tirto.id - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyampaikan perubahan terkait pelaksanaan pendidikan di masa pandemi covid-19. Kini, daerah zona kuning covid-19 sudah diperbolehkan untuk menggelar pembelajaran tatap muka di sekolah, berbeda dari sebelumnya hanya zona hijau yang diperbolehkan.
"Bagi zona merah dan oranye tetap dilarang melakukan pembelajaran tatap muka di satuan pendidikan, mereka melanjutkan belajar dari rumah. Tapi zona hijau dan kuning diperbolehkan, bukan dimandatkan, bukan dipaksakan, tapi diperbolehkan, kalau berkenan untuk melakukan pembelajaran tatap muka, tapi tentunya dengan protokol," kata Mendikbud Nadiem Makarim siaran langsung di kanal YouTube Kemendikbud pada Jumat (7/8/2020).
Nadiem menjelaskan, keputusan untuk membuka sekolah tetap ada di pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah memutuskan bisa membuka sekolah, maka kepala sekolah harus memenuhi sejumlah kriteria sebelum membuka sekolah.
Pertama adanya toilet bersih, fasilitas cuci tangan, dan disinfektan. Kemudian mampu mengakses layanan kesehatan, mampu menjalankan kewajiban masker, dan memiliki thermo gun.
Kepala sekolah juga harus memetakan warga sekolah yang tidak diperbolehkan masuk ke lingkungan sekolah. Pertama, warga sekolah yang memiliki penyakit penyerta yang tidak terkontrol; kedua, warga sekolah yang tidak memikiki akses transportasi yang memungkinkan penerapan jaga jarak; ketiga warga sekolah yang memiliki riwayat perjalanan dari zona kuning, zona oranye, atau zona merah, atau riwayat kontak dengan pasien positif covid-19 dan belum menyelesaikan masa karantina 14 hari.
Jika sekolah mampu, maka proses pembelajaran harus dilakukan hanya dengan setengah kapasitas kelas, dan jarak antar meja minimal 1,5 meter. Kegiatan di luar kelas seperti olahraga dan ekskul pun ditiadakan, demikianpun dengan kantin.
Jika sekolah tidak mampu, maka sekolah tersebut dibolehkan untuk melanjutkan pembelajaran jarak jauh.
"Bahkan kalau sekolahnya pun boleh melakukan pembelajaran tatap muka, kalau orang tua murid tidak memperkankan anaknya untuk pergi ke sekolah karena masih tidak nyaman dengan risiko COVID itu adalah prerogatif dan hak orang tua," kata Nadiem.
Kebijakan ini berlaku untuk SMK, SMA, SMP, dan SD. Bagi PAUD, pembelajaran tatap muka akan dilakukan dua bulan pasca implementasi sebab penerapan protokol kesehatan terhadap anak-anak dirasa akan sulit.
Sementara itu bagi sekolah/madrasah berasrama, pembukaan akan dilakukan bertahap. Jika kapasitas asrama di bawah 100 orang, pada bulan pertama kapasitas yang diperkenankan hanya 50 persen dan 100 persen pada bulan berikutnya. Jika kapasitas asrama di atas 100 orang, maka kapasitas yang diperkenankan hanya 25 persen di bulan pertama dan 50 persen di bulan berikutnya.
Kebijakan ini diambil dengan mempertimbangkan berbagai kesulitan dalam pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Menurutnya, jika dilakukan berkepanjangan, pembelajaran jarak jauh akan membawa dampak buruk bagi siswa, mulai dari putus sekolah, penurunan hasil belajar, dan stres.
"Kita harus punya dua prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi covid 19 di mana empat kementerian ini sepakat bahwa ada prinsip kesehatan dan keselamatan yang harus kita prioritaskan senantiasa. Tapi juga ada prinsip kedua Yaitu apa yg terbaik untuk anak2 kita dan masa depan generasi penerus bangsa juga harus jadi pertimbangan," kata Nadiem.
Dengan kebijakan ini, Nadiem memperkirakan ada 43 persen peserta didik di Indonesia yang bisa kembali bersekolah. Sebagian wilayah terluar dan termiskin pun berada di zona kuning dan hijau.
Kendati begitu, pemerintah daerah diminta terus mengawasi jalannya pembelajaran tatap muka dan melakukan evaluasi. Jika kemudian daerah tersebut berubah menjadi zona oranye atau merah maka pembelajaran tatap muka harus dihentikan.
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Reja Hidayat