Menuju konten utama

Kapolri Jelaskan Hasil Pertemuannya dengan Aktivis Perempuan

Tito mengatakan penyidik kepolisian memang diperbolehkan untuk mengajukan sejumlah pertanyaan yang bersifat privasi dalam rangka mengungkap motif.

Kapolri Jendral Tito Karnavian. TIRTO/Andrey Gromico.

tirto.id - Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengadakan pertemuan dengan 18 perwakilan organisasi pemerhati isu gender dan perempuan menyusul protes terhadap pernyataannya di BBC pada Kamis (19/10) lalu. Pertemuan yang berlangsung tertutup itu diadakan di rumah dinas Kapolri, Jalan Pattimura, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Senin (23/10/2017) sore.

Seusai acara, Tito memberikan keterangan kepada wartawan seputar pertemuan dengan para aktivis tersebut. “Jadi ada dua hal yang kita diskusikan. Yang pertama adalah untuk mengklarifikasi adanya berita di media sosial dan media online tentang pernyataan saya yang menyatakan ‘Kapolri Tito: Korban perkosaan bisa ditanya oleh penyidik, apakah nyaman. Kedua, kita berdiskusi tentang bagaimana kerja sama ke depan untuk perlindungan perempuan dan anak, terutama yang terkait dengan kasus perkosaan,” kata dia.

Menurut Tito, penyidik kepolisian memang diperbolehkan untuk mengajukan sejumlah pertanyaan yang bersifat privasi dalam rangka mengungkap motif, mencari alat bukti, dan kepentingan penyelesaian kasus lainnya. Namun, oleh beberapa pihak, pertanyaan penyidik itu bisa dianggap sebagai suatu bentuk pelecehan terhadap korban.

“[Terkait hal ini] saya belum bisa jawab, tapi saya akan turunkan tim untuk menanyakan kepada penyidik, termasuk orang yang melaporkan, supaya kita [polisi] tahu pasti seperti apa peristiwanya. Kalau memang ada pelanggaran, kita akan beri sanksi. Polisi memiliki trik-trik memahami psikologi,” kata Tito.

Tito mengatakan bahwa pertanyaan mendetail termasuk yang privat pada korban perkosaan turut menentukan penetapan tersangka dan proses hukum lebih lanjut.

Baca: Aktivis Desak Kapolri Minta Maaf karena Dianggap Berujar Seksis

Demi kepentingan penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, Tito menyatakan bahwa polisi telah menyediakan unit khusus yang menangani kasus-kasus tersebut mulai dari level Mabes hingga Polsek. “Kami merekrut 7.000 polwan hanya untuk mengisi unit pelayanan perempuan dan anak (unit PPA) di polsek-polsek,” imbuhnya.

Perwakilan dari organisasi Maju Perempuan Indonesia (MPI), Yuda Irlang, meyakini bahwa kutipan pernyataan Tito yang dimuat di BBC merupakan unfinished sentence. Yuda mengapresiasi upaya kepolisian yang dianggap mendukung penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Sementara itu, pengurus LBH Apik Ratna Batara Munti yang turut hadir dalam pertemuan tersebut berpendapat bahwa respons sistem hukum di Indonesia untuk kasus kekerasan seksual sampai saat ini masih belum memadai. Banyak korban kasus kekerasan seksual yang didampingi LBH Apik terbentur dengan masalah penyediaan bukti adanya kekerasan atau ancaman kekerasan yang dialaminya.

“Jangan hanya mengandalkan KUHP. KUHP itu masih menempatkan kasus kekerasan seksual dalam bab kejahatan kesusilaan. Jadi [hukum di Indonesia] bukan melihat perkosaan sebagai kejahatan yang menyerang tubuh dan seksualitas perempuan, melainkan tindakan yang menyerang kesusilaan masyarakat. Itu kan berbeda sekali. Akhirnya perkara ini hanya dilihat sebagai permasalahan moral masyarakat, bukan persoalan ‘ini lho, ada yang menjadi korban’. Maka itu kami mendorong [pengesahan] RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” ujar Ratna.

Baca juga artikel terkait PERKOSAAN atau tulisan lainnya dari Patresia Kirnandita

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Patresia Kirnandita
Penulis: Patresia Kirnandita
Editor: Alexander Haryanto