Menuju konten utama

Kasus Corona DIY Terus Naik: Bayi, Dokter dan Profesor Jadi Korban

Hingga hari ke-36, jumlah kasus COVID-19 di Yogyakarta terus mengalami kenaikan. Tercatat ada 67 kasus positif dan total korban meninggal mencapai 43 orang.

Kasus Corona DIY Terus Naik: Bayi, Dokter dan Profesor Jadi Korban
Kendaraan melintas di kawasan Nol Kilometer Yogyakarta, DI Yogyakarta, Sabtu (18/4/2020). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah.

tirto.id - Sejak kasus positif Corona atau Covid-19 diumumkan oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada 15 Maret 2020 lalu, jumlahnya terus mengalami kenaikan. Hingga hari ke-36, tercatat ada 67 kasus positif, jumlah korban meninggal keseluruhan mencapai 43 orang.

Meski bila dibanding dengan data nasional hingga Minggu (19/4/2020) dengan kasus positif 6.575, kasus di Yogya terbilang sedikit. Namun, itu tak bisa dianggap remeh, rata-rata per hari hampir 2 orang terinfeksi virus Corona di Yogyakarta.

Total pasien dalam pengawasan (PDP) sampai Minggu (19/4/2020) mencapai 648 terdiri dari 67 positif Corona yang tujuh di antaranya meninggal dan 27 sembuh. Lalu ada 315 pasien dinyatakan negatif yang 22 di antaranya dinyatakan meninggal.

Selain itu, masih ada 232 pasien yang hingga kini menunggu hasil pemeriksaan laboratorium. Dalam masa menunggu sebanyak 14 orang meninggal dunia. Sehingga jika diakumulasikan hingga kini ada 43 orang yang meninggal dalam kasus COVID-19.

Lonjakan kasus paling banyak yang tercatat dalam periode 36 hari ini terjadi pada 25 Maret 2020. Kasus meningkat tiga kali lipat dalam sehari yang sebelumnya hanya enam kasus meningkat menjadi 18 kasus positif.

Kabag Humas Biro Umum, Humas, dan Protokol Setda DIY Ditya Nanaryo Aji saat itu menyebut lonjakan kasus terjadi lantaran sempat ada penumpukan sampel uji labolatorium di Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan Dan Pengendalian Penyakit (BPTKLPP) Yogyakarta.

Kepala BPTKLPP Yogyakarta Irene kepada Tirto, Kamis (26/3/2020) mengatakan sampel yang diumumkan pada 25 Maret 2020 merupakan sampel yang masuk sejak dari periode 18 sampai 21 Maret 2020.

“Minimal 80 [sampel masuk per hari] dari Jateng dan DIY. Jadi memang sampelnya banyak,” kata Irene.

Ia mengaku bila cairan primer atau reagen yang digunakan untuk melakukan uji lab sempat habis sehingga sampel menumpuk.

Setelah itu selama beberapa hari jumlah penambahan kasus positif rata-rata hanya satu kasus. Lalu pada 31 Maret, jumlah kasus kembali naik. Enam kasus dalam sehari. Namun, pada tanggal yang sama terdapat satu kasus positif yang dialihkan ke wilayah asal yakni Kebumen. Sehingga tercatat positif Covid-19 berjumlah 24 kasus.

Selama April, kenaikan kasus positif terjadi dalam tiga hari beruntun. Pertama kali kenaikan signifikan terjadi pada 12 April, penambahannya tujuh kasus dalam sehari. Dari tanggal sebelumnya berjumlah 41 kasus menjadi 48 kasus.

Hari berikutnya juga sama. Pada 13 April tercatat bertambah tujuh kasus menjadi total 55 kasus. Kemudian pada tanggal 14 April juga terjadi kenaikan kasus sehingga total menjadi 61 kasus. Lima hari berikutnya kenaikan terus terjadi hingga angka kasus mencapai 67 kasus positif.

Korban Corona dari Bayi, Dokter hingga Profesor

Pada 24 Maret 2020 kasus ke-2 di Yogyakarta meninggal dunia. Pasien laki-laki berumur 58 tahun asal Kecamatan Ngaglik Sleman menjadi kasus positif pertama yang meninggal dunia. Ia adalah Profesor Iwan Dwiprahasto, Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) UGM.

Keluarga memutuskan untuk membuka identitas sang pasien demi memudahkan penelusuran orang-orang yang pernah kontak dengan pasien sebelum dinyatakan resmi positif Covid-19.

Setelah itu kasus meninggal terus-menerus terjadi baik yang PDP yang dinyatakan positif, negatif atau masih menunggu proses laboratorium. Rata-rata kasus meninggal berumur 40 hingga 80 tahun.

Namun, teranyar berdasarkan laporan resmi Pemda DIY 16 April 2020 ada dua bayi PDP yang masih menunggu proses laboratorium meninggal dunia. Keduanya adalah bayi perempuan warga Sleman berusia 10 hari, meninggal pada 13 April 2020 dan bayi laki-laki warga Sleman berusia satu tahun meninggal pada 15 April.

Dari catatan Tirto berdasarkan data resmi yang diumumkan berkala oleh Pemda DIY, mereka yang terinfeksi virus Corona berasal dari berbagai macam profesi. Tercatat yang telah secara resmi diumumkan ada dua pegawai negari sipil (PNS) yang positif Corona.

PSN pertama yang dinyatakan positif Corona adalah Kepala Kejaksaan Negeri Bantul. Hal itu dikonfirmasi langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Yogyakarta Masyhudi.

"Pak Kepala Kejaksaan Negeri Bantul, penyakitnya sudah membaik dari hari ke hari, sudah tidak ada keluhan. Semoga tes berikutnya negatif [corona]," kata Masyhudi saat dikonfirmasi Tirto, Minggu (22/3/2020).

Pada 5 April 2020, Kajari Bantul dinyatakan sembuh setelah mendapatkan hasil dua kali negatif dalam pemeriksaan laboratorium. Namun, sehari setelahnya menjadi kabar buruk.

Seorang PNS lain yang bekerja di RS Paru Respira Yogyakarta meninggal dunia. PNS laki-laki berusia 53 tahun ini dinyatakan positif Corona dan akhirnya meninggal dunia pada 6 April 2020. Pria yang bekerja di bagian administrasi rumah sakit itu, kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Penanganan COVID-19 DIY Biwara Yuswantana, diduga tertular oleh seorang pasien yang sedang berobat.

Tenaga medis dan mereka yang bekerja di fasilitas layanan kesehatan menjadi orang yang paling rentan terpapar virus Corona. Baru-baru ini Ketua Harian Tim Gugus Tugas COVID-19 Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi mengumumkan ada dua dokter yang bertugas di Kota Yogya positif Corona.

“Ada dua dokter positif [Corona] semua, yang satu sudah hampir dua minggu dan satunya sekitar empat hari ini,” kata Heroe yang juga merupakan Wakil Wali Kota Yogya kepada wartawan, Sabtu (18/4/2020).

Heroe tak menjelaskan umur dan jenis kelamin dokter tersebut. Namun, ia bilang dokter yang telah dua pekan diketahui positif Corona diduga terpapar dari suaminya yang bekerja di Jakarta dan pulang ke Yogya. Sementara satu dokter lagi diduga tertular oleh pasiennya.

Sultan Tak Tegas Soal Pemudik & Mitigasi COVID-19

Sebelum terjadinya lonjakan kasus yang signifikan Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X melalui pidatonya yang disiarkan secara langsung Senin (23/3/2020) menyebut bahwa Yogyakarta akan menerapkan kebijakan calm down dan slow down.

"Daerah Istimewa Yogyakarta belum menerapkan lockdown melainkan calm down untuk menenangkan dan menguatkan kepercayaan diri agar eling lan waspada," kata Sultan.

Usai pidatonya itu, di tengah pandemi Corona yang kian meluas di berbagai daerah, Yogyakarta kedatangan banyak pemudik. Kedatangan mereka membuat perintah daerah harus berjibaku melakukan pengawasan.

Pada 26 Maret, Sultan mengatakan dalam dua hari terakhir terjadi lonjakan kasus Corona di DIY setelah diketahui banyak warga Yogya pulang kampung dari berbagai daerah.

"Hari ini terdata lebih dari 1.000 orang yang perlu kita pantau. Ini dalam waktu 2 hari sangat tinggi karena mayoritas semua adalah pendatang yang kembali karena wilayah yang dia tinggali dinyatakan merah," kata Sultan.

Empat hari setelahnya, Senin (30/3/2020) dalam siaran pers resmi Sultan menyatakan tak mempersoalkan para pemudik yang berdatangan ke Yogyakarta. Ia menyebut mereka hanya perlu dipantau dengan ketat.

"Mosok arep muleh ora oleh [masa mau pulang tidak boleh], boleh saja silakan kami tidak melarang. Hanya perlu diatur dan bisa dikontrol dan mendisiplinkan diri," kata Sultan.

Namun, Gubernur sekaligus Raja Ngayogyakarta Hadiningrat itu akhirnya mengubah pernyataan soal pemudik delapan hari setelahnya. Ia mengimbau agar warga Yogya tak mudik.

"Mengimbau untuk warga di DIY yang masih ada di perantauan untuk tidak mudik atau pulang kampung halaman. Tidak bepergian adalah upaya paling rasional dan nyata untuk memutus rantai virus Corona," ujarnya, Selasa (7/4/2020).

Sehari setelahnya Sultan menyatakan Yogyakarta belum mengajukan dan belum perlu untuk pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB).

Melalui keterangan resmi Pemda DIY yang disampaikan kepada wartawan Rabu (8/4/2020), Sultan mengatakan keputusan belum mengajukan PSBB tersebut berdasarkan hasil rapat dengan Forkopimda dan seluruh pimpinan kabupaten/kota di DIY.

“Kami bersama kabupaten/kota maupun Forkopimda tadi sudah sepakat belum waktunya kita menerapkan PSBB," kata Sultan.

“Belum waktunya [PSBB] karena belum memenuhi syarat. Syarat epidemiologi dan sebagainya maupun transmisi lokal dan sebagainya kita belum memenuhi syarat. Jadi belum perlu," pungkasnya.

Baca juga artikel terkait VIRUS CORONA atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Maya Saputri