tirto.id - Pemerintah baru-baru ini merancang dokumen Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Dalam RKP 2025 tersebut, pemerintah mencantumkan target rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 39,77–40,12 persen.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan bahwa proses transisi pemerintahan untuk menerapkan target rasio utang tersebut masih dalam proses. Namun, dia memastikan bahwa siklus kebijakannya sudah jelas dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF).
"Ada penyusunan APBN itu dengan penyusunan KEM-PPKF, nanti ada RKP, nanti ada di DPR," kata Febrio kepada awak media di Kantor Kementerian Keuangan, Rabu (24/4/2024).
Oleh karena itu, Febrio meminta masyarakat untuk mengikuti proses yang ada di dalam RKP. Nantinya, kebijakan yang dirumuskan akan menjadi pijakan pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
"Kita ikuti aja ya prosesnya," kata dia.
Sebagai informasi, rasio utang pemerintah pernah mencapai kisaran 40 persen saat Pandemi COVID-19. Rinciannya, rasio utang 2020 tercatat sebesar 39,37 persen dan naik menjadi 40,73 persen pada 2021 dan 39,7 persen pada 2022.
Dikutip dari domumen APBN KITA edisi April 2023, utang pemerintah tercatat sebesar Rp7.879,07 triliun. Komposisinya didominasi oleh Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp7.013 triliun atau sekitar 89,02 persen. Sementara itu, pinjaman pemerintah tercatat senilai Rp865 triliun atau 10,98 persen.
Jika dirinci, besaran utang SBN terdiri dari domestik Rp5.658 triliun yang berasal dari Surat Utang Negara (SUN) Rp4.600 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) Rp1.057 triliun. Kemudian, untuk valas mencapai Rp1.354 triliun yang terdiri dari SUN Rp1.056 triliun dan SBSN Rp298 triliun.
Selanjutnya, utang yang berasal dari pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp21,31 triliun dan pinjaman luar negeri Rp844 triliun. Adapun pinjaman luar negeri itu terbagi untuk bilateral Rp264 triliun, multilateral Rp527 triliun, dan commercial banks Rp52,35 triliun.
Penulis: Faesal Mubarok
Editor: Fadrik Aziz Firdausi