tirto.id - Jepang pernah menduduki wilayah Indonesia mulai tahun 1942 sampai 1945. Ketika masa pendudukan tersebut, Jepang menerapkan beberapa kebijakan untuk mengatur kehidupan di Indonesia.
Berdasarkan catatan, Jepang sebenarnya sudah mulai menunjukkan taringnya sejak 1938—1939. Sebagai negara yang lolos dari krisis ekonomi dunia, Jepang menginvestasikan sebagian hartanya di Hindia Belanda (nama Indonesia sebelum merdeka).
Namun, kesadaran Jepang akan perbedaan sekutu dalam Perang Dunia Kedua membuat pihaknya berpikir untuk menguasai tempat investasi. Langkah pertama yang diambil adalah menyerang Tarakan, Kalimantan Timur—terjadi pada 11 Januari 1942.
Lantas, seperti apakah sejarah penguasaan Jepang dan kebijakan yang telah dibuatnya kala itu?
Sejarah Penaklukan Belanda Oleh Jepang
Dalam upaya penyerangan wilayah Tarakan, Jepang ternyata berhasil menguasai tempat tersebut. Penyerangan tidak berhenti di sana, melainkan ke wilayah Indonesia yang lainnya.
Jepang setidaknya berhasil merebut empat daerah Kalimantan, yakni Balikpapan (24 Januari 1942), Pontianak (29 Januari 1942), Samarinda (3 Februari 1942), dan Banjarmasin (10 Februari 1942).
Setelah berhasil menguasai beberapa daerah di Kalimantan, Jepang kemudian meluncurkan aksi untuk menguasai wilayah Maluku. Lalu, melanjutkan lagi pengambilalihan kekuasaan ke daerah Sumatera, dan Pulau Jawa.
Belanda yang kurang berdaya menghadapi situasi tersebut pada akhirnya melakukan perundingan dengan Jepang. Pada 8 Maret 1942, Belanda resmi menyerahkan kekuasaan Hindia Belanda kepada Jepang melalui Perjanjian Kalijati.
Kebijakan Jepang pada Masa Penjajahan
Setelah resmi memperoleh kekuasaan di Indonesia, Jepang menerapkan berbagai kebijakan untuk mengatur kehidupan masyarakat. Salah satu kebijakan tersebut terkait dengan penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar.
Selain dalam bidang bahasa, ada juga beberapa kebijakan di bidang lain yang diterapkan Jepang selama menjajah Indonesia. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah agar rakyat Indonesia mendukung Jepang dalam Perang Asia Pasifik. Berikut ini daftar kebijakan-kebijakan tersebut:
1. Bidang Ekonomi
Pada bidang ini, setidaknya Jepang menginginkan adanya (1) perluasan area persawahan dan (2) pengawasan pertanian dan perkebunan. Kedua hal tersebut dilakukan demi tujuan membantu Jepang dalam bidang ekonomi saat menjalankan perang dengan Sekutu.
1) Perluasan Area Persawahan
Dengan kebijakan ini, Jepang sadar bahwa kebutuhan beras untuk makanan pokok tidak dapat terpenuhi. Dengan begitu, kebijakan untuk meluaskan daerah persawahan dilakukan demi meningkatkan produksi.
2) Pengawasan Terhadap Pertanian dan Perkebunan
Ketika menjajah Indonesia, Jepang melakukan pengawasan ketat terhadap aktivitas pertanian serta perkebunan. Hal tersebut dilakukan untuk mengendalikan harga barang dan membagi persenan yang sesuai. Setidaknya, pembagian persenan tersebut meliputi 40 persen untuk petani, 30 persen untuk dijual murah kepada Jepang, dan 30 persen lagi untuk lumbung desa.
2. Bidang Pemerintahan
Dalam bidang ini, Jepang berusaha mengendalikan kondisi pemerintahannya di Indonesia agar tetap stabil dengan cara berikut ini:
1) Membagi Pemerintahan
Pembagian pemerintahan yang dimaksud adalah memberikan kewenangan terhadap satu titik untuk mengawasi dan memerintah beberapa daerah. Setidaknya, kala itu pembagian meliputi (1) Jawa dan Madura, (2) Sumatera, dan (3) Indonesia Bagian Timur.
Kendati seperti itu, kebijakan pembagian di atas pada akhirnya dianggap terlalu luas untuk diperintah. Oleh karena itu, pembagian wilayah yang lebih kecil pun dilakukan demi efektivitas pengawasan.
Pembagian tersebut dapat dicontohkan dengan adanya tiga provinsi di Pulau Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur). Namun, pembagian masih dianggap kurang kecil sehingga dilanjutkan dengan pemunculan 17 karesidenan di Jawa dan 10 karesidenan di Sumatera.
2) Merekrut Pegawai dari Pihak Belanda, Cina, dan Indonesia
Terlepas dari itu wilayah itu, pejabat yang bertugas menduduki posisi akhirnya diklaim kurang. Dengan begitu, akhirnya Jepang melakukan perekrutan pegawai dari pihak Belanda, Cina, dan Indonesia.
Melalui kebijakan ini, masyarakat Indonesia pada akhirnya mengerti sedikit demi sedikit tentang dunia pemerintahan dan kepegawaian.
3. Bidang Militer
Ketika masuk di Indonesia, Jepang berhasil mengusir Belanda yang sudah menjajah ratusan tahun. Oleh karena itu, masyarakat Indonesia pada awalnya percaya dengan inisiatif Jepang.
Bahkan, kepercayaan tersebut berhasil mengajak beberapa masyarakat Indonesia untuk bergabung dengan militer Jepang. Kala itu, Jepang setidaknya menciptakan beberapa organisasi militer berikut:
1) Heiho (pasukan pembantu prajurit)
Terdiri dari Angkatan Darat dan Laut dan ditugaskan membantu Jepang dalam perang. Orang-orang yang masuk organisasi militer ini diajarkan tentang cara menggunakan senjata, tank, mengemudi, dan artileri.
2) Pembela Tanah Air (PETA)
Organisasi militer ini sebenarnya tidak dibentuk oleh pihak Jepang, melainkan Gatot Mangunpraja—nasionalis yang memiliki ketertarikan untuk membantu Jepang. Organisasi ini terdiri dari 5 tingkatan, yakni Daidanco (komandan batalion), Cudanco (komandan kompi), Shudanco (Komanda pleton), Budanco (komandan regu), dan Giyuhei (prajurit sukarela).
Selain dua organisasi militer di atas, ada juga organisasi semi militer yang terdiri dari Gerakan 3A, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), dan Jawa Hokokai (Kebaktian Rakyat Jawa).
4. Bidang Sosial
Selain militer dan pemerintahan, kebijakan juga dilakukan terhadap bidang sosial. Berikut ini tiga poin kebijakan yang pernah dilakukan Jepang ketika menjajah Indonesia:
1) Membentuk Tanarigumi atau Rukun Tetangga
Dibentuk demi mempermudah pengawasan serta pangarahan terhadap penduduk. Dengan begitu, rukun tetangga yang hingga kini masih ada di Indonesia merupakan peninggalan yang ada sejak masa penjajahan.
2) Romusha
Pada kebijakan ini, pemerintah Jepang memaksa rakyat Indonesia untuk melakukan pekerjaan tanpa upah. Alasannya, demi memenuhi kebutuhan yang dibutuhkan Jepang dalam Perang Dunia Kedua.
3) Pendidikan
Pada kebijakan ini, Jepang menciptakan tiga tingkatan di bidang pendidikan. Dimulai dari Sekolah Dasar (Gokumin Gakko), Sekolah Menengah Pertama (Shoto Chu Gakko), dan Sekolah Menengah Atas (Chu Gakko).
4) Penggunaan Bahasa Indonesia Sebagai Pengantar
Ketika menduduki Indonesia, Jepang tidak ingin bahasa Belanda digunakan dalam kehidupan sehari-hari atau di lingkungan sekolah. Dengan begitu, akhirnya bahasa Indonesia digunakan dan disahkan sebagai bahasa resmi oleh pemerintahan Jepang.
Editor: Iswara N Raditya