tirto.id - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan penerimaan perpajakan pada 2020 diperkirakan turun lebih dalam dari perkiraan awal.
Febrio bilang pemerintah sempat membuat asumsi pertumbuhan penerimaan perpajakan minus 5,4% sesuai Perpres 54/2020, tetapi hasil evaluasi per Juni 2020 ini nilainya merosot.
“Setelah kami lihat data-datanya terakhir saat ini angka yang kami gunakan outlook 2020 minus 9,2%. Belum pernah kami mengalami tekanan sedalam ini untuk penerimaan perpajakan,” ucap Febrio dalam rapat bersama Badan Anggaran DPR RI, Rabu (24/6/2020).
Definisi penerimaan perpajakan yang digunakan yakni penerimaan negara dalam bentuk pajak ditambah pendapatan dari bea dan cukai. Dengan demikian definisinya berbeda dengan penerimaan pajak yang dipungut Direktorat Jenderal Pajak sendiri.
Febrio mengatakan turunnya penerimaan perpajakan ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama perlambatan ekonomi yang menimpa dunia usaha sehingga berakibat anjloknya penerimaan negara. Kedua pemerintah memberikan stimulus dan insentif. Imbasnya negara tidak bisa mendapat penerimaan sebagai konsekuensi keringanan bagi dunia usaha yang tengah kesulitan cashflow.
Febrio mencontohkan selama 2020 ini jumlah insentif yang pemerintah tebar sangat besar bahkan tidak seperti biasanya. Salah satunya relaksasi perpajakan untuk dukungan dunia kesehatan berupa pembebasan PPnm PPh, dan bea masuk pengadaan alkes dan obat. Di luar itu pemerintah juga membebaskan pungutan pajak honor tenaga kesehatan.
“Belum pernah pemerintah memberi insentif sebesar ini. Sepanjang beberapa puluh tahun mengikuti perkembagan perpajakan Indonesia,” ucap Febrio.
Lalu ada insentif perpajakan untuk mendukung masyarakat kelas menengah. Misalnya PPh 21 atau pajak penghasilan gaji karyawan ditanggung pemerintah dengan catatan pendapatannya tak lebih dari Rp200 juta per tahun.
Terakhir ada insentif dunia usaha untuk mempertahankan stabilitas ekonomi dan membantu meringankan beban usaha. Mulai dari pengurangan angsuran PPh 25, pembebasan PPh 22 dalam rangka impor, relaksasi restitusi sampai fasilitas khusus untuk bea masuk serta penurunan PPh badan dari 25% ke 22%.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Gilang Ramadhan