tirto.id - Presiden Joko Widodo mengingatkan agar tidak ada orang yang membawa-bawa namanya dalam proyek atau persoalan apapun. Ia meyakini KPK bekerja profesional dalam memeriksa saksi kasus suap kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Handang Soekarno, yang diduga melibatkan kerabat Presiden bernama Arif Budi Sulistyo.
"Yang tidak benar ya diproses hukum saja, kita semuanya menghormati proses hukum yang ada di KPK. Kita semuanya harus menghormati proses hukum yang ada di KPK dan saya yakin KPK bekerja profesional dalam semua kasus," kata Presiden di Istana Merdeka Jakarta, Kamis (16/2/2017), seperti dikutip dari Antara.
Presiden pun menyatakan sebelumnya sudah mengingatkan agar tidak ada orang yang membawa-bawa namanya dalam proyek atau persoalan apapun.
"Saya tidak hanya mengeluarkan surat, tapi mungkin sudah lebih dari 5 kali saya sampaikan di sidang kabinet, waktu pertemuan dengan direksi, dirut-dirut BUMN, saya sampaikan jadi saya kira penjelasannya sangat jelas," tegas Presiden.
Dalam dakwaan Country Director PT EK Prima Ekspor (PT EKP) Ramapanicker Rajamohanan Nair yang menyuap Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno sebesar 148.500 dolar AS (Rp1,98 miliar) dari komitmen Rp6 miliar untuk Haniv dan Handang.
Dalam dakwaan disebutkan Arif Budi Sulistyo yang menjabat Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera itu berperan mempertemukan dengan Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi yang menyampaikan keinginan Rajamohanan. Arif adalah adik ipar Presiden Joko Widodo.
Terkait hal ini, KPK akan membuktikan peranan Arif dalam persidangan.
"Nama yang muncul yaitu Arif Budi Sulistyo dalam rangkaian peristiwa ini diduga sebagai mitra bisnis terdakwa, dan mengenal Haniv yang merupakan pegawai Ditjen Pajak dan hubungannya dengan pihak lain," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah pada 14 Februari 2017.
"Apakah ada komunikasi-komunikasi terkait kewajiban pajak PT EKP dengan sejumlah pihak di Ditjen Pajak serta pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh Dirjen Pajak, kami akan buktikan satu per satu yang ada dalam dakwaan itu," kata Febri.
Febri mengakui nama Arief tidak dicantumkan dalam jadwal pemeriksaan saksi pada tahap penyidikan karena ada strategi-strategi penyidik dalam kasus itu.
"Arief Budi Sulistyo pernah diperiksa dalam tahap penyidikan sekitar pertengahan Januari, ada kebutuhan dan strategi penyidikan agar penyidik fokus substansi penanganan perkara dan sampai menyusun dakwaan mengenai pemanggilan tersebut," ungkap Febri.
Suap itu digunakan untuk menghapus Surat Tagihan Pajak Pajak Pertambahan Nilai (STP PPN) masa pajak Desember 2014 sebesar Rp52,364 miliar dan Desember 2014 sebesar Rp26,44 miliar atau total Rp78,8 miliar.
Haniv selaku Kepala Kantor Wilayah DJP Jakarta Khusus atas nama Direktur Jenderal Pajak pun menerbitkan Surat Keputusan Nomor : KEP-07997/NKEP/WPJ.07/2016 tertanggal 2 November 2016 tentang Pembatalan Surat Tagihan Pajak.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri