kedelai impor di gudang Koperasi Pengrajin Tahu Tempe Sanan, Malang, Jawa Timur, Rabu (5/9/2018). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto

tirto.id - Kementerian Pertanian mengusulkan kebijakan impor gandum, kedelai, singkong/tapioka sampai tembakau dimasukkan ke dalam golongan barang yang dilarang dan dibatasi atau Lartas.

Sekretaris Jenderal Kementan Momon Rusmono menjelaskan langkah tersebut dilakukan untuk mengamankan produksi dalam negeri, menjaga kesejahteraan petani agar tetap berproduksi, serta mengatur keseimbangan ketersediaan dalam negeri.

"Masih tingginya impor beberapa komoditas pertanian strategis dan dalam rangka mengamankan produksi dalam negeri, menjaga kesejahteraan petani agar tetap berproduksi, serta mengatur keseimbangan ketersediaan dalam negeri, Kementan akan mengusulkan beberapa kebijakan pengendalian impor," kata dia dalam rapat bersama Komisi IV, DPR RI DI Gedung Parlemen Senayan, Jakarta Selatan Selasa (17/11/2020).

Larangan terbatas untuk mengendalikan impor ini diharapkan menjadi masukan pada rancangan peraturan pemerintah (PP) sebagai tindak lanjut diberlakukannya Undang-Undang Cipta Kerja.

Selain itu, dalam bahan paparannya, Kementan juga mengusulkan strategi lain untuk menekan kuota impor di beberapa komoditas pangan. Ia mengusulkan perlu pengaturan tata niaga produk tanaman pangan dalam satu Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) dan pengaturan impor pangan segar melalui satu pintu kementerian/lembaga. Untuk impor produk olahan, pengaturannya melibatkan kementerian/lembaga terkait.

Masukan lain yang diusulkan Kementan yaitu sebaiknya kebijakan impor produk pangan strategis, seperti jagung, kedelai, tapioka dapat dilakukan melalui mekanisme rapat koordinasi terbatas yang dipimpin oleh Menko Perekonomian.

Kemudian, pihaknya juga mengusulkan agar dilakukan peninjauan kembali tarif impor gandum [terigu], singkong [tapioka] dan memberikan tarif bea masuk kedelai impor yang sampai saat ini masih zero tarif.

Sementara itu, Kementan juga mengusulkan agar importir kedelai wajib bermitra dengan petani, dengan skema penyerapan produk kedelai dan ubi kayu lokal dalam jumlah tertentu sebagai syarat impor.

Kemudian yang terakhir, Kementan mengusulkan harga pembelian ubi kayu di tingkat petani diatur dalam bentuk Harga Acuan Pembelian (HAP) seperti HAP kedelai lokal yang sudah diatur di Permendag Nomor 7 Tahun 2020.

Tiga komoditas tersebut memang masuk ke Indonesia dalam jumlah besar di setiap tahunnya. Misalnya, hingga Januari sampai September 2020, Indonesia masih mengimpor 911.194 ton jagung atau senilai 233 juta dolar AS. Angka ini lebih rendah dibanding angka impor di periode yang sama di tahun lalu yang mencapai 1.073.331 ton senilai 273 juta dolar AS.

Selain itu, di tahun ini Indonesia juga menerima 5.716.252 juta ton kedelai impor senilai 2,2 miliar USD. Angka impor tahun ini lebih tinggi dibandingkan jumlah kedelai impor tahun lalu yang hanya 5.122.424 ton.

Tercatat juga Indonesia masih mengimpor 136.889 ton singkong seharga 58 juta dolar AS tahun ini. Angka ini jauh lebih rendah dibanding konsumsi singkong impor di periode yang sama tahun lalu yang mencapai 281.646 ton dan tembakau 85.536 ton.

Baca juga artikel terkait IMPOR PANGAN atau tulisan lainnya dari Selfie Miftahul Jannah

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Selfie Miftahul Jannah
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz