Menuju konten utama

Kapuspen: Pengunggah "Tembak PKI" Bukan Akun Instagram Resmi TNI

Akun media sosial resmi TNI tertera di laman Tni.mil.id, yakni @PuspenTNI (Instagram), @Puspen_TNI (Twitter), Puspen TNI (YouTube), dan Pusat Penerangan TNI (Facebook).

Kapuspen: Pengunggah
ILUSTRASI. Sejumlah alutsista dipamerkan saat apel pengamanan Natal 2018, Tahun Baru dan Pileg juga Pilpres 2019, di Monumen Nasional (Monas) Jakarta Pusat, Jumat (30/11/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Postingan akun instagram @tni_indonesia_update di instagram menjadi sorotan. Akun tersebut mengunggah tulisan bernada provokatif berkaitan dengan PKI, keturunan PKI, dan pemuda-pemudi di garis kiri untuk dikumpulkan kemudian ditembak mati.

Berdasarkan hasil pemantauan Tirto pada Selasa (5/2/2019), akun @tni_indonesia_update mengunggah salah satu video tentang keberadaan tank Leopard. Akun tersebut memiliki tanda centang biru. Dalam penjelasan video tersebut bertuliskan:

"Sebaiknya para PKI dan Generasi PKI baru serta para pemuda pemudi kritis di garis kiri. Dikumpulkan dalam satu gudang kemudian dijadikan sasaran tembak oleh Lepoard. Aksi Yonkav 8 Narasingawaratama."

Ujaran tersebut sempat direspons beberapa warganet lain. Salah satu akun yang mengikuti akun @tni_indonesia_update di Instagram mengkritik ujaran tersebut. Beberapa bahkan mengaitkan dengan insiden razia buku.

"Beda dikit hantam, berpikir kritis disikat, buku dirazia, memang pakai fisik lebih mudah daripada otak pantes gini gini aja negeri ini #2019gantiakal," ujar akun @thufaail dalam komentar video tersebut saat dilihat Tirto, Selasa.

Beberapa sempat menyoalkan kenapa akun tersebut tidak mengkritik masalah gerakan khilafah. Mereka menyoalkan admin tidak mengkritik keberadaan khilafah.

"Kenapa admin jarang bicara tentang bahaya laten khilafah" ujar Akun @Sintus007 seperti dilihat Tirto, Selasa.

Pegiat HAM pun mengkritik isi ujaran tersebut. Kadiv Advokasi YLBHI M. Isnur memandang perlu ada klarifikasi serius terkait postingan tersebut berasal dari TNI atau tidak. Ia menyebut, postingan tersebut sudah tergolong melanggar aturan yang ada.

"Tentu sangat bertentangan dengan UUD 1945 yang menjamin segenap tumpah darah seluruh warga negara. Bertentangan juga dengan UU TNI yang menghargai prinsip HAM dan lain-lain," tulis Isnur kepada Tirto, Selasa.

Isnur menyebut, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan dalam penjelasan video sudah mengarah pada upaya provokatif. Ia khawatir, propaganda dengan bahasa provokatif bisa memicu kericuhan seperti kasus Genosida Rwanda atau Holocaust.

Sebagai informasi, Genosida Rwanda berawal dari pembunuhan Presiden Rwanda J. Habyarimana pada tahun 1994. Habyarimana dibunuh karena berusaha membangun pemerintahan yang melibatkan kelompok di luar suku mayoritas kala itu, yaitu suku Hutu. Kematian Habyarimana diduga dibunuh oleh warganya yang tidak terima pemerintahan di luar suku mayoritas. Kasus tersebut diduga berawal dari ujaran kebencian hingga akhirnya memakan 800 ribu nyawa melayang setelah pembunuhan Habyarimana. Oleh karena itu, Isnur menganggap TNI harus segera mengklarifikasi apakah akun tersebut akun resmi atau tidak.

"Sebaiknya diklarifikasi. Karena itu kan membawa nama institusi," kata Isnur.

Kapuspen TNI Mayjen Sisriadi menyampaikan, akun media sosial resmi TNI sudah tertera di laman Tni.mil.id, yakni @PuspenTNI (Instagram), @Puspen_TNI (Twitter), Puspen TNI (YouTube), dan Pusat Penerangan TNI (Facebook).

Sisriadi menyebut bahwa akun yang mencatut nama TNI masih gampang dibuat. Mereka menduga ada kepentingan tertentu dalam pembuatan akun menggunakan nama TNI.

"Saat ini kan orang mudah membuat akun palsu di media sosial. Tentu dengan tujuan dan kepentingan masing-masing, antara lain untuk memprovokasi netizen supaya antipati kepada seseorang atau institusi," kata Sisriadi kepada Tirto, Selasa.

Sisriadi menyebut, TNI akan bertindak bila ada penggunaan nama TNI yang bermuatan pidana. Mereka pun siap membawa ke ranah hukum sesuai aturan yang ada.

"Dalam kaitan penggunaan nama TNI untuk menyebar ujaran provokatif, kami akan lakukan langkah-langkah terukur sesuai ketentuan perundangan yang berlaku," kata Sisriadi.

Baca juga artikel terkait MEDIA SOSIAL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Ibnu Azis