Menuju konten utama

Kemenag: Wacana Full Day School Harus Disikapi Secara Arif

Kemenag mengungkapkan bahwa wacana full day school harus disikapi secara arif karena jika ditelaah model pendidikan ini memiliki kekhasan.

Kemenag: Wacana Full Day School Harus Disikapi Secara Arif
Sejumlah siswa membaca bersama pada pekan membaca di Sekolah Dasar Negeri 179 Palembang, Sumsel, Selasa (12/4). Antara Foto/ Feny Selly.

tirto.id - Direktur Pendidikan Madrasah Kementerian Agama (Kemenag) Nur Kholis Setiawan mengungkapkan bahwa wacana mengenai sekolah sehari penuh (full day school) harus disikapi secara arif dan jika ditelaah lebih dalam terdapat kekhasan sebagaimana nampak di beberapa daerah.

"Bagi kami, masing-masing model pendidikan itu punya kekhasan. 'Full day school' atau 'full time school' saya pikir sudah diterapkan di beberapa madrasah," kata Nur Kholis saat ditemui usai menghadiri konferensi pers Kompetisi Sains Madrasah (KSM) 2016 di kantornya Jakarta, Jumat (19/8/2016).

Ia mencontohkan sejumlah madrasah di beberapa daerah memiliki model pendidikan terintegrasi dengan konsep "full day school". Beberapa daerah itu biasanya merupakan kantong-kantong santri seperti di Jawa Timur, Banten, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Barat dan wilayah lainnya.

Pondok pesantren dan madrasah keagamaan, kata Nur Kholis, juga memiliki sistem pendidikan yang mirip dengan "full day school". Di sejumlah daerah itu bahkan didukung oleh pemerintah daerah.

Tolok ukur yang bisa dilihat, lanjut dia, adalah dengan adanya anggaran dari pemda untuk memberikan insentif kepada tenaga pendidik madrasah diniyah.

Menurut dia, wacana sekolah sehari penuh jangan terlalu dikhawatirkan. Alasannya, dengan segala kekurangan dan kendala "full day school" nantinya akan ada jalan keluarnya.

Terdapat anggapan jika sekolah sehari penuh akan mengurangi peran pondok pesantren dan madrasah keagamaan. Dua model pendidikan keagamaan itu mengisi waktu siswa di selain jam pendidikan reguler. Atas anggapan itu, Nur Kholis menganggap hal itu merupakan kekhawatiran yang wajar.

Kendati demikian, asumsi seperti itu tidak perlu dikhawatirkan karena pondok pesantren dan madrasah keagamaan tetap memiliki tempat di tengah masyarakat dengan kekhasannya tersendiri.

"Tidak kemudian mematikan madrasah diniyah atau taman pendidikan Al Quran menjadi tidak jadi relevan. Saya pikir itu kekhawatiran kita dalam mengasumsikan anggapan itu saja," kata dia.

Meski begitu, Nur Kholis enggan disebut mendukung wacana sekolah seharian. Dia lebih memilih disebut netral dalam perkembangan wacana "full day school".

"Kami bukan dalam konteks mendukung atau menolak. Kenyataannya madrasah keagamaan (yang beberapa menerapkan model mirip pendidikan sekolah seharian) eksis di daerah kantong santri," katanya.

Baca juga artikel terkait FULL DAY SCHOOL

tirto.id - Pendidikan
Sumber: Antara
Penulis: Yantina Debora
Editor: Yantina Debora