tirto.id - Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini mengatakan pihaknya menemukan sebanyak 10.249 pejabat perusahaan sebagai Keluarga Penerima Manfaat (KPM) bantuan sosial (Bansos).
Mereka di antaranya menempati jabatan direksi atau pejabat tertentu di sejumlah perusahaan. Data tersebut terdeteksinya dari sistem di Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
“Padahal kalau dicek [Pada database], orangnya miskin, ada yang cleaning service, ada yang buruh. Mereka tercatat sebagai pengurus atau pejabat di perusahaan itu [Pada sistem AHU]. Tetapi realitanya mereka miskin,” kata Risma melalui keterangan tertulisnya, Kamis (15/6/2023).
Atas hasil temuan tersebut, Kemensos telah membekukan data dimaksud dan mengeluarkannya dari data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS).
Pembekuan data merupakan tindak lanjut temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setelah melakukan pemadanan data KPM pada by name by address (BNBA) data salur bansos sembako/BPNT dengan data pada sistem di Ditjen AHU Kemenkumham.
“Keputusan kita, harus kita berikan shock therapy. Kita akan cut dulu. Kalau mereka nanti komplain, menyatakan dirinya miskin, silakan [Komplain] ke kami, nanti kami akan evaluasi,” ucapnya.
Politikus PDI-P itu mengaku telah menemui Menkumham Yasonna H Laoly untuk membicarakan persoalan tersebut agar dilakukan pengecekan data kembali.
"Saya minta semua pihak yang memberikan data KPM agar dilakukan pengecekan secara detail dan teliti sebelum dimasukkan ke sistem AHU," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengajak serta aparat penegak hukum (APH) dan perguruan tinggi untuk mendiskusikan permasalahan dimaksud, "Supaya semua orang belajar untuk mempertanggungjawabkan apa yang kita kerjakan,” imbuhnya.
Ia mengajak Pemerintah daerah (pemda) untuk memainkan peran kunci dalam perbaikan DTKS agar penyaluran bantuan sosial (bansos) tepat sasaran. Pasalnya, berdasarkan UU No. 13/2011 tentang Penanganan Fakir Miskin menetapkan peran pemda dalam melaksanakan pemutakhiran data kemiskinan.
Pemda dan jajarannya sampai tingkat desa/kelurahan memiliki kewenangan penuh menentukan siapa yang layak menerima bantuan dan siapa yang tidak.
“Sesuai UU No. 13/2011, prosesnya dimulai dari musyawarah desa atau musyawarah kelurahan, lalu secara berjenjang naik ke atas,” pungkasnya.
Penulis: Riyan Setiawan
Editor: Restu Diantina Putri