Menuju konten utama

Kapolri Perintahkan Polisi Tangkap Pelaku Sweeping Anarkis

Kepolisian akan menindak tegas pelaku sweeping yang meresahkan masyarakat. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan memerintahkan anggotanya untuk melakukan penangkapan jika mendapati ada aksi sweeping anarkis.

Kapolri Perintahkan Polisi Tangkap Pelaku Sweeping Anarkis
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (ketiga kiri) saat menerima kaligrafi dari ulama saat zikir dan berdoa bersama di kawasan silang Monas, Jakarta, Jumat (2/12). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Kepolisian akan menindak tegas pelaku sweeping yang meresahkan masyarakat. Kapolri Jenderal Tito Karnavian bahkan memerintahkan anggotanya untuk melakukan penangkapan jika mendapati ada aksi sweeping anarkis.

"Kepada seluruh jajaran Polri saya minta jangan ragu, kalau ada yang lakukan sweeping' dengan aksi anarkistis, tangkap. Jelas itu. Yang akan berkumpul untuk alasan sosialisasi, bubarkan," kata Kapolri di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Jakarta, Selasa (20/12/2016).

Tito kembali menegaskan jika pelaku sweeping tersebut tidak mau dibubarkan maka aparat kepolisian dapat mengenakan Pasal 218 KUHP. "Melawan petugas sampai ada yang luka kenakan Pasal 214 KUHP, tujuh tahun ancamannya," tuturnya.

Aparat kepolisian, kata Tito, tidak perlu ragu menindak jika ada gerombolan orang mau melakukan sweeping atau melakukan sosialisasi sweeping dan tindakan itu dinilai meresahkan. Aparat juga dibolehkan membubarkan kerumunan itu bila dinilai mengganggu ketertiban umum.

"Perintahkan bubar tiga kali kalau tidak mau bubar, tangkap. Meskipun hanya berkumpul dalam rangka sosialisasi. Kenapa? Karena bergerak dalam jumlah yang besar apalagi kalau nggak pakai helm, itu pelanggaran hukum. Dan imbauan saya ini untuk semua daerah," tegasnya.

Jika setelah dibubarkan pelaku sweeping melawan, maka mereka dapat ditangkap sesuai aturan hukum. Hal itu, kata Kapolri, sesuai arahan Presiden Jokowi yang menyampaikan bahwa tidak boleh ada ormas-ormas yang melakukan langkah-langkah sweeping dengan penegakan hukum sendiri yang beralasan mengawal fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 56 Tahun 2016 tentang Penggunaan Atribut Keagamaan Nonmuslim di Mal-Mal dan Pusat Perbelanjaan.

"Karena penegak hukum adalah kepolisian yang utama. Jadi nggak boleh ada kelompok-kelompok nonpenegakan hukum yang melakukan tindakan kekerasan atau upaya-upaya intimidasi ke masyarakat," jelasnya dengan mengimbau masyarakat untuk melaporkan jika terjadi sweeping kepada pihak kepolisian.

Sebelumnya, Wapres Jusuf Kalla juga menyampaikan bahwa fatwa yang dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bukan hukum positif Indonesia dan organisasi kemasyarakatan (ormas) tidak bisa melakukan tindakan sewenang-wenang.

"Aturan (MUI) itu aturan agama, selalu untuk diri sendiri sehingga penegakan hukumnya dosa dan neraka, bukan sweeping," kata Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden Jakarta Pusat, Selasa (20/12/2016).

Wapres menilai aksi sweeping hanya bisa dilakukan oleh aparat penegak hukum dan bukan oleh ormas. "Tidak bisa, ormas tidak bisa melakukannya (penegakan hukum), itu fungsi polisi," katanya.

Wapres RI menambahkan ormas harus mengerti bahwa fatwa MUI itu tidak mengikat, bahkan untuk umat Islam karena hubungannya antara pribadi dengan Tuhannya. "Kalau ada yang melanggar, ya melanggar hukum agama, ada hukumnya, dosa dan neraka," katanya.

Sumber: Antara

Baca juga artikel terkait SWEEPING atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Hukum
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH