Menuju konten utama

Kecepatan Internet di Indonesia Hambat Digitalisasi Industri

Digitilasasi Industri di Indonesia berpotensi besar namun saat ini masih terkendala kecepatan internet.

Kecepatan Internet di Indonesia Hambat Digitalisasi Industri
Anak-anak menggunakan alat komunikasi di Agats, Kabupaten Asmat, Papua, Sabtu (27/1). Pemerintah menargetkan pembangunan menara Base Transceiver Station (BTS) untuk internet berkecepatan tinggi selesai pada 2019 di 180 kecamatan yang tersebar di 12 provinsi diantaranya Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, Papua, dan Papua Barat. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id -

Data opensignal.com menunjukkan kecepatan internet di Indonesia masih menduduki tiga terbawah dari 88 negara di dunia, di atas Algeria dan India. Indonesia juga masih tertinggal dibandingkan dengan negara ASEAN seperti Myanmar, Thailand, dan Filipina. Hal ini menghambat perkembangan digitalisasi industri di Indonesia.

Merespons masalah ini, Menteri Perindustrian, Airlangga Hartarto mengungkapkan pemerintah sedang memperkuat infrastruktur digital saat ini, salah satunya dengan pembangunan Palapa Ring. Tujuannya, untuk mendukung ekonomi berbasis digital ke depan. "Sinergi dengan kementerian terkait kita ada, bicara soal infrastruktur, itu ditangani oleh Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika). Dan investasinya salah satunya Palapa Ring," ujar Airlangga di Jakarta pada Rabu (21/2/2018).

Ia mengatakan dengan pembangunan Palapa Ring dapat memperluas jaringan fiber optik, untuk meningkatkan kemampuan kinerja internet. "Fiber optik itu tentu bandwidth perlu diperluas lagi. Oleh karena itu, dengan Kominfo kita punya untuk industri kecil menengah di klaster-klaster industri disiapkan bandwidth lebih besar," terangnya.

Bandwidth atau lebar pita adalah jumlah data yang dapat dibawa dari sebuah titik ke titik lain dalam jangka waktu tertentu (pada umumnya dalam detik). Bandwidth biasanya diukur dalam satuan bps (bits per second).

Menurut Arilangga, ada lima industri yang menjadi percontohan untuk digitalisasi industri yakni industri kimia, tekstil, otomotif, elektronik, serta makanan dan minuman (mamin). Diharapkan dengan digitalisasi kelima dapat mendorong akselerasi pertumbuhan ekonomi. "Target peningkatan kontribusi pertumbuhan ekonomi masih kita bahas dulu dengan kementerian lain. Ini masih pilot project," ucapnya.

Kemenperin memprediksi pada 2020 kelima sektor industri tersebut akan berkontribusi sebesar 70 persen dari total PDB manufaktur, 60 persen untuk ekspor manufaktur, dan 65 persen peningkatan pada jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur.

Revolusi Industri Keempat

Airlangga meyakini penerapan revolusi industri keempat (Industry 4.0) dapat mengakselerasi target dari visi Indonesia 2045. Visinya antara lain menjadi salah satu negara dengan pendapatan tinggi dan salah satu kontributor Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di dunia.

“Dengan Industry 4.0, kami optimistis manufaktur kita semakin produktif dan berdaya saing, sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional," tuturnya.

Ia menyebutkan beberapa prediksi capaian Indonesia di 2045, seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 6,4 persen, nilai PDB per kapita USD 28.934, dan peringkat keempat PDB dunia.

Selanjutnya, pertumbuhan investasi hingga 7,3 persen per tahun atau berkontribusi terhadap PDB sebesar 39 persen, pertumbuhan ekspor mencapai 7,9 persen, dan pertumbuhan industri di angka 7,8 persen yang berperan kepada PDB sebanyak 32 persen.

Hanya saja, untuk mencapai target-target tersebut dia mengungkapkan kualitas SDM dalam negeri harus ditingkatkan, agar tenaga kerja manusia tidak kalah oleh tenaga digital, yakni bahasa Inggris, statistik, dan koding. "Ini bisa dipelajari dalam enam bulan. Kami yakin, Indonesia siap menjadi solusi dalam Industry 4.0 dan digital ekonomi," tegas Airlangga.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara mengatakan untuk menjamin keberlangsungan sistem Industry 4.0 berjalan secara optimal, ada beberapa prasyarat yang harus dipenuhi oleh industri. Diantaranya, ketersediaan sumber daya listrik yang melimpah, murah, dan kontinyu, serta ketersediaan infrastruktur jaringan internet dengan bandwidth yang cukup besar dan jangkauan luas (wide coverage).

Selanjutnya, ketersediaan data center dengan kapasitas penyimpanan yang cukup banyak, aman, dan terjangkau, ketersediaan infrastruktur logistik modern, serta kebijakan ketenagakerjaan yang mendukung kebutuhan industri sesuai dengan karakter Industry 4.0. "Tahun 2018 ini kami akan melakukan sosialisasi besar-besaran untuk industry 4.0," ungkap Ngakan.

Kemenperin pun telah membuat program pendidikan vokasi yang mengusung konsep link and match antara industri dan SMK. "Kami juga punya beberapa balai diklat yang bisa dipakai oleh industri untuk meningkatkan kemampuan tenaga kerjanya," lanjut Ngakan.

Baca juga artikel terkait INTERNET atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Teknologi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Agung DH