Menuju konten utama

Kaukus Parlemen Papua Sayangkan Persekusi yang Diterima Mahasiswa

Anggota DPR asal Papua menyebutkan, pernyataan Wakil Wali Kota Malang bisa memicu provokasi di Tanah Papua.

Kaukus Parlemen Papua Sayangkan Persekusi yang Diterima Mahasiswa
Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). ANTARA FOTO/Gusti Tanati/wpa/ama.

tirto.id - Ketua Kaukus Parlemen Papua-Papua Barat Robert J Kardinal mengaku heran dengan adanya perlakuan intimidasi penangkapan dan cacian berbau SARA terhadap mahasiswa asal Papua dan Papua Barat di Surabaya, Malang dan Semarang.

Apalagi, tindakan itu didapat saat negara ini sedang merayakan kemerdekaan ke-74 pada akhir pekan lalu.

"Peristiwa persekusi kepada mahasiswa Papua-Papua Barat di Semarang, Surabaya, dan Malang ini sangat kita sayangkan. Apalagi peristiwa tersebut terjadi jelang Perayaan HUT ke-74 RI," kata Robert kepada reporter Tirto, Senin (19/8/2019).

Saking kesalnya, Robert yang berasal dari Sorong, Papua Barat itu meminta Kementerian Dalam Negeri, Kapolri, dan Panglima TNI memberikan sanksi keras kepada aparat yang telah melakukan pembiaran dan lalai sehingga banyak mahasiswa Papua-Papua Barat mendapat hinaan dan cercaan yang sangat tidak pantas.

Bendahara Umum Partai Golkar itu juga menyesalkan sikap Wakil Wali kota Malang Sofyan Edi Jarwoko yang justru menyulut kemarahan warga Papua dan Papua Barat.

Sofyan Edi diketahui berniat untuk memulangkan mahasiswa Papua ke daerah asalnya akibat peristiwa kerusuhan yang terjadi di Malang.

Pernyataan itu, kata Kardinal, sangat tidak patut dilakukan seorang pemimpin di daerah karena sama saja bisa memprovokasi masyarakat.

"Saya minta Mendagri berikan sanksi keras karena pernyataannya bukan hanya memprovokasi warga Malang tapi juga kemarahan Warga Papua," tuturnya.

Menurut Robert, warga Papua tidak seperti yang dituduhkan dalam peristiwa ini, bahkan, kata Robert, warga Papua di tanah kelahirannya sangat menerima kehadiran para pendatang.

Robert yang juga anggota Komisi IV DPR RI ini meminta tak ada lagi perbedaan yang didapat warga Papua yang tinggal di luar Papua. Keadilan dan kesetaraan, ujar Robert, juga harus didapat warga Papua, apalagi mereka yang sedang menempuh pendidikan bukan malah disuruh pulang ke Papua.

"Semuanya berhak mendapat pendidikan yang layak. Masa seorang pemimpin buka opsi pulangkan mahasiswa mahasiswa Papua. Ini, kan, berikan rasa kebencian pada anak bangsa. Bagaimana seorang pemimpin bisa bersikap seperti itu," tegasnya.

Sebelumnya, masyarakat Manokwari bergejolak lantaran tak terima dengan intimidasi, penangkapan dan cacian terhadap mahasiswa asal Papua di Surabaya dan Malang.

Mereka memblokade jalan raya, membakar ban, membakar kantor DPRD Papua Barat dan kantor Gubernur Lama Papua Barat sebagai kekesalan. Aparat gabungan TNI dan Polri bernegosiasi dengan massa agar tidak kerusuhan tidak meluas.

Kemarahan masyarakat Papua ini karena adanya caci maki yang dilakukan ormas di Surabaya, selain itu polisi juga memaksa masuk asrama yang mereka tempati. Mereka digelandang ke Mapolres Surabaya untuk diperiksa terkait dugaan perusakan bendera yang diadukan ke kepolisian pada 16 Agustus.

Sementara kerusuhan yang terjadi di Malang, membuat Pemerintah Kota (Pemkot) Malang berencana mengambil tindakan tegas atas peristiwa tersebut. Salah satunya dengan memulangkan oknum mahasiswa asal Papua yang bermasalah.

Wakil Wali Kota Malang Sofyan Edi Jarwoko mengungkapkan bahwa pihaknya menyayangkan aksi unjuk rasa yang berujung anarkis.

"Kalau sampai ada korban masyarakat sipil, kerusakan dan kerugian itu bisa masuk ranah pidana perusakan. Dan itu kan membahayakan. Nanti dilihat dulu. Salah satunya muncul opsi dipulangkan (oknum yang bermasalah ke Papua). Kan, kebijakan pemulangan itu juga sudah pernah dilakukan," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK PAPUA atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Dewi Adhitya S. Koesno