tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengutuk keras aksi tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) berupa pencabulan terhadap 40 anak remaja yang dilakukan geng motor di Bengkalis, Riau.
“Kami mengutuk keras aksi pencabulan terhadap anak yang dilakukan oleh terduga pelaku A (38) yang merupakan Ketua Geng Motor terhadap 40 anak remaja dengan rentang usia 14-16 tahun," ujar Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dalam keterangan resmi, Jakarta, Rabu (4/10/2023).
Nahar memastikan pihaknya akan terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat dalam upaya pendampingan dan penanganan kasus tersebut.
Ia menjelaskan bahwa korban terdiri dari 39 remaja laki-laki dan 1 perempuan. Terduga pelaku mengaku bahwa tindakan asusila yang dilakukan adalah untuk berguru ilmu hitam.
Kasus pencabulan terungkap ketika salah satu keluarga korban mencurigai perubahan perilaku korban yang lebih pendiam dan enggan bicara kecuali saat ditanya. Dari kecurigaan itu, keluarga korban lantas memeriksa ponsel korban dan menemukan percakapan mencurigakan antara korban dan terduga pelaku. Keluarga menanyakan maksud percakapan itu ke korban.
Ia bilang, korban pun mengakui tindakan asusila yang dilakukan oleh terduga pelaku kepada keluarganya, dari mulai pemaksaan hingga pengancaman yang diterima oleh korban. Keluarga korban akhirnya melapor ke Polsek Mandau dan kepolisian bergerak cepat untuk menangkap dan mengamankan terduga pelaku
“Berdasarkan hasil pemeriksaan di kepolisian, terduga pelaku mengaku telah melakukan pencabulan terhadap 40 orang anak remaja," demikian pernyataan Nahar.
Aksi pencabulan tersebut dilakukan di rumah terlapor dan di semak-semak. Korban laki-laki dipaksa untuk melakukan kegiatan seksual. Semenrara korban perempuan dipaksa hingga terjadi persetubuhan.
"Terduga pelaku menjadikan aksi TPKS nya sebagai syarat karena telah tergabung dalam geng motor yang bernama Pariasi Motor Community,” ucap Nahar.
Terkait kasus tersebut, Nahar memastikan akan melakukan pendampingan terhadap para korban. Hingga saat ini, KemenPPPA sudah melakukan pendampingan secara hukum dan psikologis kepada 7 korban yang terdiri dari 6 remaja laki-laki dan 1 remaja perempuan.
Selain itu juga akan dilakukan pelacakan terhadap korban lainnya melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Kabupaten Bengkalis dan Kepolisian.
“Kami terus melakukan tracing dan pendampingan yang dibutuhkan baik secara hukum maupun psikologis kepada korban lainnya," imbuhnya.
Ia juga mengimbau korban lainnya ataupun keluarga korban untuk segera melapor jika terlihat adanya perubahan perilaku dan emosional korban yang mengarah kepada traumatis.
Terduga pelaku disangkakan Pasal 76D Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar sesuai dengan Pasal 81 Ayat (1) dan/atau Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Kemudian Pasal 76E Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 (lima belas) tahun penjara dan denda paling banyak Rp5 miliar sesuai dengan Pasal 82 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
“Tidak hanya itu, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud yang dilakukan oleh terduga pelaku dalam menimbulkan korban lebih dari 1 (satu) orang, maka pidananya dapat merujuk Pasal 81 Ayat (5) dan/atau ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sesuai dengan Pasal 82 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016,” urai Nahar.
Selanjutnya Pasal 81 Ayat (6) dan (7) dan Pasal 82 Ayat (5), pelaku dapat dikenai pula pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku dan dapat dikenakan tindakan berupa kebiri kimia dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
Nahar pun menegaskan, dalam Pasal 23 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, TPKS tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan.
KemenPPPA mendorong penegak hukum yang menangani kasus ini untuk menjatuhkan hukuman maksimal kepada terduga pelaku atas tindakannya. Sebab, tindakan asusila yang dilakukan tidak hanya merugikan korban secara fisik, namun juga menimbulkan dampak yang luar biasa seperti gangguan psikologis berupa trauma berkepanjangan dan juga gangguan seksual. Perilakunya juga telah merusak masa depan para korban.
"Apalagi terduga pelaku mengancam para korban sehingga para korban merasa ketakutan jika suatu hari nanti terduga pelaku bebas,” tambah Nahar.
Kemen PPPA meminta kepada masyarakat untuk melaporkan ke pihak berwajib jika menemui kasus kekerasan yang melibatkan perempuan dan anak di sekitarnya.
Selain itu, Kemen PPPA mendorong masyarakat yang mengalami atau mengetahui segala bentuk kasus kekerasan segera melaporkannya kepada Layanan SAPA 129 Kemen PPPA melalui kanal hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129 atau melaporkan ke polisi setempat.
Penulis: Iftinavia Pradinantia
Editor: Reja Hidayat