Menuju konten utama

Kasus Siswi SMP Hamil: Pemerintah Beri Konseling & Pendampingan

Kemen PPPA akan memfasilitasi bimbingan konseling dan pendampingan pada kedua anak, dalam kejadian siswa SD yang hamili siswi SMP di Tulungagung.

Kasus Siswi SMP Hamil: Pemerintah Beri Konseling & Pendampingan
Ilustrasi. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise memberikan penjelasan saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/1/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) angkat bicara terkait kejadian siswa SD yang menghamili siswi SMP di Tulungagung, Jawa Timur.

Kemen PPPA menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan dinas PPPA di Tulungagung untuk memberi layanan konseling dan pendampingan kepada kedua anak tersebut.

Hal tersebut dilakukan, karena keduanya harus menikah di usia muda. Selain itu, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan pun ikut turun untuk memastikan kesehatan dan keberlangsungan pendidikan dari keduanya.

"Mau enggak mau, hak anak yg dikandung untuk memiliki status sehingga pemenuhan hak anaknya tidak terabaikan. Nah tinggal tadi harus kita keroyok bareng untuk anak tersebut," kata Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak atas Pengasuhan Keluarga dan Lingkungan, Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Kemen PPPA Rohika Kurniadi Sari di kantor Kementerian PPPA, Jumat (25/5/2018).

Kemen PPPA juga menyatakan keprihatinannya atas kejadian tersebut. Meskipun menyayangkan jika akhirnya kedua anak tersebut harus menikah di usia muda, namun menurut Rohika saat ini tidak ada jalan lain selain menikahkan keduanya.

Hal ini dilakukan agar anak yang dikandung kelak bisa memiliki status hukum dan mendapat hak serta perlindungan.

"Ini menjadi keprihatinan kita bersama. Anak ini harusnya dia tumbuh kembang secara optimal, tapi banyak hak-hak mereka kita abaikan sehingga mereka terjerumus hal-hal seperti itu," lanjut Rohika.

Untuk mencegah hal seperti ini terjadi lagi, Rohika menekankan peran keluarga yang menjadi pengasuh utama anak. Selain itu, menurutnya mesti ada pendidikan mengenai kesehatan reproduksi mulai dari level PAUD yang sesuai dengan usia dan kebutuhan si anak.

Hal itu dilakukan untuk meminimalisir dampak buruk dari pernikahan anak. Beberapa di antaranya adalah risiko kesehatan fisik dan mental terutama bagi sang wanita, hilangnya akses pendidikan, dan risiko kesehatan bagi si anak yang akan dilahirkan kelak.

"Kesehatan produksi itu harus dipahamkan mulai usia PAUD. Setuju. Tapi bagaimana metodenya? Itu harus juga dibangun sesuai mereka pemikirannya yang usia PAUD," kata Rohika.

Baca juga artikel terkait KASUS SISWA SD HAMILI SISWI SMP atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Yandri Daniel Damaledo