tirto.id - Mantan Sekretaris Eksekutif Komite Aksi Solidaritas Munir (Kasum) Mochammad Choirul Anam meminta kepolisian untuk membuka rekaman percakapan via telepon antara Pollycarpus Budihari Priyanto dan Muchdi Purwoprandjono soal kasus Munir jika serius menuntaskan perkara tersebut.
Menurut dia, hal itu berkaitan dengan instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang meminta Kepala Badan Reserse Kriminal Umum Polri Irjen Pol Arief Sulistyanto untuk membuka kembali berkas perkara kematian Munir.
“Rekaman suara itu tidak pernah dibawa ke pengadilan. Jika memang Kapolri Tito serius (menuntaskan kasus Munir), saya berharap rekaman itu segera ditemukan,” ujar dia di kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Anam mengatakan rekaman itu kemungkinan ada di kepolisian, bukan di tangan orang atau instansi lain.
“Kasus Munir seharusnya mudah bagi kepolisian, karena tidak memulai dari nol. Jika mau menunjukkan komitmen negara terhadap kasus Munir, temukan rekaman itu,” terang lelaki yang juga sebagai Komisioner Komnas HAM itu.
Anam menyatakan rekaman tersebut betul ada, sebab dia mengonfirmasi kepada Direktur Prapenuntutan pada Jaksa Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung, Suroso, sebelum berkas itu dilimpahkan ke pengadilan.
“Saat itu, iya (ada rekaman tersebut) dan akan disertakan dalam persidangan,” ucap dia.
Diketahui, rekaman tersebut didapat saat penyidikan dilakukan pada masa kepemimpinan Kabareskrim Bambang Hendarso Danuri. Ketika itu, Bareskrim menemukan 41 percakapan telepon yang diduga Pollycarpus melaporkan pembunuhan Munir kepada Muchdi.
Bukti percakapan berdasarkan catatan data telepon atau call data record dan termasuk dalam berkas milik Muchdi yg akan dilimpahkan ke pengadilan. Tapi sampai kini rekaman tersebut tidak pernah diperdengarkan, bahkan hingga Pollycarpus yang divonis sebagai otak pembunuhan Munir bebas pada Rabu (29/8/2018). Ia dihukum 14 tahun tapi hanya meringkuk delapan tahun di dalam sel.
Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 111 Tahun 2004 setelah didesak berbagai kalangan. Tujuan pembentukan ialah membantu kepolisian mengusut keterlibatan oknum di lingkungan direksi PT Garuda Indonesia dan Badan Intelijen Negara (BIN). Saat itu, pengungkapan kasus Munir masuk dalam agenda 100 hari kerja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Laporan TPF tuntas pada Juni 2005, namun tak pernah diumumkan ke publik. Kemudian, laporan lengkap itu diklaim hilang di Kementerian Sekretariat Negara dan baru ketahuan pada pertengahan Februari 2016 ketika Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendatangi kantor Sekretariat Negara agar mendesak pemerintah segera mengumumkan laporan TPF.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Yantina Debora