Menuju konten utama

Kemenkes Catat 8.635 Penderita Kaki Gajah di Indonesia pada 2022

Kemenkes mencatat sebanyak 236 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia menjadi daerah endemis filariasis atau kaki gajah.

Kemenkes Catat 8.635 Penderita Kaki Gajah di Indonesia pada 2022
Petugas penyuluh kesehatan desa (kiri) memberikan sosialisasi kepada warga lansia tentang penyakit kaki gajah (filariasis) di Desa Pandean, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Jumat (28/7). ANTARA FOTO/Aji Styawan

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan jumlah penderita kaki gajah atau filariasis di Indonesia mencapai 8.635 orang pada 2022.

“Kami ada datanya by name by address,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi dikutip dari Antara, Selasa (31/1/2023).

Imran menuturkan situasi filariasis di Indonesia masih memprihatinkan. Sebanyak 236 kabupaten/kota di 28 provinsi di Indonesia menjadi daerah endemis filariasis.

"Baru 32 kabupaten/kota yang tersertifikasi eliminasi filariasis, sementara lima kabupaten/kota lainnya baru akan menerima sertifikat pada Februari 2023. Artinya, 178 kabupaten/kota lainnya masih dalam tahap surveilans sebelum penilaian eliminasi," katanya.

Berdasarkan hasil Analisis Situasi Filariasis Nasional Tahun 2022, Kemenkes mendapati lima provinsi dengan jumlah kasus tertinggi: Papua 3.629 kasus, Papua Barat 620 kasus, NTT 1.276 kasus, Aceh 507 kasus, dan Jawa Barat 424 kasus.

Sementara situasi kaki gajah secara global, dari 1 miliar orang yang tinggal di 72 negara endemis filariasis, sebanyak 120 juta di antaranya positif terinfeksi kaki gajah. Dengan jumlah orang yang mengalami kecacatan di dunia sebanyak 36 juta orang.

Imran menjelaskan Kemenkes memiliki dua strategi utama dalam penanggulangan filariasis, yakni menggelar Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) di 21 kabupaten/kota yang tersebar di Indonesia.

“Kami memberikan obat sekali setahun selama lima tahun berturut-turut dan sasarannya semua penduduk usia 2-70 tahun,” ujarnya.

Kemudian, Kemenkes memantau penatalaksanaan kasus filariasis untuk mencegah dan membatasi kecacatan. Hal itu dengan memastikan tersedianya paket perawatan minimum tata laksana serangan akut, manajemen limfedema, manajemen hidrokel, dan tersedianya obat filarial dan simtomatik lainnya.

Ahli Parasitologi Universitas Indonesia, Taniawati Supali menambahkan kaki gajah disebabkan oleh cacing filarial yang hinggap di saluran getah bening manusia terutama pada pangkal paha.

Di Indonesia, kaki gajah dapat terjadi akibat tiga spesies cacing, yaitu wuchereria bacrofti, brugia malahi, dan brugia timori.

"Kita agak beruntung karena di Indonesia tidak begitu banyak, tetapi (cacing) brancofti di perkotaan yang berbahaya seperti (yang terjadi di) Jawa Tengah dan Bekasi," ujar Tania.

Tania menjelaskan pada tahap awal penderita masih merasakan sehat dan belum tampak adanya pembengkakan. Namun pada diagnosis darah malam akan ditemukan anak cacing.

Pada gejala awal, penderita akan merasakan demam tanpa minum obat bisa hilang sendiri secara berulang, kemudian mulai muncul bengkak pada alat gerak yang awalnya bengkak normal.

Tania menekankan infeksi kaki gajah tidak bisa dianggap sepele. Infeksi dari cacing brancofti bisa memicu pembengkakan nyaris di seluruh bagian tubuh termasuk organ seksual. Pada laki-laki pembengkakan bisa terjadi pada skrotum, sementara bagi perempuan bisa mengenai payudara dan vulva.

Tania menambahkan kaki gajah bisa ditularkan oleh hewan kepada manusia. Namun hal itu perlu penelitian lebih lanjut terkait ciri hewan yang memiliki potensi menularkan infeksi tersebut.

“Ini perlu diingat, penularan filariasis bisa terjadi juga karena infeksi cacing yang dibawa hewan. Misalnya kucing atau anjing,” katanya.

Baca juga artikel terkait PENDERITA KAKI GAJAH

tirto.id - Kesehatan
Sumber: Antara
Editor: Gilang Ramadhan