tirto.id - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menginginkan perbankan bisa memperbesar fasilitas pembiayaan yang selama ini baru menyentuh tiga persen atau Rp150 trilliun dari total angka Rp5.000 trilliun. Perbesaran fasilitas ini diharapkan dapat terwujud dalam bentuk kredit untuk investasi sektor kelautan dan perikanan tanah air.
"Informasi yang kami terima dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga saat ini kredit yang diberikan perbankan kepada sektor kelautan dan perikanan baru mencapai tiga persen dari total angka Rp5.000 triliun yang tersedia," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Kelautan dan Perikanan Yugi Prayanto di Jakarta, Senin, (7/11/2016) seperti dilaporkan Antara.
Menurut Yugi Prayanto, jumlah penyaluran kredit sekitar Rp150 triliun tersebut dinilai masih terlalu sedikit. Oleh karenanya, pihaknya mendorong pemerintah mempercepat pembangunan infrastruktur di kawasan Indonesia timur seperti di Papua dan Ambon. Dengan tujuan agar banyak investor kelautan dan perikanan yang masuk ke daerah itu sehingga bisa mengoptimalkan kredit perbankan.
Pembangunan infrastruktur yang diharapkan Kadin antara lain adalah sarana jalan, ketersediaan energi gas dan listrik yang memadai sehingga bisa meyakinkan investor tentang keberpihakan pemerintah.
Sementara itu, Kementerian Keuangan bersama-sama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berjanji akan mendata berbagai perusahaan yang bergerak di sektor kelautan dan perikanan untuk mengkaji terkait penerimaan keuangan negara.
"Saya minta Dirjen Bea Cukai dan pajak untuk ke KKP guna mendata perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang perikanan dan mutiara," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di kantor KKP, Jakarta, Rabu (26/10/2016).
Menurut Sri Mulyani, disinyalir potensi yang dapat dioptimalkan untuk penerimaan negara sangat besar karena pemasukan dari sektor kelautan dan perikanan pada saat ini dinilai masih sangat minimal.
Untuk itu, ujar dia, penting pula pendataan perusahaan kelautan dan perikanan antara lain apakah mereka juga sudah melaporkan hal-hal terkait penerimaan negara dengan benar.
Hal tersebut, lanjutnya, juga penting agar negara juga bisa mengelola sektor kelautan dan perikanan dengan ketercatatan yang baik dan tepat.
Sebelumnya, KKP bersama-sama dengan lembaga swadaya masyarakat Pusat Transformasi Kebijakan Publik mewacanakan pemeringkatan perusahaan sektor perikanan untuk membantu pihak perbankan mengucurkan kredit.
"Tingkat risiko usaha perikanan ditandai dengan empat kelas yaitu biru, hijau, kuning dan merah," kata Direktur Eksekutif Pusat Transformasi Kebijakan Publik Juni Thamrin di kantor KKP, Jakarta, Selasa (18/10/2016).
Dia memaparkan kelas biru menandakan risiko usaha yang sangat rendah dengan bobot risiko 0-24,9 persen, kelas hijau dengan bobot risiko rendah 25-49,9 persen, kelas kuning dengan bobot risiko usaha sedang 50-74,9 persen, dan kelas merah yang menandakan bobot risiko usaha tinggi 75-100 persen.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh