Menuju konten utama

Kasus Sifilis Meningkat, Kemenkes Soroti Kelompok Risiko Tinggi

Kasus sifilis paling banyak ditemukan pada kelompok LSL sebesar 28 persen, diikuti ibu hamil sebesar 27 persen.

Kasus Sifilis Meningkat, Kemenkes Soroti Kelompok Risiko Tinggi
Ilustrasi sifilis pada perempuan. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI mencatat laporan kasus sifilis sebanyak 20.738 kasus pada tahun 2022. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes RI, Imran Pambudi menyatakan bahwa infeksi sifilis memiliki hubungan yang erat dengan dampak sosial di masyarakat.

“Kita ketahui bahwa infeksi sifilis erat hubungannya dengan dampak sosial seperti kemiskinan dan mengenai kaum-kaum yang terpinggirkan yang kita sebut kelompok risiko tinggi. Oleh karena itu intervensi dan upaya Kementerian Kesehatan berfokus tidak hanya pada program pengobatan saja,” kata Imran dihubungi reporter Tirto, Senin (15/5/2023).

Imran menyampaikan bahwa Kemenkes RI juga melakukan pencegahan melalui edukasi seksual kepada kelompok risiko tinggi dan juga informasi Infeksi Menular Seksual (IMS) pada masyarakat umum.

Mengacu data Kemenkes RI pada tahun 2022, berdasarkan kelompok populasi, kasus sifilis paling banyak ditemukan pada kelompok LSL (laki-laki seks dengan laki-laki) sebesar 28 persen, diikuti ibu hamil sebesar 27 persen.

Pada dua kelompok tersebut, kata Imran, Kemenkes RI telah melakukan sejumlah upaya pengobatan dan pencegahan.

“Pada semua ibu hamil dilakukan skrining HIV, Sifilis dan Hepatitis B, disebut dengan program triple eliminasi pada ibu hamil yang menyasar pada ibu rumah tangga dan penemuan kasus aktif pada laki-laki pelanggan seks yang bergejala IMS,” ujar Imran.

Sementara pada daerah lain yang mengalami penularan sifilis tinggi di populasi kunci, seperti misalnya laki-laki yang melakukan seks dengan laki-laki (LSL), telah dilakukan notifikasi pasangan pada kasus sifilis, dan penemuan serta pengobatan kasus dini sehingga menurunkan angka kesakitan dan penularan.

“Alat diagnosis sifilis juga tersedia di fasyankes berikut untuk pengobatannya,” tambah Imran.

Adapun untuk obat-obatan dalam penanganan infeksi sifilis, Imran memastikan telah tersedia dengan cukup sehingga tidak berpotensi terjadi kekurangan stok obat.

“Kementerian Kesehatan menyediakan obat yang cukup untuk sifilis. Saat ini pada tingkat nasional terdapat sekitar 72 ribu botol Benzatiin Penicilin. Benzatin Penicilin merupakan obat pilihan utama yang dapat digunakan pada semua populasi untuk sifilis,” jelas Imran.

Sifilis atau penyakit raja singa disebabkan oleh infeksi bakteri jenis Treponema pallidum. Bakteri tersebut menginfeksi tubuh manusia melalui luka di alat kelamin, anus, bibir, maupun mulut. Penularan sifilis, Imran menjelaskan, dipicu oleh aktivitas seksual yang dilakukan oleh penderitanya, seperti penetrasi, seks oral atau seks anal.

“Karena itulah, sifilis adalah penyakit menular yang dapat dicegah dengan menggunakan alat pengaman, seperti kondom, saat melakukan aktivitas seksual berisiko,” ujar Imran.

Sementara itu, terkait pencegahan sifilis di tempat-tempat populasi berisiko seperti lokalisasi dan sejenisnya, Imran menyatakan bahwa Kemenkes RI tidak memiliki kewenangan untuk menutup lokasi tersebut. Tugas Kemenkes RI, kata Imran, adalah melakukan pengendalian sifilis pada kelompok populasi yang sudah ditargetkan dan mencegah stigmatisasi pada pasien sifilis.

Setali tiga uang, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi juga menyatakan komentar senada.

“Penutupan lokalisasi sudah dilakukan banyak Pemda. Namun tugas Kemenkes, edukasi dan deteksi dini di tempat berisiko atau populasi kunci. Serta di masyarakat untuk tidak ada stigma ibu hamil yang positif,” kata Nadia dihubungi terpisah.

Baca juga artikel terkait SIFILIS atau tulisan lainnya dari Mochammad Fajar Nur

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Mochammad Fajar Nur
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Restu Diantina Putri