Menuju konten utama

Kapolri: SP3 Karhutla Layak Karena Tak Cukup Bukti

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hebat yang terjadi di Riau pada Juli 2015 lalu menyeret 15 perusahaan ke meja hijau. Namun, penghentian perkara (SP3) atas kasus tersebut oleh Polda Riau didukung Kapolri yang menyatakan tidak adanya bukti yang cukup.

Kapolri: SP3 Karhutla Layak Karena Tak Cukup Bukti
Petugas Kepolisian berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut yang terjadi di Desa Rimbo Panjang, Kampar, Riau, Senin (29/8). Cuaca panas dan kencangnya tiupan angin membuat kebakaran lahan gambut dikawasan tersebut sulit untuk dipadamkan. ANTARA FOTO/Rony Muharrman.

tirto.id - Kepolisian Republik Indonesia telah menyimpulkan sementara bahwa penghentian perkara (SP3) terhadap 15 perusahaan oleh Polda Riau disebabkan tidak adanya cukup bukti bahwa koorporasi tersebut terlibat dalam kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla).

Hal itu disampaikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian usai ramah tamah Pemprov Riau beserta jajarannya di Balai Serindit Gedung Daerah, Kota Pekanbaru, Senin (29/8/2016).

"Saya belum melihat kasus ini secara detail karena baru menjabat sebagai Kapolri pada Juli 2016 sedangkan perkembangan kasus sudah dari tahun sebelumnya. Namun begitu tim dari Bareskrim dan Propam sudah turun melihat apakah kasus ini layak untuk dihentikan, kesimpulan sementaranya memang tidak cukup bukti," kata Tito Karnavian.

Dia memaparkan, kesimpulan sementara tidak cukupnya bukti 15 perusahaan terlibat Karhutla pada tahun lalu, disebabkan persoalan lahan milik perusahaan tetapi tidak diketahui siapa pelaku pembakar lahan. Selain itu, yang menjadi persoalan menurut Tito adalah lahan terbakar dil uar lahan korporasi namun api merambat memasuki kawasan tersebut.

“Ada pula persoalan yang berkaitan dengan sengketa, dimana lahan milik korporasi namun masyarakat tinggal disana dan kemudian terjadi kebakaran di titik tersebut,” ungkap Tito.

Kasus terkait karhutla ini sebetulnya telah diajukan baik oleh perorangan maupun perusahaan kepada pengadilan dan ada pula dari kasus tersebut yang diberhentikan. Namun begitu, Tito melanjutkan, pada prinsipnya dia meminta jajaran Polda Riau untuk mengusut tuntas perusahaan yang terlibat dalam kasus kebakaran lahan.

"Prinsip utama saya sampaikan, kalau betul ada faktor kesengajaan korporasi terlibat, kita tidak akan segan-segan melakukan penegakan hukum," tegasnya.

Sebelumnya, kebakaran hutan hebat terjadi di Riau pada Juli 2015 lalu. Dalam kebakaran tersebut ditemukan unsur kesengajaan yang akhirnya menyeret 15 perusahaan serta 25 orang ke meja hijau. Namun Polda Riau mengeluarkan SP3 atau penghentian perkara kepada 15 perusahaan tersebut.

Saat disinggung soal delapan dari 15 perusahaan yang dihentikan penyidikan atau SP3 oleh Polda Riau dan kembali terbakar selama Agustus 2016 ini, Tito mengatakan perlu mendiskusikannya secara internal terlebih dahulu.

Lebih lanjut, dikatakannya kepada jajaran di Polda Riau untuk terus mengusut tuntas pelaku pembakar lahan agar menimbulkan efek jera bagi yang lainnya. Tito menerangkan, dalam penegakan hukum ada tahap lidik menjadi sidik. Lidik merupakan tahapan mendalami apakah ada tindak pidana, jika ada akan ditingkatkan menjadi penyidikan.

Baca juga artikel terkait KEBAKARAN HUTAN

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari