tirto.id -
Sikap pemerintah ini terungkap saat Dirjen Kekayaan Negara, Isa Rachmawata menjawab pertanyaan anggota komisi XI Andreas Eddy Susetyo dalam rapat bersama komisi XI DPR RI, hari ini Selasa (2/7/2019).
"Kementerian tetap meminta Lapindo Brantas Inc,. dan PT Minarak Lapindo Jaya memenuhi kewajibannya sesuai ketentuan dalam perjanjian LBI. Karena seperti yang disampaikan SKK Migas terkait set of yang diajukan, intinya cost recovery hanya bisa dibayarkan ketika blok tersebut sudah mendapatkan hasil dari produksi," tutur Isa.
Saat ini, kata Isa, Lapindo baru membayar utang tersebut sebesar Rp5 miliar pada Desember 2015. Sementara itu, Berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Kementerian PUPR 2018, posisi dana talangan kepada PT Minarak Lapindo Jaya di akhir Desember tahun lalu memang masih sangat besar, yakni Rp773.382.049.559.
Jumlah itu belum termasuk beban bunga tahun 2015-2018 sebesar Rp126.834.656.128 serta denda kelambatan pengembalian pinjaman sebesar Rp699.137.372.801.
Dari jumlah tersebut, Grup Bakrie tercatat baru menyetorkan uang ke negara sebesar Rp5 miliar. Jika ditotal, posisi utang Bakrie atas dana talangan bencana lumpur Lapindo hingga akhir 2018 mencapai Rp1,564 triliun.
"Kami sekarang mendorong LBI LBJ untuk mensertifikasi tanah-tanah yang dibeli (Lapindo) dan sudah ada tanah yang disertifikasi di daerah terdampak dekat tanggul 44-45 hektare kepada PPLS kementerian pupur. Dan sertifikasi tanah di daerah lain di daerah terdampak 44-45 hektare tentu ini harus melalui proses audit dan valuasi," tuturnya.
Penulis: Hendra Friana
Editor: Agung DH