tirto.id - Saat berkunjung ke Yogyakarta pada Rabu 28 November 2018 lalu calon presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto punya tiga agenda kegiatan. Pertama bersilaturrahmi dengan warga Muhammadiyah di Hotel Prima Jalan Magelang KM 11, kemudian menyambangi kediaman Ketua Forum Ukhuwah Islamiyah (FUI) Yogyakarta Syukri Fadholi, terakhir menemui relawan di Sasana Hinggil Komplek Keraton Yogyakarta.
Saat lawatan terakhirnya itulah Prabowo melontarkan pernyataan: rakyat Yogya masih bisa senyum meski tak punya uang. Mulanya ia bercerita telah diberikan sumbangan uang dari pendukungnya yang bernama Syukri. Baginya pemberian sumbangan itu mengherankan sebab biasanya ia selalu dimintai uang saat bertemu dengan pendukungnya.
Selanjutnya dengan kalimat kelakar ia memuji sikap Syukri sebagai refleksi sikap masyarakat Yogyakarta. "Saya lihat saja sudah mengerti wajah-wajah kalian. Saya bilangnya wajah-wajah kalian yang ganteng, cantik-cantik yang penuh senyum walaupun tidak punya uang [..] Ini memang rakyat Yogya khas ini, tidak punya duit masih senyum," katanya.
Di hadapan sejumlah pendukungnya ia menyebut wajah bukan tanpang, karena tak ingin disalah artikan seperti saat di Boyolali. "Ada yang nunggu salah ngomong. Nanti dilaporkan. Sekarang aku serius salah, aku bercanda salah. Jadi apa tidak boleh bicara?," ujarnya.
Ucapan Prabowo dengan cepat menjadi kontroversial. Lawan politik Prabowo dari kubu pendukung Joko Widodo (Jokowi) menyebut guyonan Prabowo rendahan atau tidak berkelas. Seharusnya sebagai pemimpin Prabowo mencari bahasan lain agar retorikanya tak menyinggung sebagian masyarakat.
"Dia ingin guyon tapi kasta guyon seperti ini sangat rendah. Banyak hal yang bisa dijadikan jokes atau guyon, tapi tidak serta merta itu mesti menyinggung masyarakat," kata Wakil Sekretaris TKN Raja Juli Antoni kepada Tirto, Jumat (30/11/2018).
Menurut Antoni Prabowo tak belajar dari pengalaman. Saat pidato 'tampang Boyolali' yang ia ucapkan dipermasalahkan Prabowo sempat meminta maaf. Namun ketika kasusnya tak lagi diselidik Bawaslu, pidato yang menyinggung ekonomi warga sekitar kembali dilakukan.
"Jauh lebih penting adalah ada kesadaran baru dari calon presiden kita meningkatkan kampanye dengan membicarakan hal yang substansial," jelas Toni lagi.
Data BPS Soal Kemiskinan Yogyakarta
Namun bagaimana sebenarnya realitas kemiskinan masyarakat Yogyakarta menurut statistik pemerintah?
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dipublikasikan tahun ini, data 2017 lalu menunjukkan 488.520 ribu orang di Yogyakarta berstatus sebagai penduduk miskin.
Dalam data tersebut menunjukkan ribuan penduduk miskin yang berada di garis kemiskinan hanya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya per bulan tidak lebih dari Rp374.009. Dan berdasarkan data 2013-2017 tercatat peningkatan garis kemiskinan sebesar 4,92 persen per tahun.
Terus meningkatnya garis kemiskinan ini diperparah dengan tingginya tingkat pengangguran kerja kepala rumah tangga miskin. Pada 2017, tercatat ada 18,45 persen kepala rumah tangga miskin yang tidak bekerja.
Sementara itu UMP di Yogyakarta juga tidak mengalami kenaikkan yang signifikan. Tercatat Yogyakarta masih menjadi provinsi dengan UMP terendah di Indonesia. Pada UMP 2019 yang baru saja disahkan beberapa waktu lalu, Yogyakarta hanya memiliki UMP Rp 1.570.922 angka tersebut jauh lebih kecil dibandingkan misalnya DKI Jakarta yang telah mengesahkan UMP 2019 sebesar Rp3.940.973.
Janji Akan Hati-Hati
Saat mengomentari kontroversi ucapannya tentang tampang Boyolali tak bisa masuk hotel mewah di Jakarta, Prabowo Subianto mengaku sempat bingung. Ia tak menyangka ucapannya tersebut sampai dipersoalkan oleh banyak pihak.
"Saya bingung kalau ucapan bercanda dipersoalkan. Kalau saya begini dipersoalkan, begitu dipersoalkan," kata Prabowo saat menghadiri deklarasi Komando Ulama untuk Pemenangan Prabowo-Sandi (Koppasandi) di Jakarta, Minggu (4/11/2018).
Namun dia menyadari saat ini adalah tahun politik sehingga ucapannya dalam kesempatan apapun akan disorot masyarakat. Prabowo mengaku akan lebih berhati-hati dalam berbicara terutama banyak acara yang disorot oleh media massa.
"Jadi omongan bercanda sekarang harus dibatasi. Jadi saya bingung mau bicara apa, tapi saudara sudah mengerti," ujarnya.
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Jay Akbar