tirto.id - Skema kelas layanan dalam fasilitas kesehatan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan akan dihapus pada 2022. Jika sebelumnya layanan kesehatan dibuat dalam kelas I, II dan III, nantinya di aturan baru BPJS Kesehatan berkewajiban menyediakan kelas standar bagi rumah sakit skema layanan BPJS Kesehatan nantinya akan dibuat dengan kelas A dan B.
Adapun dua kelas tersebut terbagi dari Penerima Bantuan Iuran (PBI). Kemudian kelas lain terdiri dari peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.
Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Muttaqin menjelaskan saat ini BPJS Kesehatan bersama DJSN tengah fokus pada persiapan penerapan kelas standar tersebut pada 2022 mendatang.
Adapun prosesnya saat ini, lanjut Muttaqin, adalah penyelesaian tahap penetapan kriteria rawat inap (KRI) peserta BPJS Kesehatan. Selanjutnya, dilakukan pembahasan soal penyesuaian tarif Tarif Indonesian - Case Based Groups yang selanjutnya disebut Tarif INA-CBG’s.
Mengutip peraturan Menteri Kesehatan Nomor 69 tahun 2013, Tarif INA-CBG's adalah besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit.
"Selanjutnya simulasi iuran setelah manfaat medis dan manfaat non medis sudah mendapatkan konsensus, dan mekanisme pembiayaan JKN untuk tetap mendorong keberlanjutan dan kualitas JKN yang telah memberikan banyak manfaat untuk masyarakat," kata dia kepada reporter Tirto, Rabu (22/9/2021).
Sayangnya, Muttaqin belum bisa bicara lebih jauh perihal besaran iuran yang akan ditanggung peserta BPJS Kesehatan nantinya ketika kelas standar ini telah berlaku.
"Sampai saat ini belum bisa disampaikan, karena masih terus berproses," sebut dia.
Namun ia memastikan bahwa besaran iuran akan diupayakan tidak memberatkan peserta. Adapun sejumlah komponen yang digunakan untuk menghitung tarif kelas standar BPJS Kesehatan nantinya akan sangat bergantung pada kemampuan membayar iuran peserta.
"Perhitungan iuran tersebut paling tidak memperhatikan inflasi, biaya kebutuhan Jaminan Kesehatan, dan yang sangat penting juga adalah memperhatikan kemampuan membayar iuran peserta, terutama jika kita lihat di masa pandemi seperti sekarang ini," kata dia.
Hasil perhitungan pun tak akan langsung serta merta diterapkan. Namun, akan terlebih dahulu dikonsultasikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Sesuai Perpres 64 Tahun 2020, tentu DJSN dan K/L terkait akan mengusulkan iuran kepada presiden yang dengan sangat memperhatikan aspek-aspek tersebut. Kebijakan yang akan dicapai tentu untuk terus mendorong keberlanjutan, kualitas, dan keadilan Program JKN yang telah terbukti memberikan manfaat kepada masyarakat," tegas dia.
Penulis: Selfie Miftahul Jannah
Editor: Abdul Aziz