tirto.id - Setelah Ratna Sarumpaet mengaku berbohong, Kamis (4/10/2018) sore, para politikus di kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang semula membela Ratna mati-matian, kini berbalik menyudutkan.
Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Fadli Zon misalnya, menganggap dirinya sebagai korban kebohongan Ratna. Dia juga menolak disebut melanggar etika anggota dewan karena turut menyebarkan kabar dusta ke publik.
"Kami yang dirugikan kok," kata Fadli di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (5/10/2018).
Fadli bahkan menyebut perkara Ratna ini adalah konspirasi yang dijalankan pihak tertentu untuk menyudutkan Prabowo-Sandi dan tim dalam konteks pemilihan presiden. Ia meminta kepolisian memeriksa kasus Ratna sampai tuntas.
"Kami juga ingin tahu dalangnya. Interogasilah apa yang terjadi. Buka itu WhatsApp-nya segala macam. Kami siap dikonfrontasi kok."
Permintaan Fadli ini berbanding terbalik dengan sikapnya ketika awal mula kasus Ratna mencuat. Ia menjadi salah satu orang yang dengan segera menyebarkan kabar penganiayaan terhadap Ratna di media sosial meski bukan yang pertama.
Selasa (2/10/2018) pukul 12.50 WIB, Fadli mencuit lewat Twitter: "Jahat dan biadab sekali," soal kasus Ratna.
Politikus Gerindra lain, Rachel Maryam terlebih dulu mencuit di platform ciptaan Jack Dorsey, Noah Glass, Biz Stone, dan Evan Williams ini. Ia mengatakan Ratna dianiaya pada 10.51 WIB.
Bukan cuma Fadli Zon, Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah, yang juga ikut 'mempabrikasi' kasus penganiayaan Ratna di media sosial, kini pun berbalik arah.
Kepada wartawan di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta Pusat, hari ini, Fahri menceritakan versi lain mulai tersebarnya kabar penganiayaan terhadap Ratna. Menurutnya, Ratna menghubungi Fadli Zon dan menyatakan telah mengalami penganiayaan seraya menunjukkan foto wajahnya dalam kondisi lebam.
Setelah itu Fadli Zon melapor ke Prabowo Subianto dan Amien Rais. Hanya saja, dua orang tersebut tidak langsung percaya dan meminta bertemu langsung dengan Ratna.
Dalam pertemuan itulah, menurut politikus PKS ini, Ratna meyakinkan Prabowo dan Amien telah mengalami penganiayaan. Atas pengakuan itu semua orang lantas percaya dan terjadilah konferensi pers di Kertanegara pada malam harinya.
"Pertanyaannya: yang berbohong siapa? Ratna, kan?" kata Fahri.
Sengaja Korbankan Ratna?
Pada Selasa (3/10/2018) malam, muncul dugaan kalau sebetulnya Ratna adalah penyusup yang dititipkan tim Jokowi-Ma'ruf untuk menghancurkan Prabowo-Sandi dari dalam. Hal ini dinyatakan Dahnil Anzar, Koordinator Juru Bicara BPN Prabowo-Sandiaga.
Katanya: "kami semua akan memastikan tim ini bersih dari mereka yang mau merusak Pak Prabowo dan Bang Sandi dari dalam" tanpa menyebut dengan tegas nama Ratna.
Mengenai poin ini, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Abdul Kadir Karding menilai kubu Prabowo-Sandi sebetulnya sedang menjalankan strategi playing victim. Menurutnya itu cara paling "indah" buat dilakukan.
"Pertama minta maaf, kedua menuduh bahwa itu permainan kami. Memang cara berkelit paling indah ya itu [playing victim]," kata Karding kepada Tirto, Jumat (5/10/2018).
Karding berkata, ada sejumlah alasan kenapa tuduhan itu tidak masuk akal. Pertama, Ratna dan Prabowo sudah punya hubungan dekat sejak Pilgub DKI Jakarta 2012. Mereka sama-sama pendukung Jokowi-Ahok.
Kedekatan terus berlanjut hingga tahun-tahun berikutnya. Malah menurut Karding sebelum tim pemenangan Prabowo-Sandi terbentuk Ratna sudah menjadi ujung tombak Prabowo untuk meraup simpati massa selain Neno Warisman, terutama di kalangan ibu-ibu melalui gerakan #2019GantiPresiden.
Ratna juga getol mengkritik kebijakan Jokowi, dan itu yang menurut Karding, tak bakal dilakukan "orang Jokowi". Menurutnya tidak logis jika Ratna dikatakan sebagai penyusup atau sengaja membohongi capres nomor urut 02.
"Sangat kasihan karena Ratna yang dikorbankan untuk permainan politik mereka. Dia perempuan, disuruh jadi corong, terus disuruh bersih-bersih sendirian ketika skenario ini gagal," katanya seperti bersimpati.
Sementara itu, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma'ruf Arsul Sani menilai segala narasi yang dibangun kubu Prabowo-Sandi sebelum dan sesudah Ratna mengaku, adalah strategi propaganda ala Rusia. Propaganda jenis ini dikenal dengan sebutan firehose of the falsehood (PDF).
Teknik propaganda ini, menurut Arsul dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto, punya ciri khas menebar kebohongan berkali-kali. Apa tujuannya? Tidak lain membangun ketakutan publik dengan tujuan mendapatkan keuntungan politik sekaligus pada saat yang bersamaan menjatuhkan lawan.
"Sebelumnya dikembangkan pemberitaan tentang pembakaran mobil Neno Warisman yang setelah diselidiki ternyata bukan dibakar oleh orang lain, tapi terjadi korsleting pada mobilnya," kata Arsul.
Efek Politik
Pakar Politik dari UGM, Kuskridho Ambardhi, menilai adu narasi kedua kubu sebelum dan sesudah kasus Ratna sama-sama merugikan mereka sendiri, meski derajatnya memang lebih besar pada kubu Prabowo-Sandi.
"Ketika kebohongan itu terbongkar, Prabowo-Sandi dan orang-orangnya sudah dianggap tidak kredibel lagi oleh publik," kata pria yang akrab disapa Dodhi ini kepada Tirto, Jumat (5/10/2018).
Langkah kubu Prabowo-Sandi menghalau arus serangan dengan menyudutkan Ratna dan mengeluarkannya dari tim koalisi juga semakin memperburuk citra, alih-alih memperbaiki persepsi publik.
"Mereka akan erat dibilang sengaja mengorbankan temannya demi menghalau kerugian strategis."
Pelaporan Ratna ke pihak kepolisian, kata Dodhi, juga bisa membuat pasangan penantang itu dianggap sengaja mengkriminalisasi perempuan setelah memanfaatkannya dalam strategi politik yang ternyata gagal.
"Memang cukup dilematis. Tapi, langkah menyudutkan Ratna memang yang paling strategis saat ini daripada terus disebut koalisi bohong," tambahnya.
Sementara bagi kubu petahana, kerugian dari kasus Ratna ini adalah menguatkan kembali anggapan kalau pemerintahan Jokowi memang benar-benar represif.
"Di akar rumput sangat banyak yang percaya, mereka menelan mentah-mentah info itu," tukas Dodhi.
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Rio Apinino