tirto.id - Apabila ingin diapresiasi oleh pemerintah karena punya banyak anak, pindah kewarganegaraan ke Federasi Rusia bisa jadi salah satu caranya.
Pertengahan Agustus kemarin, Presiden Vladimir Putin menandatangani dekret yang mengaktifkan kembali gelar kehormatan “Mat'-geroinya” alias 'Pahlawan Ibu'. Gelar ini diberikan kepada perempuan yang melahirkan (termasuk mengadopsi) dan membesarkan sepuluh anak atau lebih.
Gelar “Mother Heroine” diinisiasi oleh Joseph Stalin pada 1944. Setidaknya 430 ribu perempuan sudah dianugerahi medali berbentuk bintang dari emas tersebut sampai programnya dihentikan seiring Uni Soviet bubar pada 1991.
Di samping menerima lencana penghargaan, sang ibu juga berhak mendapatkan uang satu juta rubel atau sekitar Rp270 juta begitu anak ke-10 menginjak satu tahun.
Sebelum program “Mother Heroine”, administrasi Putin juga menawarkan keringanan KPR senilai 450 ribu rubel (sekitar Rp120 juta) kepada mereka yang memiliki minimal tiga anak.
Bahkan, sebelum krisis demografi ramai diberitakan, Kremlin sudah menawarkan tunjangan untuk menyokong keluarga besar. Program yang dimulai pada 2007 ini bertajuk Modal Ibu dan telah menyasar sekitar 8 juta keluarga.
Lewat program ini ibu yang melahirkan atau mengadopsi anak kedua atau ketiga akan diberikan tunjangan satu kali. Jumlahnya terus meningkat tiap tahun. Terakhir kali jumlahnya mencapai 665 rubel atau Rp180 juta.
Sejak 2020, tunjangan ini juga diberikan untuk ibu yang baru punya anak. Nominalnya 503 ribu rubel atau Rp135 ratus juta.
Dana bisa dipakai untuk biaya sekolah anak, renovasi tempat tinggal, bahkan uang pensiun sang ibu.
Selain itu, pada 2008, ketika Putin duduk sebagai perdana menteri, pemerintah memperkenalkan penghargaan bernama “Order of Parental Glory” kepada orang tua (termasuk orang tua tunggal) yang punya minimal tujuh anak. Penerima penghargaan ini didapuk sebagai orang tua yang sukses dan dianggap “teladan untuk memperkuat institusi keluarga dan pengasuhan anak.”
Populasi Berkurang
Motif Putin untuk berkampanye “banyak anak banyak rezeki” tidak bisa dipisahkan dari tren melaindainya populasi selama tiga dekade terakhir: dari 148 juta jiwa pada awal 1990-an menjadi sekitar 145-146 juta jiwa hari ini. Rata-rata jumlah anak yang dilahirkan per perempuan per tahun juga turun, dari dua kelahiran pada pengujung era Uni Soviet jadi 1,5 pada 2020.
Penurunan populasi yang sudah berlangsung sekian lama ini diperparah oleh pandemi. Diperkirakan sampai 997 ribu jiwa melayang sepanjang Oktober 2020 sampai September 2021. Covid-19 tidak lain menjadi penyebab utama kematian.
Penurunan paling drastis tercatat sepanjang lima bulan pertama 2022. Dalam periode tersebut Rusia kehilangan 430 ribu orang atau 86 ribu per bulan. Rekor sebelumnya berlangsung pada 2002, berkisar 57 ribu orang per bulan.
Menurut prediksi pesimistis dari PBB, populasi Rusia bisa terjun ke kisaran 124 juta jiwa pada 2050, dan tergerus lagi jadi 83 jutaan pada 2100.
Krisis demografi yang dialami Rusia bisa dirunut akarnya sejak mereka lepas dari Soviet pada awal dekade 1990-an. Sejak saat itu Rusia bertransformasi menjadi negara yang terbuka pada bisnis privat, kapitalistik, dan berorientasi pasar bebas, setelah sebelumnya berada di bawah sistem ekonomi yang terpusat.
Bukannya malah menjadi sejahtera, perubahan tersebut justru menghasilkan kekacauan ekonomi seperti pengangguran massal. Situasi ini dipandang berkontribusi pada krisis populasi.
Bukan hanya itu, tekanan kemiskinan juga dipandang mendorong masyarakat untuk mencari pelarian dengan mengonsumsi alkohol. Penyalahgunaan alkohol masif.
Alkoholisme memperparah krisis populasi karena dianggap sebagai biang keladi tingginya kematian terutama di kalangan laki-laki. Riset tahun 2009 mengungkap 52 persen kematian pada usia 15-54 sepanjang dekade 1990-an disebabkan oleh alkohol (dari total 49 ribu kematian).
Sampai hari ini, usia harapan hidup laki-laki Rusia terpaut jauh dari perempuan: 68 tahun untuk laki-laki dan 78 tahun untuk perempuan.
Tidak heran jika bersamaan dengan kampanye banyak anak juga gencar promosi anti-alkohol. Pemerintah juga melarang iklan-iklan produk beralkohol tinggi.
Tingkat konsumsi alkohol pun berangsur turun. WHO melaporkan, antara 2003 dan 2018, angka kematian di kalangan laki-laki Rusia berkurang 39 persen, sementara pada perempuan 36 persen.
Kendati demikian, pada 2020 silam, ekonom Aleksei Ulyanov dari badan penasihat pemerintah untuk kebijakan demografi dan keluarga masih menekankan bahwa alkohol, rokok, serta praktik aborsi adalah tiga masalah utama yang memperparah krisis demografi. Ia bahkan menyebut karena tiga hal itu Rusia “sedang berada di ujung kepunahan.”
Kampanye banyak anak adalah solusi langsung terhadap menurunnya populasi. Penurunan populasi coba diantisipasi karena Rusia menganggap hal tersebut adalah keadaan yang tidak ideal.
Akhir tahun lalu, Putin terang-terang menyampaikan 146 juta penduduk untuk kawasan seluas Rusia “sangatlah tidak cukup” dilihat dari “sudut pandang kemanusiaan dan geopolitik.” Putin juga menyinggungnya sebagai kemunduran ekonomi, sebab menurutnya persentase warga usia kerja atau produktif sangat kurang: sekitar 81 juta jiwa atau hanya 55 persen dari total populasi.
Perhatian Putin diabadikan dalam perintah eksekutif 2018-2024. Dalam dokumen yang diterbitkan tak lama setelah menang pilpres keempat kali tersebut, tertulis pemerintah ingin “memastikan pertumbuhan populasi yang berkelanjutan.”
Kala itu Putin mengaku masih merasa “dihantui” oleh jatuhnya angka kelahiran sejak dekade 1990-an, padahal sepanjang dekade 1960 sampai 1980 populasi penduduk justru meningkat.
Ahli demografi Prancis Laurent Chalard menjelaskan alasan politis mengapa Putin sangat aktif membuat segala program melawan krisis populasi ini. Menurutnya Putin adalah orang yang percaya bahwa kekuatan sebuah negara berbanding lurus dengan ukuran populasinya.
“Semakin besar populasi, semakin kuat negara,” katanya.
Tidak heran jika pemerintah mengeluarkan beragam program untuk mendorong warga agar tetap mau punya banyak anak. Putin menganggap banyak warga memberikan banyak keuntungan dalam berbagai bidang.
Editor: Rio Apinino