Menuju konten utama

Kelahiran dan Kematian Nikki Sixx di Bulan Desember

Bagi pendiri Motley Crue ini, bulan Desember selalu punya cerita mengesankan.

Kelahiran dan Kematian Nikki Sixx di Bulan Desember
Nikki Sixx. FOTO/articlebio.com

tirto.id - Bagi Nikki Sixx, tak ada bulan lain yang lebih mengesankan selain Desember. Bulan terakhir ini menandakan kelahirannya, kematian (surinya), juga masa akhir bagi bandnya.

I.

Sixx lahir sebagai Frank Carlton Serafino Feranna pada 11 Desember 1958. Sama seperti banyak kisah keluarga tak utuh, ayahnya meninggalkan keluarga saat usia Sixx masih terlalu kecil untuk mengingat apapun. Ibunya, Deana Richards, adalah mantan penyanyi latar Frank Sinatra.

Deana tak sanggup mengurus Sixx. Maka ia dititipkan di kakek neneknya, Tom dan Nona. Sang nenek, ia sebut sebagai perempuan yang mencintainya apa adanya, pun rela membesarkannya.

"Tanpa ayah, ibu, juga kenangan masa kecil. Hanya ada ingatan tentang aku yang berpindah antar kota. Nona dan Tom mencintaiku, dan begitu pula aku pada mereka. Tapi sesuatu yang jelas adalah: ibu dan ayahku memilih kegiatan lain selain membesarkanku," ujarnya suatu ketika.

Tanpa figur orang tua, Sixx tumbuh menjadi kapal yang terombang-ambing tanpa nakhoda. Ia limbung. Kemarahan tersimpan dalam dirinya. Untuk menjinakkan monster dalam diri, ia berkelahi. Juga menjual narkoba di jalan. Pernah pula ia masuk ke lembaga pemasyarakatan untuk remaja. Musik adalah penyelamatnya.

Sixx mendengar The Rolling Stones. Sweet. New York Dolls. Stooges. Kiss. Dan, yang menjadi pahlawan musiknya sepanjang masa: Alice Cooper.

Baca juga: Not in This Lifetime: Konser Akbar Guns N Roses di Singapura

Untuk melupakan ayahnya, yang ia sebut sebagai lelaki brengsek, Sixx membuang nama Feranna. Ia kemudian mengenalkan diri sebagai Nikki Sixx. Di usia 17, ia merantau ke Los Angeles, tanah yang menjanjikan banyak mimpi bagi anak-anak muda di seluruh antero Amerika.

Di sana ia bertemu dengan Blackie Lawless. Di sela-sela bekerja sebagai sales pengisap debu dan penjaga di toko minuman keras, Sixx bermain band bersama Blackie. Mereka membentuk Sister bersama Randy Piper, Dane Rage, dan Lizzie Grey. Kemudian band ini pecah.

Grey, Rage, dan Sixx kemudian membentuk London. Sedangkan Blackie membentuk W.A.S.P. Baik Blackie maupun Sixx, senang memakai simbol pentagram dalam logo maupun gambar latar band. Meski mereka kemudian berpisah jalan, dua-duanya tetap kerap memakai simbol pentagram.

Sixx kemudian bertemu dengan dua orang begundal lain: Vince Neil dan Tommy Lee. Mereka membentuk Motley Crue. Mick Mars, gitaris senior yang berusia 7 tahun lebih tua ketimbang mereka, direkrut setelah iklannya di koran dibaca oleh Sixx. Inilah formasi klasik Motley Crue, yang membuat nama mereka dicatat oleh tinta emas dalam kitab rock n roll.

Album pertama mereka, Too Fast for Love (1981) sudah menampakkan kebengalan sekaligus keisengan. Kovernya, menampilkan celana kulit, dengan sabuk berpaku, dan tangan kanan membentuk simbol metal. Sebuah penghormatan kepada kover album Sticky Fingers milik Rolling Stones.

Shout at the Devil (1983) melanjutkan kecintaan Sixx terhadap simbol pentagram dan apapun yang berbau satanik. Dalam The Devil Worshippers (1985), disebut bahwa album ini mendorong anak-anak muda untuk memuja setan. Itu patut ditertawakan, sebab Sixx jelas lebih memuja heroin ketimbang setan.

"Aku tahu Nikki punya masalah narkotika ketika kami menggarap Shout at the Devil. Yah, kami semua bermasalah dengan narkoba. Tapi Nikki terlihat lebih menjiwai ketimbang kami semua," kenang Vince Neil.

Heroin pula yang menjungkir balikkan hidup Sixx. Dalam biografinya, The Heroin Diaries: A Year in the Life of a Shattered Rock Star (2007), Sixx mengenang ia pernah mati suri setidaknya enam kali. Pada 1986, ia sempat mati sejenak di tong sampah. Lalu saat Tommy Lee menikah, Sixx menyembunyikan suntikan di sepatu boots-nya. Saat Nona meninggal, Sixx tak datang karena sedang "asyik" sendiri di rumahnya.

Semua itu membawa kita pada momen penting kedua bagi Sixx yang terjadi di bulan Desember.

Infografik Nikki Sixx Membungkam Maut

II.

"Begini versi singkatnya. Aku menjemput Slash, Sally pacar Slash, Steven Adler, dan Robbin (Crosby, dari Ratt). Kami pergi ke klub The Cathouse. Banyak kokain, alkohol, pil. Aku tak bisa ingat. Dan seperti biasa, aku pingsan. Lalu kami pergi ke hotel Slash untuk mencari heroin. Aku terlalu mabuk untuk menyuntik sendiri, dan membiarkan orang lain menyuntikku. Lalu tubuhku membiru."

Dalam biografi Motley Crue, The Dirt: Confessions of the World's Most Notorious Rock Band (2001), satu hal yang ditekankan oleh Sixx adalah, ia tak pernah meminta orang lain menyuntikkan heroin untuknya. Pekerjaan itu selalu ia lakukan sendiri. Ini mungkin sugesti yang ketika dilanggar akan berdampak buruk.

Tapi malam itu, seperti yang diucapkan Sixx, ia terlalu teler untuk menyuntik sendiri. Itu berakibat fatal. Tubuhnya membiru. Sally McLaughlin adalah kawan perempuan Slash yang baru sehari datang dari Skotlandia. Di hari pertamanya di Los Angeles, ia harus menghadapi dua orang yang berada di garis tipis antara hidup dan mati.

"Saat itu Slash seperti lumpuh, dan Nikki membiru. Aku menyeretnya ke kamar mandi dan menyiramnya dengan air dingin. Tapi Sixx tak bereaksi," kenang Sally.

Ambulans ditelpon. Lalu muncullah adegan itu, yang masih terus dikenang oleh Sixx hingga kapanpun.

"Aku berada di brankar, ada kain menutupi kepala. Aku melihat limousinku. Ada banyak orang menangis. Ada ambulans. Ada tubuh dengan sprei menutupi badan. Itu aku. Aku melihatnya dari atas," kata Sixx.

Malam itu, dua hari menjelang Natal, Nikki Sixx dinyatakan tewas karena overdosis. Supir limousine Sixx menelpon Vince Neil. Sang vokalis sangar ini kebingungan, dan menangis.

Baca juga: Rock n Roll dan Bagaimana Kamu Memilih Untuk Mati

Andai saja setiap manusia punya sembilan nyawa, Sixx sudah mengambil enam jatahnya. Malam itu, setelah dinyatakan tewas, Sixx ternyata hidup kembali. Detak jantungnya perlahan muncul. Tiba-tiba saja ia sadar dan kebingungan kenapa ada di rumah sakit.

"Ada seorang polisi bertanya-tanya. Aku bilang, 'bangsat kau.'"

Selanjutnya adalah kisah yang akan selalu diceritakan hingga kapanpun, sebagai sebuah simbol betapa Nikki Sixx adalah sebenar-benarnya perwujudan sex, drugs, rock n roll. Ia bangun, mencabut selang yang melingkari tangan dan wajahnya. Meraih celana kulitnya, Sixx berjalan sempoyongan dengan telanjang dada.

Di parkiran, ia bertemu dengan dua orang remaja perempuan yang menangis. Penggemar Motley Crue itu baru saja mendengar kabar kematian Sixx. Bayangkan bagaimana kagetnya mereka melihat sang idola berjalan setengah telanjang, sempoyongan. Bagai zombie penuh tato.

"Dua orang gadis itu mengantarkan aku dengan Mazda imut mereka. Di jalan, kami mendengar obituariku dibacakan di radio. Salah satu dari mereka memberi jaket, dan memaksaku berjanji untuk tidak memakai narkoba lagi."

Sesampai di rumah, Nikki masuk kamar, menyuntik heroin lagi, lalu pingsan.

Pengalaman mati suri kesekian kali itu kemudian menjadi bahan bakar untuk lagu "Kickstart My Heart" yang masuk dalam album terlaris mereka, Dr. Feelgood (1989). Salah satu lagu termasyhur Motley Crue itu seperti injeksi adrenaline ke dalam tubuh penumpang roller coaster. Membuat tubuh terasa terbakar, dan jantung bekerja tiga kali lebih keras. Cepat. Bersemangat.

Infografik Nikki Sixx Membungkam Maut

III.

31 Desember 2015. Semua penonton di Staples Centre, Los Angeles, tahu bahwa mereka adalah saksi pertunjukan terakhir Motley Crue. Setelah berbelas tahun berisi perkelahian, pesta sepanjang malam, bubar, gonta-ganti personel, reuni untuk kemudian bubar lagi, empat personel asli Motley Crue sepakat: semua memang harus diakhiri.

Maka disepakati, hari terakhir bulan Desember adalah penampilan pamungkas mereka. Semua personel menandatangani kontrak yang setuju bahwa tak ada lagi Motley Crue. Tentu saja Staples Center malam itu diisi oleh kesedihan yang merambat hingga ujung-ujung stadion. Band dekaden ini menciptakan banyak lagu yang mengiringi hidup sebagian besar penonton.

Penonton juga sudah menduga, lagu terakhir yang dimainkan adalah "Home Sweet Home", sebuah ode yang dipersembahkan oleh para petualang, untuk sesuatu yang mereka cintai: rumah. Bagi Motley Crue, Los Angeles adalah rumah. Tempat mereka memulai berjalan, dan tempat mereka pulang. Bagi Sixx, Motley Crue adalah rumahnya hingga kapanpun.

Baca juga: Rock n Roll Dikubur di Los Angeles

Ada banyak sekali proyek musikal Sixx. Mulai dari Brides of Destruction, 58, hingga Sixx: A.M. Tapi tak ada yang lebih mengesankan ketimbang Motley Crue. Karya-karya terbaiknya, yang ia buat di masa-masa paling bergairah dan penuh gejolak, ada pada 5 album awal Motley Crue. Mulai kisah perkawanan, narkotika, hingga cinta picisan. Untuk itu, Sixx tahu kapan saat yang paling tepat untuk mengakhirinya: Desember, bulan yang amat berkesan baginya.

Tidak seperti yang diramalkan oleh banyak orang, Nikki Sixx ternyata panjang umur. Pada 11 Desember 2017, ia merayakan ulang tahun ke 59. Usianya menua, tapi tidak semangatnya. Kematian, baginya adalah hal sepele yang sama sekali tak membuatnya gentar.

"Kalau kamu menjalani hidupmu dengan sebaik-baiknya, kematian itu sama sekali tidak menakutkan. Malah memberimu alasan untuk hidup dengan penuh seluruh."

Baca juga artikel terkait MUSISI atau tulisan lainnya dari Nuran Wibisono

tirto.id - Musik
Reporter: Nuran Wibisono
Penulis: Nuran Wibisono
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti