Menuju konten utama
Ketua MPR:

Kasus RS Tolak Pasien Jadi Kesalahan Pejabat Setempat

"Kalau ada orang Indonesia sakit, ditolak rumah sakit, lalu mati, kita seluruhnya berdosa. Kepala daerahnya dosa, DPR-nya dosa, Dandim-nya dosa, Kapolres-nya dosa," kata Zulkifli.

Kasus RS Tolak Pasien Jadi Kesalahan Pejabat Setempat
Ketua MPR Zulkifli Hasan. antara foto/yudhi mahatma.

tirto.id - Ketua MPR Zulkifli Hasan menyatakan peristiwa penolakan rumah sakit terhadap pasien yang tidak memiliki uang adalah kesalahan dan dosa semua pejabat setempat.

"Kalau ada orang Indonesia sakit, ditolak rumah sakit, lalu mati, kita seluruhnya berdosa. Kepala daerahnya dosa, DPR-nya dosa, Dandim-nya dosa, Kapolres-nya dosa," kata Zulkifli Hasan di Sumenep, Jawa Timur, Senin (18/9/2017).

Menurut dia, negara tidak boleh membiarkan kejadian itu terjadi karena telah bersumpah melindungi segenap warga di Indonesia.

"Makanya saya mengutuk peristiwa kemarin ada rumah sakit menolak pasien karena tidak punya uang," kata Zulkifli dikutip dari Antara.

Menurut dia, pembuat kebijakan di rumah sakit itu tidak mengacu pada Pancasila.

Sebelumnya muncul kasus meninggalnya bayi bernama Debora di sebuah rumah sakit swasta, Jakarta. Diduga, peristiwa itu terjadi karena keluarga korban tidak mampu membayar uang muka pengobatan dan pihak RS juga bukan rekan dari BPJS kesehatan.

Alhasil, usaha mencari RS rujukan yang bekerja sama dengan BPJS memakan waktu lama sehingga bayi tersebut tak dapat terselamatkan.

Hal itu juga disesalkan oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Ia berpendapat publik bisa memberikan sanksi sosial terhadap pihak RS yang bersikap tidak manusiawi dalam menangani pasien. Sanksi sosial itu ialah dengan cara tidak berobat lagi di rumah sakit tersebut.

Baca: Kasus Bayi Debora: Mendagri Ajak Publik Beri Sanksi ke RS

"Mari beri sanksi sosial terhadap RS yang tidak manusiawi. Paling tepat adalah jangan berobat ke RS yang tidak manusiawi, berpikirnya hanya uang, uang, tanpa rasa kemanusiaan," kata Tjahjo melalui pesan singkat pada Minggu (10/9/2017).

Namun, saat dikonfirmasi Tirto, Minggu (10/9/2017), Humas RS Mitra Keluarga Een Haryani membantah pihaknya menunda pelayanan karena faktor biaya. Ia mengklaim, RS Mitra Keluarga telah melakukan penanganan terhadap bayi Debora.

"Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih baik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis," kata Een.

Akan tetapi, kata Een, kondisi bayi Debora mendadak kembali kritis. Tim dokter menyarankan untuk melakukan perawatan di ICU kepada orangtua Debora.

Baca: RS Mitra Keluarga Bantah Telantarkan Bayi Debora

“Mereka mengaku tidak punya dana. Kami tanya apakah ada BPJS. Mereka bilang punya. Dokter merujuk ke rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS," kata Een.

Een menyatakan, dokter RS Mitra Keluarga pun masih berkomunikasi dengan dokter di rumah sakit tempat Debora dirujuk. Tapi, tak berselang lama, perawat yang melakukan monitoring melaporkan keadaan Debora memburuk.

“Dokter melakukan penanganan 20 menit dengan resuitasi jantung, tapi gagal. Pasien tidak bisa diselamatkan,” katanya.

Baca: Bayi Penderita Kulit Melepuh Terkendala Biaya Pengobatan

Baca juga artikel terkait KASUS BAYI DEBORA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Alexander Haryanto
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto