tirto.id - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Periode 2016-2019 Ignasius Jonan menyatakan dampak pandemi Corona atau COVID-19 sudah terasa pada sektor migas. Hal itu terlihat dari anjloknya harga minyak dunia hingga hampir menyentuh 20 dolar AS per barel minyak.
Meski demikian, Jonan pesimistis kalau berbagai pukulan ini bisa dimitigasi. Menurut dia, sektor migas cukup unik dari sektor lainnya sehingga tidak banyak yang bisa dilakukan.
“Kita mesti ngapain di Indonesia? Kalau oil and gas (migas) nothing that we can do (tidak ada yang bisa kita lakukan),” ucap Jonan dalam webinar bertajuk ‘update sektor energi di tengah pandemi COVID-19,’ pada Selasa (14/4/2020).
Salah satu contohnya, Jonan menyebutkan penurunan harga minyak akibat pandemi Corona ini relatif sulit diotak-atik dari anjloknya harga minyak di keadaan biasa. Meski produksi minyak dunia sudah dipangkas 20 persen, tidak ada peningkatan signifikan pada harga minyak.
“Kalau di-cut (produksi) 5-10 persen saja, harganya akan melambung tinggi. Kali ini enggak,” ucap Jonan.
Ia bilang hal itu terjadi lantaran pandemi memaksa masyarakat tidak beraktivitas sehingga memukul permintaan bahan bakar. Meski efeknya temporer, ia sendiri tidak bisa memprediksi kapan berakhirnya.
Di sisi lain ada kendala pada pengendalian produksi. Ia bilang pada sisi minyak produksi bisa dikendalikan dengan mudah.
Namun bagi gas tidak semudah minyak. Karakteristiknya cukup unik sehingga harus tetap berjalan usai pertama kali beroperasi.
“Gas lebih susah lagi sekali sumurnya dibuka harus jalan. Kalau mau tutup lagi makan waktu buat buka dan ongkosnya besar,” ucap Jonan.
Ia menambahkan di tengah kondisi ini memang tidak banyak solusi yang bisa diambil menyelamatkan industri migas. Sebab industri ini bersifat jangka panjang. Perencanaan Blok Masela misalnya membutuhkan 20 tahun, sedangkan suatu pandemi bisa berlangsung 6-12 bulan.
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Abdul Aziz