tirto.id - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) memindahkan penahanan tersangka Alwin Albar ke Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Pemindahan tempat penahanan itu dalam rangka pelimpahan tersangka dan barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Jaksel.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa Alwin Albar adalah salah satu tersangka kasus dugaan korupsi PT Timah. Sebelumnya, dia ditahan di Lapas Kelas IIB Sungailiat, Bangka.
"Sebelumnya, tersangka AA ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIB Sungailiat, Bangka, dalam perkara tindak pidana korupsi pengadaan peralatan washing plant pada PT Timah Tbk oleh Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung," tutur Harli dalam keterangan tertulis, Kamis (5/12/2024).
Harli menjelaskan bahwa dalam kasus ini tersangka Alwin Albar selaku Direktur Operasi Produksi PT Timah Tbk periode 2017-2020 bersama-sama dengan terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani selaku Direktur Utama PT Timah Tbk dan terdakwa Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan mengeluarkan kebijakan untuk tidak melakukan penambangan sendiri di wilayah IUP. Namun, disepakati pembelian bijih timah dari penambangan ilegal yang beraktivitas di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Pembelian bijih timah itu menggunakan skenario mitra jasa penambangan dan mitra borongan pengangkutan dengan metode jemput bola serta pengaman aset. Padahal, itu sama saja dengan PT Timah Tbk melakukan pembelian bijih timah yang ditambang secara ilegal dari wilayah IUP-nya sendiri.
"Selanjutnya, pada tahun 2018 di saat Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak menerbitkan persetujuan RKAB beberapa smelter swasta yang juga memperoleh sebagian bahan baku dari penambang ilegal maupun kolektor timah di Wilayah IUP PT Timah," ujar Harli.
Tersangka Alwin Albar, terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani, dan Emil Ermindra kemudian melakukan permufakatan jahat dengan Harvey Moeis, Robert Indarto, Suwito Gunawan, Fandi Lingga, Hendry Lie, serta Aon dengan cara seolah-olah bekerja sama dalam pemurnian hingga pelogaman timah. Padahal, mereka membeli bijih timah dari 12 perusahaan boneka.
Harli menyebut bahwa biaya pemurnian dan pelogaman disepakati sebesar US$3.700 sampai dengan US$4.000. Nilai itu lebih tinggi dari biaya yang biasanya dikeluarkan oleh PT Timah Tbk, yakni berkisar antara US$1.000 sampai dengan US$1.500 per metrik ton.
"Akibat perbuatan tersebut negara dirugikan Rp300.003.263.938.131,14," ungkap Harli.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Fadrik Aziz Firdausi